13| Mulai Khawatir

33 4 0
                                    

13| Mulai Khawatir

Matahari kembali muncul ke peredarannya, membawa semangat bagi para penduduk bumi. Namun, semangatnya tak sampai kepada salah satu siswi yang sedang berbaring di pojok kelas. Dia terlihat lesu, entah apa yang tengah dia rasakan.

"Lan, kok lo nggak semangat gitu, sih. Kenapa? Lagi ada masalah?" tanya Danil kepada sahabatnya itu. Memang Erlan tak seperti biasanya. Hari ini dia lebih banyak diam, walau biasanya juga nggak berbicara, tapi kali ini auranya berbeda. Tak ada semangat sama sekali di mata laki-laki itu.

Erlan menggelang. "Gue cabut duluan." Erlan berdiri, meninggalkan Danil yang kini dirundung rasa penasaran.

"Apa dia kepikiran sama sikapnya ke Fely kemarin?" gumam Danil setelah kepergain Erlan. "Gue harap lo cepat menyadari perasaan lo, Lan."

***

Keadaan kelas yang tak pernah damai sebelum guru masuk di jam pertama menjadi hal yang biasa. Dan pemandangan itu juga yang menyambut Erlan ketika tiba di kelas.

Namun, ada satu hal yang menarik perhatian Erlan.

Di sana, meja ketiga dari depan, meja di depan tempat duduknya, ada satu kursi yang belum terisi. Padahal biasanya jam segini pemilik kursi sudah standby di sana. Namun kali ini dia tak terlihat.

Apa mungkin lagi ke toilet? Atau lagi ke ruang guru? Atau mungkin dia telat? Begitulah serentetan pertanyaan yang muncul di pikiran Erlan.

Tak mau berpikir terlalu banyak, dia pun kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat duduknya.

Namun, saat tiba di samping Key, gadis itu menatap tak suka kepada Erlan. Bahkan tatapannya terlihat begitu tajam, menyiratkan emosi yang mendalam.

Erlan mengerutkan keningnya. Dia mengedikan bahu, kemudian kembali berjalan ke kursinya.

Perasaan gue nggak buat masalah sama cewek itu, deh. Kok dia natap gue begitu banget ya? Pikiran Erlan kembali berkelana.

Kringg ... kringg ....

Bel masuk baru saja berbunyi, dan mata Erlan kembali melirik kursi di depannya. Kosong, itu lah yang lelaki itu dapatkan. Kursinya masih kosong, padahal udah masuk, pikir Erlan.

Saat bel berbunyi, semua murid yang berada di luar pun mulai berhamburan masuk ke kelasnya masing-masing. Termasuk Danil, lelaki itu kini sudah berada di samping Erlan.

"Bro, lo kenapa? Kok dari tadi ngelamun terus," ucap Danil yang khawatir dengan perubahan sikap sahabatnya.

Lagi, Erlan hanya memberikan gelengan sebagai jawaban.

"Oke, nggak masalah kalau lo nggak mau cerita," ucap Danil pada akhirnya.

Persahabatan antara lelaki memang tak serumit perempuan, yang apa-apa harus diceritakan, apa-apa harus saling berbagi cerita. Persahabatan lelaki tak sereceh itu, mereka tak akan memaksa sahabatnya bercerita juga dia enggan. Tapi juga dia bercerita tanpa paksaan, mereka akan jadi pendengar yang baik.

Tak lama Bu Dewi pun masuk, dan lagi, netra Erlan kembali melihat kursi di depannya. Masih kosong. Dan itu membuat perasaan Erlan semakin tak karuan.

"Apa dia telat? Atau nggak masuk?" gumam Erlan yang masih bisa Danil dengar.

Mata Danil pun melirik kursi di depannya yang memang masih kosong. "Ternyat dia khawatir," pikir Danil. Kali ini laki-laki itu tersenyum bersyukur karena sahabatnya sudah mulai khawatir dengan gadis itu.

FE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang