22-🌝He's CEO🌚

228 27 0
                                    

"Oh jadi ini yang namanya Rabee. Gadis yang sudah menyelamatkan kamu, sayang?" Wanita itu menatap Tara disampingnya. Rabee bingung dengan situasi saat ini. Rabee melirik Raqi disampingnya yang hanya mengangkat bahu acuh. Rabee menggertakkan rahanganya.

"Maaf, Bee. Kenalin ini Mama Papa aku, kebetulan tadi mereka juga lagi makan siang disini." jelas Tara agak was was.

"Tidak apa-apa." Ucap Rabee canggung.

"Kamu cantik sekali sayang, pantesan Tara ga berhenti ceritain kamu ke kami, iya kan, Pi?" Wanita itu menepuk lengan suaminya ringan.

"Benar sekali. Tara benar-benar suka pada kamu sepertinya." Lelaki itu ikut tertawa.

"Ma-Pa." Tara menatap kedua orang tuanya panik.

"Ei, Rabee tentu paham, benar bukan sayang?" Wanita itu meraih tangan Rabee cepat. Rabee terkesiap.

"Hahaha, maaf tante." Rabee tertawa kaku. Dia masih canggung dengan situasi mendadak seperti ini. Rasanya aneh saja.

"Ya sudah tante sama om pamit dulu. Kalian silahkan lanjut. Terima kasih sudah mengajak Tara makan siang Dokter Raqi." Mama Tara menyalami Raqi saat akan pergi. Raqi tersenyum ramah pada mereka berdua.

"Maaf ya Bee. Jangan masukin ke hati." Tara melirik Rabee singkat.

"Biasa aja Tar." Balas Rabee pendek.

"Bee, kamu jadian sama Tara aja gimana? Sebagai Kakak yang baik tentu saja dia akan memilihkan seorang lelaki baik pula untuk adiknya. Kamu mau kan?" Raqi tiba-tiba menyarankan hal luar biasa pada Rabee.

Tara tersedak saat sedang meminum lemon tea-nya. Rabee menatap Raqi tajam, tatapan ingin memelintir rahang kakaknya itu.

"Kalau ini maksud Kakak mengajakku makan siang, mending ga usah. Lagian aku ataupun Tara juga belum terlalu mengenal. Kami haya bertemu beberapa kali." Rabee menatap Raqi intens.

Tara terlihat canggung, tidak tahu harus berkata apa pada situasi saat ini. Tapi dalam hatinya ia merasa senang.

"Brarti kalau udah deket bisa? Gitu?" Raqi menjelaskan garis merahnya.
Rabee kali ini menatap Raqi tidak suka.

"Bukankah sudah saatnya bagi kamu memilih lelaki pendamping? Sebentar lagi juga akan wisuda." Raqi masih sanggup berceloteh pada adiknya yang memasang wajah ingin makan orang itu.

"Lagian Tara berasal dari keluarga baik-baik. Semua keluarganya juga berprofesi dokter. Kakak juga suka sama sikap Tara terhadap kamu." Raqi masih sanggup bersuara.

"Bukan urusan Kakak mengurus hubungan aku. Aku bisa menentukan mana yang terbaik buat aku. Karena aku bukan anak kecil lagi. Seharusnya Kakak yang harus mengkhawatirkan masa depan. Kakak seharusnya bersiap mencari wanita yang mencintai kakak apa adanya. Bukan karna ada apanya." Rabee mulai berdiri dari duduknya. Selera makannya sudah hilang. Dia tidak suka akan sikap Raqi yang mengatur hubungan asmaranya.

Dulu Rabee sudah pernah bilang pada Raqi, tidak apa-apa mencampuri urusan hidupnya kecuali satu, hubungan asmaranya. Dia berhak menentukan siapa yang akan memiliki hatinya.  Sepertinya Raqi lupa akan pembicaraan itu, atau dia memang sengaja membuat Rabee marah.

"Bee, kamu ga usah mikirin itu, Kak Raqi becanda palingan." Tara mencoba mendamaikan mereka.

"Bukan. Saya tidak bercanda." Raqi menatap Tara singkat.

"Tara lelaki yang pas buat kamu, lelaki yang bisa buat kamu bahagia nanti. Percaya sama Kakak." Raqi menangkap tangan Rabee cepat.

"Kakak sebenernya mau apa? Kakak udah lupa sama pembicaraan kita dulu? Percaya? Hahaha, kakak minta Rabee percaya sama Kakak? Jangan bikin ketawa." Rabee menepis tangan Raqi kasar.

PRESIDENT'S MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang