04-🌝A Warm Back Hug🌚

610 50 19
                                    


Setelah kepergian Raqi dari ruangan itu, Nadine mulai mengantuk dan begitu juga dengan Rabee. Nadine mulai meluruskan posisi tidurnya yang asal-asalan. Rabee juga mulai menurunkan bantalnya bersiap untuk tidur yang sesungguhnya -tidak pura-pura-.

"Grrrgrr". Suara perut Nadine membangunkan tidurnya. Perutnya terasa lapar.

Sambil menggosok matanya yang mulai mengantuk, Nadine mencoba bangun karena perutnya yang tidak bisa diam.

"Bee aku ke supermarket bentar yah." Ucap Nadine sambil membuka pintu kamar ogah-ogahan.

"Titip yogurt ya Nad. Banana yes." Balas Rabee dari bawah selimutnya.

"Siap, Non." Balas Nadine sambil menutup pintu ruangan pelan. Rabee membungkus dirinya dengan selimut.

"Malam ini cukup dingin ternyata." Celetuk Rabee mulai menutup matanya perlahan.

Selang beberapa menit. Suara pintu yang dibuka terdengar. Rabee sadar akan hal itu. Tapi karna matanya sangat mengantuk dia memilih untuk tidak bangun. Rabee mendengar bunyi kantong plastik yang ditaruh di meja kecil disamping ranjang pasien. Terdengar kursi yang disamping ranjang Rabee ditarik pelan. Rabee memilih tidak bergerak dan kembali tidur. Dalam pikirannya 'ada apalagi si Nadine mejeng disamping ranjangnya.'

Tiba-tiba Rabee merasakan pelukan dari belakang tubuhnya. Rabee mengerutkan keningnya malas dari dalam selimut. Dia tak habis pikir kalau Nadine memilih tidur disampingnya. Digesernya tubuhnya pelan untuk memberi Nadine ruang yang cukup. Pelukan Nadine makin mengerat dari luar selimut. Rabee membiarkannya karena hal itu menghangatkan dirinya. Saat mata Rabee mulai tertutup teriakan keras terdengar.

"AAAAAAAAAAAAAAA, SI-SIAPA ITU?" Rabee menyadari suara keras itu. Itu suara Nadine. Tetapi mengapa suaranya bersumber dari pintu masuk? Bukannya Nadine tidur disebelahnya? Rabee masih hanyut dalam pikirannya.

"OI KAMU SIAPA? BEE ITU SIAPA?" Teriak Nadine lagi.

Tangan yang mendekap Rabee mulai terangkat dan orang disampingnya turun dari atas ranjang.

Mendengar teriakan Nadine, Rabee lantas bangun dan betapa terkejutnya dia ketika melihat Nadine yang berdiri didepan pintu masuk kamar. Rabee bergidik ngeri dan mencoba melempar pandangannya kesamping ranjang tempat seseorang berdiri saat ini. Seseorang yang dia kira adalah Nadine tapi ternyata bukan.

Bak didalam drama, Rabee berteriak histeris sambil melempar bantal yang ada didekatnya. Nadine yang melihat respon Rabee dengan cepat juga ikut melempar kantong plastik yang ada ditangannya. Betapa kagetnya Rabee ketika dia menemukan seorang lelaki berdiri kaku dihadapannya. Tak berbeda dengan Rabee, laki-laki itu juga sama terkejutnya.

Dia menangkap serangan bantal Rabee cepat dan menjadikan bantal itu sebagai tameng dari lemparan kantong plastik Nadine.

"Bruk." Bunyi kemasan yogurt pecah dan makanan lainnya dilantai. Rabee otomatis melirik kantong plastik itu sedih. Yogurt berperisa pisang favoritnya berserakan dilantai kamar rumah sakit.

"SIAPA KAMU HAH?"

Pertanyaan dengan suara tujuh oktaf dari Rabee mengagetkan lelaki itu.
Wajah lelaki itu terlihat samar karna cahaya redup yang dinyalakan Rabee sebelum tidur. Rabee mengambil kotak musik rilakkuma didekat ranjangnya cepat. Sambil menodongkan kotak musik itu Rabee mengancam akan melemparkannya pada lelaki itu tegas jika tidak berbiacara.

"SIAPA KAMU? WAH MAIN MASUK KAMAR ORANG." Bentak Rabee masih emosi.

"GA NANGGUNG-NANGGUNG, NIDURIN RABEE SEGITU SOSWEETNYA. BERANI SEKALI." Tambah Nadine dengan perkataannya yang terlalu gamblang.

"NAD, HATI-HATI KALO NGOMONG, SIAPA YANG NIDURIN SIAPA DONG!" Balas Rabee tak kalah sengit mengomentari ucapan Nadine.

