15. Secangkir Racun

319 42 8
                                    

"Kenapa kau menerimanya?" tanya Jimin nadanya terdengar seperti ia tidak suka dengan kehadiran Rose.

"Aku membutuhkan bantuan Jimin, rumahmu sangat strategis. Kemungkinan cafe kita akan ramai," jelas Jennie lagi-lagi dengan tatapan andalannya.

"Baiklah tuan putri," Jimin mengusak pelan rambut Jennie.

Rose hanya tersenyum melihat kemesraan mereka berdua. Senyum yang ia tunjukan di balik lukanya.

"Oh iya aku juga membutuhkan rumah. Kau tahu tempat penyewaan.."

"Kau bisa tinggal disini," potong Jennie yang juga berhasil membelalakkan mata Jimin. "Dan kau.." Jennie mendekati Jimin lalu mencium pipinya. "Harus mengijinkannya," Jennie langsung pergi sambil menggandeng Rose.

Lagi-lagi Jimin harus mengiyakan permintaan Jennie walau terasa berat.

"Nah Rose, kau bisa menempati kamarku. Aku akan pindah ke kamar di sebrang itu," Jennie menunjuk kamar Jimin. Rose masuk ke kamara yang di tempati Jennie sebelumnya sedangkan Jennie membereskan barang-barangnya dan berpindah ke kamar Jimin. Ia ingin menempati kamar Jimin agar dia juga bisa ikut membantu Yoongi menemukan petunjuk. sepertinya Yoongi marah besar dengannya.

***

Hembusan angin di musim gugur sedang menari-nari dengan para dedaunan kering, menghibur sang rembulan yang bersinar sangat terang. Di balik jendela kaca berbingkai kayu bercat putih, seorang gadis berambut panjang juga ikut menyaksikan pertunjukan malam yang indah. Jam sudah menunjuk angka 12, tapi rasa kantuk masih belum hadir untuk Jennie. Ia sengaja tetap membuka mata untuk menikmati malam hari demi mengobati kerinduan.

"Kenapa kau tega meninggalkanku? Kau bilang tidak akan pernah meninggalkanku," curhat Jennie. Wajahnya terlihat sangat sendu.

"Kau masih merindukannya ya," sahut Jimin. Jennie langsung menoleh ke belakang. Terlihat Jimin yang sedang tersenyum tipis sambil membawa secangkir susu cokelat hangat. Jimin kemudian melangkah mendekat lalu memberikan cangkir itu.

Jennie meminumnya sampai tetesan terakhir. "Terima kasih," Jennie meletakkan cangkir itu di nakas. Jimin menggandeng Jennie dan membawanya ke tempat tidur. Jennie tidur berantakan tangan Jimin dan menjadikan tubuh Jimin sebagai guling. Jimin mendekap tubuh Jennie sambil memukul pelan pundak Jennie menguatkan hatinya yang sedang rapuh. Mereka seperti anak kecil yang sedang di puk-puk ibundanya.

"Kau ingin menangis?" tanya Jimin.

"Rasa rinduku sudah sangat keterlaluan Jimin, aku tidak bisa menangisi itu lagi," lirih Jennie.

"Keterlaluan?"

"Ya, aku selalu merindukannya dan setiap malam rasa rinduku selalu bertambah satu cangkir,"

"Boleh aku meminumnya?" tanya Jimin sambil tersenyum hangat.

Jennie ikut tersenyum. "Ku dengar kerinduan adalah racun, aku ingin minum racun?"

Jimin mendekatkan wajahnya pada wajah Jennie hingga hidung keduanya saling menempel. "Kau tau? Aku selalu meminum itu saat kau tidak ada di sisiku," tangan Jimin membelai lembut pipi Jennie, dari posisi di bawah mata turun perlahan ke pipi dan terus ke bawah hingga berakhir di bibir Jennie. "Aku sangat kebal soal kerinduan," Jimin menatap mata Jennie dalam.

Pikiran Jimin melayang ke belakang, kembali ke masa SMA-nya dulu. Ia juga pernah berada di posisinya sekarang dengan wanita lain yang wajahnya hampir sama dengan Jennie. Mereka berjanji satu sama lain untuk tidak meninggalkan satu sama lain. Namun sesuatu yang tidak Jimin ketahui, menyebabkan dia pergi.

"Aku juga pernah merindukan seseorang seketerlaluan dirimu, aku selalu meminum racun kerinduan itu, dan..." Jimin mencium bibir Jennie. "Kaulah penawarnya, sayang." lanjutnya.

Sweet Season (Yoongi X Jennie)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang