16| Bimbang
Mentari kembali menyinari bumi, ayam-ayam mulai berkokok membangunkan para insan di bumi.
"Hoaamm." Fely menguap dengan tangan terangkat, meregangkan otot-otot yang kaku karena tidur. Matanya melirik jam beker di atas nakas.
Matanya membulat dan seketika berteriak, "bjuset, udah jam segini aja! Bisa telat nih aku kalau nggak buru-buru. Mana ada tugas piket kelas lagi." Fely menggerutu sebentar, tapi kemudian dia beranjak dari tidurnya. Membereskan tempat tidur, dan setelahnya langsung bergegas untuk mandi.
Tak butuh waktu lama, sekitar setangah jam kemudian, Fely sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Kini dia tengah berjalan menuju ruang makan. "Aduh, kenapa aku ke sini coba? Lagian aku juga nggak akan mungkin masak, udah siang gini." Fely menatap ke arah jam tangannya. "Udah jam enam, dan aku harus cepat-cepat sampai sekolah," lanjut Fely yang kini menatap perutnya dan menatap perihatin.
"Sabar ya, perut. Kali ini kamu nggak sarapan dulu, ya. Maafin Fely yang kesiangan jadi nggak sempet buat sarapan." Fely mengerucutkan bibirnya, dengan tangan yang mengusap perut ratanya tersebut. "Nanti deh, kalau udah sampai sekolah kita makan, oke?" Fely kembali bermonolog tapi kali ini senyumnya mulai kembali terbit.
Dia tak murung lagi, malah sekarang Fely terlihat begitu semangat. Dia memegang kedua tali tas nya dan mulai berjalan ke arah pintu keluar. Iya, dia akan segera berangkat sekolah saat ini.
Baru saja mengunci pintu, Fely harus dikejutkan dengan sesosok makhluk yang telah stand by di depan gerbang rumahnya. "Astagfirullah, untung aku nggak punya riwayat jantungan." Fely mengusap dadanya yang masih berdegup kencang karena terkejut. "Lagian, ngapain dia pagi-pagi udah ada di sana aja?" Fely kebingungan, dan untuk menuntaskan rasa herannya, dia berjalan menghampiri orang itu.
"Kamu ngapain pagi-pagi udah di sini?" tanya Fely seraya menepuk pundak orang itu.
"Jemput lo," jawaban singkat orang itu mampu membuat tersipu.
"Apa sih, Lan." Fely memukul kecil pundak Erlan.
Iya, orang itu Erlan, orang yang selalu Fely cintai.
"Lo lucu kalau lagi malu," ucap Erlan yang membuat pipi Fely semakin memerah karena tersipu.
"Kamu kenapa jadi suka godain aku, sih." Kali ini Fely mengerucutkan bibirnya, bermaksud merajuk, mungkin.
"Jangan masang ekspresi itu, yang ada gue malah bawa lo ke KUA bukan ke sekolah."
Entah kenapa, saat ini Erlan bisa berbicara seperti itu. Bahkan hari ini, Erlan selalu mengembangkan senyumnya di depan Fely. Padahal biasanya dia sangat jarang tersenyum. Suatu keajaiban bukan?
"ERLAN! KENAPA KAMU JADI SUKA NGERDUS, SIH? DIAJARIN SAMA SIAPA? NGAKU!" Teriak Fely dengan begitu kencang. Saking kencangnya, anjing milik tetangga Fely pun sampai menggonggong.
"Nggak usah teriak juga kali, Fel. Jadi sakit kan kuping gue." Erlan mengusap kupingnya yang berdengung akibat teriakan super duper milik Fely.
"Ya, maaf. Abisnya kamu, sih, siapa suruh jadi suka ngegombal gitu," balas Fely tak mau disalahkan.
"Gue bukan gombal kali, Fel. Itu emang kenyataannya," ucap Erlan dengan kembali tersenyum. "Udah, cepat naik. Lo ada jadwal piket, nanti kesiangan lagi," lanjut Erlan untuk menghalangi niat Fely tadi sudah berancang-ancang akan kembali berteriak.
Namun, Fely malah terbengong. "Kenapa kamu tahu jadwal piket aku?" tanya Fely heran.
Erlan mendengus. "Kan kita sekelas, Fel. Makanya gue bisa tahu. Gimana, sih. Udah ah, cepat naik." Erlan mengangsurkan helm kepada Fely. Fely menerimanya tanpa protes.
KAMU SEDANG MEMBACA
FE [END]
Teen FictionIni kisah tentang sepasang remaja yang dipertemukan oleh takdir dengan masa kelam yang berbeda. Di tengah asa menemukan sejatinya bahagia, lagi-lagi semesta menguji mereka. Akankah Tuhan masih berbaik hati untuk membiarkan mereka tetap bersama, atau...