"Eh? Jadi kamu yang nidurin dia Bee?" Tanya Nadine polos.

"Oh God. Please!" Emosi Rabee mencapai puncak dan akhirnya dia melempar kotak musik yang ada ditangannya itu.

'Prang.'
Kotak musik itu mengenai kening lelaki itu dan terlempar kelantai hancur lebur. Nadine berjalan menuju tombol lampu.

'Klik.'
Lampu dinyalakan. Nadine yang celingak-celinguk ingin melihat wajah lelaki itu terperanjat.

"Darah Bee. Darah." Teriak Nadine histeris. Rabee yang juga melihat hal itu turun dari ranjang dan berlari menjauh sambil menggotong infusnya.

"Nad aku juga tau itu darah. Please deh." Rabee berbiacara sewot.

"Kamu berdarah! Duh. Kita harus ngapain Bee? Kamu sih main nimpuk orang macam kesetanan." Bentak Nadine tak mau kalah.

"Siapa suruh diem? Kan aku udah bilang duluan kalo mau lempar. Ya harusnya dia neghindar lah." Balas Rabee tak kalah kerasnya.

"Saya baik-baik saja."

Sebuah suara akhirnya terdengar. Sangat tenang. Saking tenangnya Rabee menjadi ngeri sendiri. Dia mulai curiga apakah yang ditimpuknya adalah orang atau bukan.

"AAAAAAAAAAAAAA." Teriak Rabee putus asa. Nadine yang melihat ekspresi ketakutan Rabee akhirnya panik. Dia berlari menuju Rabee dan menutup mata Rabee supaya tidak melihat darah.

Rabee diam seketika. Dia menanyakan kenapa Nadine menutup matanya. Apakah dugaannya benar? Apakah itu bukan manusia? Nadine akhirnya melepaskan tangannya dari mata Rabee sambil berkacak pinggang heran.

"AAAAAAAAAAAAAAA" Belum selesai Rabee berteriak Nadine segera membungkam mulut dan matanya cepat. Dengan sigap Rabee menangkis tangan Nadine.

"AAAAAA SETANNNNNNN." Teriak Rabee kalang kabut. Nadine sadar kalau Rabee berteriak bukan karena melihat darah yang mengalir dibagian kiri kepala lelaki itu, tetapi karena lelaki itu tak bergerak dan hanya diam membisu.

"Ah, udah dong Bee. Lebay amat. Itu orang bukan setan kali." Nadine mencoba mengklarifikasi sosok itu pada Rabee.

Laki-laki itu mulai bergerak mengambil kain kasa disebelah ranjang Rabee. Dia menyeka darah yang mengalir dikeningnya. Rabee memalingkan wajahnya cepat agar tidak melihat darah lelaki itu. Nadine mencoba mendekat dan ditatapnya wajah lelaki itu bulat-bulat.

"Lagi-lagi orang Ganteng." Refleks Nadine bersuara. Ditutupnya mulutnya cepat dan berlari kearah Rabee. Dan hati Nadine mengutuk sikapnya yang tidak bisa mengontrol mulutnya dan juga isi otaknya.

Dengan sinyal Nadine, Rabee akhirnya menoleh ke lekaki itu. Darahnya sudah hilang, lelaki itu menempelkan perban dikeningnya. Rabee menatap wajah lelaki itu lama.

"Yaelah dia senyum-senyum Bee." Lapor Nadine pada Rabee.

"Udah jelas salah bukan minta maaf malah senyam senyum." Tambah Nadine ganas.

"Saya tidak sedang tersenyum mbak." Ucap lelaki itu untuk kedua kalinya.

"MB-MBAK? MBAK?! HELLOW?! Wuahhh nyari mati nih." Ungkap Nadine tak terima.

"Begini-begini dibilang mbak? Rabun nih Mas nya." Tambah Nadine masih kesal.

Mata Rabee masih fokus melihat wajah lelaki itu. Rabee tahu bahwa lelaki itu tidak sedang tersenyum. Hanya saja lesung pipinya yang dalam membuat dia terlihat tersenyum walaupun sedang poker face.

Rabee menyenggol tangan Nadine untuk diam. Kemudian dia memberitahu Nadine kalau lelaki itu tidak sedang tersenyum. Seketika Nadine mulai maju kedepan dan memandang wajah lelaki itu cukup jelas. Dipipi sebelah kiri laki-laki itu terdapat lesung pipi yang cukup dalam untuk wajah seseorang yang sedang diam. Nadine penasaran melihat sedalam apakah lesung pipi lelaki itu jika dia sedang benar-benar tersenyum. Paras lelaki itu cukup menarik perhatian kedua gadis itu.

'Siapa lelaki ini?' Ucap Rabee dalam hatinya.

Will be continued ...

PRESIDENT'S MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang