30| Epilog

75 5 0
                                    

30| Epilog


Sepuluh tahun sudah berlalu. Hubungan Fely dan Erlan masih sama, yaitu mantan, tidak lebih. Bahkan mereka berdua masih saling temu, bertukar kabar, dan lain yang dilakukan layaknya kekasih.

Hingga saat ini mereka sedang melaksanakan reuni SMA-nya disebuah cafe dekat Sekolah yang banyak kenangan itu.

Cafe yang diisi dengan canda tawa, saling rindu satu sama lain kini bercampur menjadi satu.

"Danil."

"Key."

Panggilan tertuju kepada Danil dan Key bersamaan, yang dipanggil oleh Erlan dan Fely. Mereka tampak beradu pandangan. Tanpa sadar Danil dan Key sudah ada di sampingnya sekarang.

"Hei, bengong aja," ucap Danil dan Key bersamaan, hal itu memang di sengaja. Karena ulah mereka Erlan dan Fely gelagapan.

"Ya elah masih salting aja lo." Key mencubit pipi Fely gemas membuat Fely memanyunkan bibirnya. "Sakit keles."

Key membalasnya dengan sedikit tawa. "Ya maaf. Gue sengaja."

"Dih, Gila."

Wajah Danil mendekat ke arah telinga Erlan, lalu membisikkan sesuatu di telinganya itu.

"Lo nggak ada niat balikan sama Fely?"

Pertanyaan Danil dijawab dengan gelengan dari Erlan. Membuatnya mengumpat kesal. "Ck, laki-laki nggak peka." Di akhir kalimat, Danil nabok wajah Erlan yang gantengnya limited edition.

"Apa lo. Ganggu gue aja. Kurang kerjaan banget gangguin cowo ganteng bak Dewa kayak gue."

Fely, Key, dan Danil mendengar ucapan Erlan rasanya ingin muntah di tempat. Kalimat yang menjijikkan saat sampai di telinganya.

"Jijik."

"Halu."

"Kalo ngimpi nggak usah ketinggian. Jatuh baru tahu rasa lo."

Erlan memandangi mereka bertiga dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Sudah layaknya Erlan di masukkan di rumah sakit jiwa karena tingkahnya yang kelewat lebay bin alay.

"Lebay." Fely, Key, dan Danil menjitak kepala Erlan bersamaan. Tanpa merasakan jitakannya keras atau pun tidak.

Drama Erlan dimulai. Air mata buaya keluar dari matanya. "Kalian jahat sama aku. Kalian tega sama aku. Huwaaa." Tangis histeris Erlan layaknya anak kecil meminta mainan.

Orang-orang yang melihatnya menganggap Erlan gila, meski orang lain itu adalah teman sekelasnya.

"Erlan gila kali ya."

"Tapi masih Gans juga."

"Balikan nggak sih sama Fely. Kalau nggak gue mau jadi pacarnya."

"Gilanya mulai."

"Woiii Setan, sono gila ke rumah sakit jiwa bukan di sini."

Teriakan terkahir membuat seisi cafe tertawa terbahak-bahak. Sampai Erlan malu setengah mati.

"Gue ke belakang dulu ya. Kebelet." Izin Erlan kepada ketiga sahabatnya.

"Bilang aja malu, Lan," sindir Fely dengan meminum-minumannya.

"Gitu aja malu. Biasanya juga malu-maluin," lanjut Danil menyindir Erlan.

Kali ini Key ikut bicara. "Mungkin ke belakang mau nangis kek orang gila karena malu tuh anak."

"Bisa aja lo Dugong."

Mereka bertiga tertawa, bersamaan dengan itu lampu cafe yang semula menyala kini padam. Hanya satu tempat saja yang bersinar, yaitu panggung di depan tempat duduk Fely, Key, dan Danil.

FE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang