13-🌝Catch the Shiever🌚

347 27 31
                                    

Rabee masih tertegun mendengar ucapan Anugrah padanya. Nadine akhirnya tertawa lepas setelah memastikan Anugrah dan Edward sudah berlalu beberapa menit kemudian.

"Kamu liat ga Bee wajah Kangmas barusan? Hahahaha cemburu apa gimana? Imuuut." Nadine masih ngakak.

Rabee hanya menatap Nadine kosong dan menggeleng-geleng tak bersemangat.

"Kayaknya Pak Anugrah salah paham atau gimana sih Nad? Pen ngeborgol mulutnya asal ngomong aku pacaran." Rutuk Rabee emosi.

Nadine masih ngakak.

"Seharusnya kamu bilang kalau Kak Raqi bukan pacar kamu, kan masalah jadi beres." Balas Nadine enteng.

Wajah Rabee berkerut, menatap Nadine dalam sedalam samudera haha. Nadine langsung mingkem akan tatapan maut itu. Nadine kemudian tersenyum kaku meminta perdamaian pada Rabee.

***

"Tumben ngusik kehidupan pribadi seorang intern?" Edward menatap Anugrah dari sofa yang didudukinya.

"Siapa? Cuma memberikan peringatan dini supaya dia tidak menjadi omongan orang-orang. Di lain sisi juga untuk menjaga nama baik perusahaan. Selama ini jarang seorang intern mendapatkan perhatian sebesar Rabee." Anugrah mengeluarkan statement balasan.

"Alasan. Cih." Edward menyindir.

"Kamu sendiri bagaimana? Masih kaku menghadapi putri keluarga Aubell itu? Makanya jangan komentari urusan orang, urusan kamu aja ..." Ceramah Anugrah terhenti saat Edward mengambil aba-aba akan melemparkan vas bunga kecil diatas meja. Anugrah menggelengkan kepalanya memberi intruksi untuk 'hentikan.'

"Jadi bagaimana keputusan kamu sebenarnya? Tidakkah kamu cemas Evilla akan mengambil langkah selanjutnya?" Kali ini suara Edward serius.

"Terima saja. Cocok." Anugrah membalas ucapan Edward tak sinkron.

"Terima apa? Terima kemarahan Evilla terhadap Rabee atau bagaimana?" Edward bertanya bingung.

"Terima putri keluarga Aubell itu. Kalian cocok." Anugrah memutar kursinya cepat siap-siap untuk berlindung.

"Kurang ajar!" Edward melemparkan gulungan dasi yang ada disebelah vas bunga kecil tadi. Anugrah tertawa dari balik kursinya.

"Urusan Evilla kamu tidak usah khawatir. Yang penting mulut kamu itu dijaga kalau Bu Flora mulai bertanya-tanya." Anugrah berhenti memutar-mutar kursi kerjanya.

"Jadi rencana kamu selanjutnya gimana? Nanti kalau Mama kamu nanya gimana hah? Dasar edan." Edward emosi.

"Jawab saja 'aman tante' selesai. Gampang." Anugrah memberi perintah.

Edward menghela nafasnya kasar.

***

Rabee sibuk mengetik sesuatu dikomputernya. Dimeja depannya Vani -antek-antek Evilla- mengawasinya. Rabee tidak peduli itu dan hanya fokus bekerja.

Ponsel Rabee bergetar diatas mejanya. Tertera nama Raqi disana.

"Ya? Hah sudah jam empat Kak? Waw. Oke. Otw." Rabee mengakhiri sambungan ponselnya. Di liriknya jam tangannya, Rabee hanya mengangguk-angguk.

"Cepat sekali waktu berlalu." Gumam Rabee membersihkan meja kerjanya bersiap untuk pulang.

Dilobi kantor saat Rabee keluar dari lift, dia menemukan Raqi sedang berbicara dengan seseorang. Rabee mendekat dan kemudian tersenyum pada lelaki yang berbincang dengan Raqi.

"Apakah ini Rabee?" Tanya sang lelaki sambil melihat kearah Raqi.

"Iya, Pak. Ini Rabee adik saya. Rabee kenalkan ini Pak Syarif." Raqi memperkenalkan Rabee dengan Pak Syarif.

PRESIDENT'S MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang