36-🌝Close to End🌚

206 21 0
                                    

"Tidurlah, lihatlah eye-liner kamu luntur gitu. Nanti kalo tidur pasti cantik lagi. Kalau Rabee siuman akan Kakak bangunkan, jangan keras kepala." Raqi mendekati Nadine yang duduk disofa. Nadine hanya menggeleng pelan, matanya memandang Rabee yang masih tergolek lemah diranjang.

Subuhnya, setelah beberapa jam Rabee pingsan, semua orang berhamburan disisi gadis itu saat dia mulai membuka matanya.

Anugrah dan Raqi berada disisi Rabee standby, Rabee hanya mengerjap-ngerjap, kemudian dia menatap wajah semua orang bergiliran. Nadine menelan ludahnya cemas, takut kalau Rabee hilang ingatan atau sebagainya.

"Rabee, kamu ingat aku kan?" Nadine berujar dengan suara bergetar.
Rabee diam tidak menjawab.

"Bee, ada yang sakit?" Raqi membelai lembut rambut Rabee.

"Bee ingat aku ga?" Nadine mendesak ingin memastikan.

Rabee tiba-tiba menggeleng, dia menatap Nadine dan Raqi bergantian.
Air wajah Raqi berubah. Nadine menangis sambil memeluk Edward disampingnya. Beruntungnya Nadine pemirsah.

"Bee kamu benar ga inget Kakak juga?" Raqi menggenggam tangan Rabee kuat. Rabee lagi-lagi menggeleng.

"Rabee, maaf, seharusnya aku ..." Ucapan Anugrah tak selesai, matanya memerah, Edward tampak terkejut melihat keadaan Anugrah sekarang, jarang sekali Anugrah seperti akan menangis seperti saat ini.

"Kak Anugrah, Rabee haus." Rabee mencoba untuk duduk. Anugrah menghentikan pergerakan Rabee dan membantunya untuk bersandar ke dinding ranjang. Anugrah kemudian menjangkau air mineral dinakas dan memberikannya pada Rabee. Rabee dengan sigap meminumnya tanpa memperhatikan wajah orang lain yang berada diruangan yang sama dengannya.

Suara tangis Nadine sudah tak terdengar lagi, Raqipun menatap Rabee fokus. Setelah selesai meneguk air mineral itu Rabee baru merasakan adanya ancaman disekelilingnya.

"Sahabat macam apa yang lupa sama temennya doang, sama ekhemnya ga lupa sama sekali! Minta disuntik gratis nih ya kamu." Nadine menatap Rabee sambil membuat wajah kesal.

"Seharusnya kamu masuk sekolah akting saja, pintar sekali kamu membodohi Kakak. Lihat keadaannya dulu baru becanda." Raqi membuat pose ingin menoyor kepala Rabee.

"Nadine kamu becanda jangan nyinggung-nyinggung suntikan lagi, kalian sama saja." Raqi melirik Nadine memperingatkan. Nadine hanya manyun.

Pintu ruangan Rabee dirawat terbuka, dua sosok orang yang mengejutkan Anugrah dan Edward menghampiri Rabee.

"Mama." Raqi sontak berdiri saat menemukan mamanya berlari kearahanya dan Rabee. Papa Raqi mengikutinya dari belakang.

"Sayang kamu baik-baik saja? Kenapa lagi-lagi kamu terlibat hal yang membahayakan?" Mama Raqi memeluk Rabee erat. Rabee membalas pelukan wanita yang tak lagi muda itu hangat.

Edward dan Anugrah saling bertukar pandang, dalam hati mungkin mereka saling bertanya kenapa orang tua Raqi berkunjung ke tempat Rabee, mungkin mereka ingin melihat Raqi sekalian. Lagian Rabee juga terlihat dekat dengan Raqi. Keduanya masih belum tahu siapa Rabee sebenarnya.

"Nadine sayang, kamu baik-baik saja? Jantung tante rasanya mau copot mendengar berita ini Subuh-Subuh begini. Raqi kamu benar-benar ya, kenapa tidak memberitahu Mama dan Papa malam sewaktu Rabee diculik! Dasar!" Tante Riza menepuk pundak Raqi keras.

"Aw, Mama dan Papakan diluar kota, memang Mama dan Papa bisa datang? Raqi ga mau mama sama papa cemas." Raqi menatap Rabee kali ini.

Setelah percakapan keluarga yang sedikit heboh itu, sekarang suasana sudah mulai membaik, Rabee sudah mulai tersenyum dan kadar racun didarahnya hampir menghilang.

PRESIDENT'S MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang