11-🌝Black-Belt🌚

438 34 52
                                    

'ting ting ting'
Bunyi suara bel yang entah berapa kali ditekan dari luar tidak mengusik tidur Rabee yang masih pulas. Kali ini bunyi password pintu yang dimasukkan.

'beep'
Pintu apartemen Rabee terbuka. Rabee masih memejamkan matanya. Tidak sepenuhnya tidur. Rabee mencoba mencari keberadaan ponselnya dimeja dekat lampu tidur.

'5.30.'
Rabee mengusap matanya malas. Siapa yang berani memasuki apartemennya di Subuh bolong begini? Hahah

Ada dua kemungkinan Raqi atau tidak Nadine.

"Bangun, ayo cerita sini! Siapa yang gangguin kamu semalam? Pemabuk daerah mana?" Suara beroktaf tinggi terdengar. Selimut Rabee dicoba ditariknya.

Rabee yang masih meringkuk dibalik selimutnya mengembuskan nafasnya kesal. Tangannya terkepal kuat bersiap memberikan one hard punch kepada orang yang mengganggu tidurnya itu.

"Rabee sakit! Emang kamu preman? Masa preman diganggu preman semalam?" Raqi berteriak saat tinju Rabee mengenai lengannya keras.

Ya yang mengganggu Rabee Subuh ini adalah Raqi.

"Apaan sih Kak? Jam segini gangguin orang tidur. Ga ada etika per-tiduran." Balas Rabee dengan suara serak khas bangun tidur.

"Siapa yang ganggu kamu semalam? Kenapa kamu ga pernah cerita lagi sih Bee? Kamu anggap kakak apa? Kalau ada apa-apa sama kamu gimana? Kakak ga tau harus buat apa lagi." Raqi berkata frustasi.

"Kakak abis minta laporan sama Nadine lagi? Kak kasihani Nadine dong. Dia mah ga tau apa-apa." Balas Rabee mulai bangkit dari tidurnya.

"Kamu ingat wajah orangnya? Biar kakak cari tau, kalau semalam kamu ngasih tau kan bisa dilapor polisi langsung. Biar polisi ga salah paham." Raqi masih berceramah.

"Udahlah kak. Lagian Rabee baik-baik aja kok. Sabuk hitam kak. Ingat sabuk hitam. Ga usah cemas. Eh tunggu, kok lapor polisi supaya ga salah paham? Maksud kakak apa?" Rabee bertanya sambil mengerutkan keningnya.

"Makanya itu, karna kamu sabuk hitam makanya kakak cemas, lapor polisi trus bilang bukan kamu yang bikin hancur wajah atau bisa jadi badan orang itu. Kamu kan kalau digangguin kan balasannya ga nanggung-nanggung, bisa ngebanting, ngepatahin atau yang lainnya sama orang. Karena itu kakak cemas. Takut ada jatuh korban semalam." Raqi menjelaskan sambil menirukan gaya Rabee menendang, memelintir tangan orang. Hahah.

Rabee melihat tajam kearah Raqi. Tatapan ingin makan orang. Raqi beringsut mundur seolah-olah takut. Kemudian dia berlari kearah Rabee dan memeluknya erat. Rabee menggetok kepala Raqi dengan palu mainan yang ada dibawah ranjangnya. Raqi hanya mengaduh sok-sok an sambil tertawa ngakak.
Raqi bukan mengkhawatirkan Rabee tapi pemabuk itu. Raqi takut adiknya membantai habis orang-orang yang berani mengganggunya.

"Syukurlah kalau orang itu selamat. Sampai saat ini belum ada laporan tentang kematian pemabuk Bee. Huuu." Raqi mengelus dadanya lega.
Rabee tak tau harus merespon seperti apa perlakuan kakaknya itu.

"Yang harus disyukuri itu keadaan Rabee yang masih sehat walafiat, bukan pemabuk itu." Rabee menggerutu.

"Kenapa kakak Subuh sekali datang? Tumben." Rabee bertanya pada Raqi sambil mendelikkan matanya.

Raqi berjalan menuju dapur kemudian mengambil gelas dan menuangkan air panas disana.

"Kamu ga liat kakak pake apa?" Raqi melemparkan tatapannya pada Rabee.

"Pakai baju. Trus?" Rabee menjawab asal.

"Iyalah pakai baju. Masa engga. Maksud kakak itu kamu liat ga kakak masih pake baju ini." Ungkap Raqi sambil menunjuk jas dokternya.

PRESIDENT'S MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang