27-🌝Dilemma🌚

192 22 0
                                    

"Kamu sadar apa yang kamu ucapin tadi? Aku ga salah denger kan Bee?" Nadine mengintrogasi Rabee diruangan klub jurnalistik.

"Kamu bilang cinta sama Pak Anugrah didepan Kak Raqi? Kamu serius?" Nadine masih belum menyerah.

"Rabee bilang cinta sama siapa, Nad? Nugraha? Siapa?" Suara cempreng yang sudah lama tak didengar Rabee menyela.

"Kakak ga perlu tau. Kepo." Nadine sewot.

"Ga bisa Nad. Urusan Rabee berarti urusan Kakak juga." Haikal sok-sok an.

"Yaelah. Kakak kandung enggak, temen enggak, cuma senior seperorganisasian, kamu ga usah lebay. Ga usah urus hidup dia lagi Kal. Jangan mau direpotin dia lagi." Kali ini suara Tasya yang terdengar.

"Kamu ga usah ikut campur." Haikal berkata dingin. Tasya kesal dan membanting pintu dengan keras. Dia meninggalkan ruangan klub.

"Bee jadi kamu sukanya sama dokter yang waktu itu? Namanya Nugraha?" Haikal makin kepo.

Nadine memutar bola matanya geram. Rabee tak menjawab. Dia hanya meneguk air mineral dari dalam tasnya.

"Kamu bener suka sama dia atau kamu cuma terbawa suasana Bee? Nugraha itu emang keren tapi .." Perkataan Haikal terpotong.

"Please. Ga ada namanya Nugraha Kak. Jangan bikin salah fokus." Nadine mulai kesal.

"Eh?" Haikal meng-eh ria.

"Bukan ah, ih, uh, eh, oh. Btw numpang ya Kak ghibah disini bentar." Nadine izin setelah menceramahi Haikal. Haikal hanya manyun. Sepertinya Rabee tak ingin diganggu. Sorot wajahnya tampak lesu dan sedih.

"Yasudah. Bee, kalau udah mau ngomong, telfon aja. Standby buat kamu kok." Haikal mencoba menarik perhatian.

"Ya Allah Gusti." Nadine mengurut dada.

"Nad, Kakek menyuruh aku datang kerumah. Membicarakan pertunganan konyol ini mungkin. Aku harus bagaimana?" Rabee mulai berbicara setelah kepergian Haikal. Matanya berkaca-kaca memandang kearah Nadine putus asa.

Nadine memeluk Rabee, dia menenangkan Rabee. Menyuruh Rabee tetap datang dan menjelaskan bagaimana perasaan Rabee yang sesungguhnya. Rabeee mengangguk disana.

***

"Kamu datang. Selamat datang dirumahmu. Kakek sangat senang. Sudah berapa tahun ini?" Kakek Rabee memeluknya sayang.

"Maaf baru datang, Kek." Rabee membalas pelukan itu lembut.

Mereka bercerita sana sini sebelum sang kakek menyinggung tentang masalah pertunangan Rabee.

"Rabee tidak mencintai Tara, Kek." Rabee to the point.

"Kenapa? Ada yang lain dihati cucu Kakek?" Kakek Rabee memandang raut wajahnya. Rabee tidak menjawab.

"Apakah dia Anugrah?" Tepat sekali. Sang Kakek menyebut nama Anugrah.

"Benar bukan? Raqi benar tentang itu ternyata." Kakek Rabee tersenyum.
Rabee hanya menatap Kakeknya dengan wajah tak terbaca. Sorot matanya penuh makna.

"Kakek tidak mau memaksa kamu. Kakek tahu kehidupan anak zaman sekarang. Bukan eranya lagi main jodoh-jodohkan." Kakek Rabee mengambil sebuah kotak kaca dari atas meja sofa mereka duduk. Sudut bibir Rabee terangkat, menunjukkan senyuman sedikit lega mendengar perkataan Kakeknya.

"Tapi..." Sang Kakek melanjutkan. Raut Rabee kembali gusar.

"Kakek mau kamu melihat lagi kedalam hatimu, apakah benar dia orang yang kamu mau terlepas dari segala rahasia yang dia miliki atau yang kamu miliki? Coba pikirkan lagi." Sang Kakek membukakan kotak kaca tersebut dan terlihat sebuah mahkota anggun disana. Mahkota itu bewarna emas, bukan hanya sekedar warnanya saja, tapi mahkota itu memang terbuat dari emas murni.

PRESIDENT'S MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang