28-🌝Red-Light🌚

164 23 0
                                    


Rabee berhenti di salah satu toko ice cream yang searah dengan apartemennya. Setelah membayar kemudian dia melanjutkan berjalan.

Dia berhenti menunggu lampu hijau menjadi merah dipersimpangan. Dia masih memikirkan ucapan Raqi padanya saat keluar dari cafe tadi. 'Apa maksudnya Kak Raqi? Apa yang sudah kami lalui berdua? Bekerja? Dasar!'

"Rabee. Disini." Pandangan Rabee teralih pada sosok diseberang jalan. Tara melambaikan tangannya dengan wajah yang dibuat ceria. Tafsiran Rabee Tara sepertinya baru selesai mengerjakan tugas kampusnya sebagai calon dokter. Matanya tampak mengantuk, tapi terlihat dipaksakan bugar didepan Rabee.

Rabee hanya tersenyum simpul tanpa membalas lambaian Tara. Dalam hati dia berkata pertemuan ini adalah sebuah kesempatan bagi Rabee untuk menanyakan perihal opini Tara tentang pertunangan mendadak ini. Dia menghela nafasnya panjang sebelum bersiap untuk menghampiri Tara yang berdiri diseberang jalan.

Lampu merah berkedip disana, Rabee mulai melangkah. Dalam hati dia berdoa semoga Tara mau melepasnya, semoga Anugrah lah yang akan berada disisinya. Berharap semua orang mendukung keputusannya.

Dipertengahan jalan bunyi klakson keras terdengar, sebuah mobil SUV merah mengarah pada tempat Rabee melangkah saat ini. Rabee terkejut dan dengan langkah cepat mendorong tangannya membuat pola stop didepan wajahnya. Tapi kecepatan mobil itu tak berkurang.

'Siapa orang ini? Tidakkah dia lihat lampu sedang merah?' Rabee mengutuk dalam hati. Kecepatan mobil didepannya semakin bertambah, membuat Rabee sedikit berlari menuju seberang dengan cepat. Tara mulai berjalan menghampiri ujung jalan untuk meraih Rabee.

Bunyi rem mobil mendadak terdengar jelas. Orang-orang berkerumun disana. Rabee merasakan tubuhnya terhempas kesisi tepi jalan. Dia mencoba membuka matanya pelan, seseorang menghalangi pandangannya, penglihatannya kelam. Tangannya menggigil hebat. Kepalanya terasa pusing, lagi-lagi perasaan ini muncul. Ya, trauma beberapa tahun lalu masih menghantui kehidupan Rabee. Trauma yang mengubah lehidupan Rabee seutuhnya.

Rabee tecekat, dia tidak bisa bersuara. Rasa sesak mengalir didadanya. Ini sangat menyiksa pikir Rabee dalam otaknya. Ucapan Raqi terngiang ditelinganya "Jika tremor kamu kambuh, kamu harus tenang dan tarik nafas dalam-dalam dan buang, pikirkan kenangan indah yang pernah dirasakan. Secara bertahap sensasi menyiksa ini akan hilang."

Tubuh Rabee mulai terasa normal. Dia sudah tenang. Aneh, pikir Rabee dalam hati, biasanya rasa menyakitkan akan kenangan masa lalu itu akan memakan waktu lama untuk Rabee bisa sadar. Tapi kali ini setelah beberapa nasihat dari Raqi sebagai solusi awal langsung manjur. Kenapa? Ada yang aneh satu lagi, disaat Rabee sudah tenang, kali ini semua yang dilihatnya hanya hitam.

"Apakah aku buta? Pandanganku kenapa gelap?" Rabee mencoba bergerak tapi tubuhnya tak berkutik.

"Kamu akan baik-baik saja." Rabee mendengar suara yang dia rindukan. Apakah dia masih belum sadar?

Cahaya sore menusuk pandangan Rabee. Anugrah berada didepannya. Yap, dengan posisi memeluk Rabee sekuat tenaga. Badan Rabee terasa sedikit remuk, mungkin ini alasannya, pelukannya terlalu kuat.

"Kamu baik-baik saja?" Anugrah menatap Rabee dengan selidik memeriksa seluruh keadaan Rabee.
Rabee tidak menjawab. Bukan karena syok akibat kecelakaan ini, tapi dia syok melihat kehadiran orang yang ingin dia temui beberapa hari ini telah berada didepan matanya.

"Rabee? Kamu terluka?" Anugrah kali ini menaikkan oktaf suaranya.

"Rabee, kamu baik-baik saja kan?" Kali ini terdengar suara Tara. Rabee langsung tersadar saat didengarnya suara Tara disisinya.

"Oh, aku baik-baik saja. Baik. Hm." Rabee salah tingkah didepan Anugrah.

"Aku oke kok Tar." Rabee melirik Tara disisi kirinya.

"Kenapa kamu santainsekali saat menyeberang? Itu bahaya." Suara Anugrah meninggi.

"Pak, saya baik-baik saja. Saya ..." Rabee ditarik oleh Anugrah kesisi jalan yang dirasa aman. Tara membuntuti mereka dengan tatapan tak terbaca.

"Kamu yakin baik-baik saja?" Anugrah lagi-lagi bertanya dengan raut wajah cemas. Dia mendudukkan Rabee dikursi ditepi jalan. Tangannya menyentuh pipi Rabee. Melihat dengan teliti apakah Rabee terluka atau tidak.

Rabee terdiam, saat dirasakan tangan Anugrah sangat dingin. Rabee menatap wajah Anugrah didepannya. Keringat dingin mengucur deras disana. Nafas Anuhrah juga tidak teratur. Ada apa?

"Kamu baik-baik saja, Grah? Tenang, tarik nafas." Rabee kaget melihat Edward sudah berdiri didekat mereka saat ini. Anugrah menjauhkan tangannya dari Rabee, kemudian berdiri dengan cepat sambil mengelap keringat dengan tangan. Edward menepuk pundak Anugrah. Rabee mengerutkan keningnya.

"Tarik nafas, dan buang. Tenangkan pikiran." Tara menghampiri Anugrah dan menberikan nasehat.

"Saya tidak menyangka anda juga memiliki trauma seperti Rabee." Tara berkata dingin pada Anugrah.

"Apakah anda memiliki kenangan buruk pada jalan raya khususnya lampu merah?" Tara menatap Anugrah penuh makna.

"Ini semua bukan urusanmu." Edward memotong ucapan Tara cepat.

"Tentu saja ada hubungannya. Saya tahu trauma apa yang anda sedang sembunyikan dibalik ketenangan selama ini." Tara bersuara rendah.

"Diam." Edward mulai membentak.
Anugrah meraih lengan Edward cepat. Memberi tanda dia baik-baik saja. Rabee yang terduduk disisi mereka hanya terlihat bingung dengan tema percakapan yang samar-samar dia dengarkan.

"Aku bersyukur kamu baik-baik saja Bee. Kalau terjadi apa-apa dengan kamu, pertunagan kita bakal diundur." Tara berkata santai.

Rabee melebarkan pupilnya mendengar ucapan Tara. Apa-apaan prilaku Tara saat ini? Apakah dia mencoba memproklamasikan pertunangan yang masih kelabu ini didepan Anugrah? Berani sekali.

Anugrah menatap Rabee lama. Mencari sudut tatapan Rabee. Rabee tak membalas pandangan Anugrah padanya.

"Kalian.." Anugrah mulai melontarkan ucapannya.

"Ya, kami akan bertunangan." Tara memotong cepat. Anugrah terdiam. Rabee membelalakkan matanya.

"Terima kasih karena sudah menyelamatkan Rabee untuk saya. Saya harap anda tidak mendekatinya lagi." Tara semakin menjadi.

Anugrah mundur. Tatapannya terlihat kecewa. Dia tidak lagi memandang Rabee kali ini. Rabee mencoba mengejar Anugrah tapi tangannya sudah dulu dicegat oleh Tara. Edward yang berjalan disisi Anugrah juga terlihat terkejut mendengar berita pertunangan itu.

"Kamu apa-apaan sih Tar? Kita sampai detik ini tidak ada hubungan apa-apa. Aku dan kamu belum tentu bertunangan. Kenapa kamu berani sekali mengatakan hal yang belum pasti kepada Kak Anugrah?" Rabee memegang kepalanya yang teraaa sakit. Rasa pusing akibat kejadian tadi ditambah dengan sikap tak terduga Tara terhadap Anugrah.

"Bee kenapa kamu marah? Ini semua akan segara terwujud. Kamu ..." Tara mulai berkomentar.

"Tidak. Aku belum mengatakan apa-apa. Kenapa kamu merasa yakin?" Rabee tak percaya akan sikap Tara yang sesungguhnya.

"Karena aku ingin kamu memilihku, bukan Anugrah." Tara mengeluarkan isi hatinya.

"Tar, aku ga nyangka kamu orang yang seperti ini. Aku kira kamu itu berbeda. Sosok baik yang bisa menerima keputusan aku nanti. Tapi sepertinya akunsalah." Rabee mulai melangkah menjauh dari Tara. Mencoba menyusul Anugrah kembali.

"Karena dari awal kamu sudah ditakdirkan untukku Bee." Tara mengepalkan kedua tangannya memandang sosok Rabee yang berlari.

Will be continued ...

PRESIDENT'S MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang