2. Hitam dan Putih

683 71 9
                                    

Jennie kembali lagi ke ruangan bernuansa krem. Dan disini dia harus memasang muka bahagia, menyimpang sedih dalam kepalsuan. Seakan-akan dia sangat senang disini, walau banyak yang mengusirnya. Padahal jauh di dalam hatinya ada luka yang belum sembuh. Luka yang menuntutnya untuk tetap disini.

"Pagi tuan Yoongi," sapa Jennie hangat. "Jadi, hari ini kita akan berlatih apa?" Lanjutnya.

"Aku ingin menggabungkan lagu 'Swan Lake' dengan alunan baru sesuai gayamu." Kata Yoongi

"Gayaku? Coba mainkan"

Yoongi duduk dan mulai memainkan gitarnya.

"Tunggu, itu lagu 'Black Rose', kau salah." Protes Jennie.

Yoongi lupa lagi. Akhir-akhir ini dia jadi sering lupa.

"Oh iya aku lupa," Yoongi terkekeh kecil.

"Astaga!!! Ada apa denganmu ha? Kau termasuk pelatih yang berpengaruh di Amerika. Kenapa sekarang kau jadi seperti ini?" Jennie tak percaya dengan yang terjadi sekarang. Kakaknya dulu pernah dilatih oleh Yoongi sebelum ia pindah ke sekolah ini dan sukses membuat kakaknya meraih banyak penghargaan.

"Ya karena aku kelelahan mengusrusmu." Elak Yoongi santai tanpa menatap Jennie yang sudah memasang wajah kesal tak karuan. "Bagaimana kalau kita gabungkan keduanya. Sepertinya menarik." Yoongi kembali bersuara.

"Terserah kau saja, minggir!" Jennie menyingkirkan Yoongi dari bangku piano lalu memulai melakukan gerakan manis pada jarinya.

Yoongi terdiam.

"Nada ini mengingatkanku sesuatu, tapi apa ya?" Gumam Yoongi dalam hati.
Jennie tak menghiraukan ide gila Yoongi untuk mengkolaborasikan dua nada berbeda itu. Dia memilih lagu 'Time to Grow' untuk menenangkan kekesalannya pada Yoongi. Kesal sekali menghadapi Yoongi si pelupa itu. Hampir semua nada yang ia memainkan, selalu berbeda dengan judul yang disebutkannya. Alasannya pun karena lelah mengurusnya, memangnya apa yang dia lakukan untuk mengurus Jennie. Dasar.

"Nadanya cantik. Tapi mulut mengerucutmu itu, memaksa orang enggan melihatmu." Sindir Yoongi seraya terkekeh kecil.

Jennie menghentikan permainannya lalu menatap Yoongi juga melemparkan senyum manisnya.

"Itu hakmu tuan Yoongi. Jika kau tak mau melihatku, kau boleh pergi. Aku tak membutuhkanmu." Setelah mengatakan itu, senyumnya pudar bagai diterpa angin.
Bagi Yoongi, itu sangat lucu hingga membuat pria itu tak berhenti tersenyum.

"Tapi itu tak berlaku bagiku. Aku suka melihatmu." Senyum Yoongi masih tercetak disana walau Jennie tetap fokus dengan pianonya dan memperdulikan Yoongi. Yoongi mendekati Jennie lalu berkata tepat di telinga Jennie. "Kau pasti membutuhkanku. Kau sangat membutuhkanku." Yoongi sedikit menjauh dari Jennie yang mulai menatapnya dengan tangan yang masih menari di atas pianonya. "Itu sebabnya aku kemari. Tak mudah menemukanmu, dan tak mudah juga memegang amanatnya." Yoongi berbalik hendak keluar dari ruangan itu sebelum suara Jennie menghentikan langkahnya.

"Tunggu! Bisa kau ulangi kata-katamu tadi? Cepat ulangi!" Jennie menghentikan kegiatannya dan menatap tajam kearah Yoongi.

Yoongi berbalik dan menatap hangat Jennie. "Aku bilang, aku suka melihatmu."
"Tidak Yoongi, bukan yang itu! Kau bilang amanat dan.." Kata Jennie berusaha memperjelas kata-kata Yoongi tadi.

Yoongi berpikir untuk mengingat kembali ucapan yang di maksud Jennie.

"Aku hanya mengatakan itu,  Akhh" tiba-tiba kepala Yoongi terasa sangat berat dan pusing.

"Aku harus minum obat sekarang." Yoongi berlari kecil meninggalkan ruangan Jennie.

"Siapa Yoongi sebenarnya." Jennie yakin, kehadiran Yoongi ada kaitannya dengan kakak tercintanya.

***

Suuuuurrppp
Kopi panas mengalir dari mesin pembuat kopi ke gelas berwarna hijau dengan label pohon yang menjatuhkan beberapa daunnya.

Setelah sekolah musik tutup pada pukul 4 sore tadi, Jennie berpindah di kafe 'Vastra'. Tempat kerja sekaligus rumahnya.

"Americano tanpa gula."

"Panas atau.. kau lagi." Bosan Jennie.

"Panas. Kau bekerja disini?" Tanya Yoongi menyelidik.

Jennie tidak menjawab, dia sibuk membuatkan kopi pesanan Yoongi.

"Duduk, aku akan mengantarkannya." Kata Jennie dingin.

Perbedaan kental itu sangat Yoongi rasakan. Disini Jennie lebih banyak diam dan cuek. Tidak angkuh dan banyak bicara seperti di sekolah musik. Yoongi tidak duduk, dia tetap berdiri di meja kasir dan terus memperhatikan Jennie.

"Kau masih harus menunggu 3 antrian lagi Yoongi." Kata Jennie tanpa melihat Yoongi.

"Aku ingin melihatmu." Untuk kedua kalinya Yoongi memberikan tatapan hangatnya walau Jennie sama sekali tak menganggap keberadaan Yoongi.

Setelah beberapa menit kopi Yoongi jadi.

"Ini," Jennie memberikan kopi Yoongi.

"Kau bilang akan mengantarkannya ke mejaku." Bukannya menerima kopi dari Jennie ia malah berjalan ke salah satu meja untuk duduk.

Jennie menghela nafas lalu menghampiri Yoongi dan memberikan kopi pesanannya.
"Silahkan." Jennie tersenyum walau terlihat jelas sangat dipaksakan seraya kembali ke meja kasir.

Namun ekspresi itu lucu Dimata Yoongi.
Yoongi menyeruput kopinya sambil sesekali tersenyum saat menatap Jennie yang tengah memasang wajah datar di sebrang sana.

"Kau bagaikan hitam dan putih Jennie. Mempunyai dua sikap yang sangat menarik." Ujar Yoongi masih menatap Jennie dengan senyum hangatnya. Untuk ketiga kalinya. Yoongi mengedarkan pandangannya. Kafe ini bernuansa putih dan piano putih dipinggir kiri menambah keindahan estetikanya. Piano itu dihiasi beberapa boneka salju dan boneka beruang berwarna biru muda. Sepertinya piano itu hanya pajangan. Yoongi kembali menatap Jennie kali ini senyum Yoongi memudar saat seorang pria tampan menghampiri Jennie lalu mengecup keningnya. Seketika itu juga senyum manis Jennie berikan dengan tulus tanpa dipaksakan seperti tadi.

"Siapa pria itu?" Heran Yoongi.

Jungkook datang hanya sekedar menyapa Jennie dan menggantikannya sebentar agar Jennie bisa makan malam. Setelah itu, Jungkook pamit pergi lagi dan akan pulang dini hari nanti untuk bekerja.

Sebelum pergi, Jungkook mengusap lembut rambut Jennie.
"Hati-hati Jungkook. Dan..." Jennie menunduk.

"Kaulah pulangku sayang, aku tidak akan tertarik pada wanita manapun kecuali kau. Kau tak perlu takut." Jungkook meyakinkan Jennie sambil memeluknya.

Sepasang mata masih memperhatikan mereka. Semakin lama mata itu semakin dekat, dekat, dan kini berjarak satu meter dengan mereka.

"Aku minta Americano lagi." Sahut Yoongi yang berhasil melepas pelukan mereka.
"Baik tuan, tunggu sebentar." Ramah Jungkook. Jungkook kembali menatap Jennie. "Aku pergi dulu." Tepukan lembut diberikan Jungkook sebelum dia benar-benar pergi.
"Siapa dia?" Tanya Yoongi setelah menerima kopinya.

"Dia kekasihku." Jennie menatap pintu. Tempat terakhir Jungkook terlihat tadi.
Dari sorotan matanya, Yoongi bisa membaca bahwa Jennie sangat mencintainya. Yoongi merasa pernah mengenal pria itu.

"Hey, kau sudah selesai? Aku juga ingin membeli kopi." Omel remaja dibelakang Yoongi.
Tanpa berkata apapun Yoongi menyingkir dan kembali ke mejanya.

Yoongi merasa tak terima Jennie telah menjadi milik orang lain. Dia merasa cemburu. Aneh. Di sekolah musik tadi dia biasa-biasa saja tapi disini, dia benar-benar tertarik. Yoongi seperti melihat sifat asli Jennie disini.

🎼🎼🎼
TBC Kawan...

Ternyata ada Jennie yang lain disini. Tapi kok Yoongi malah suka yang dingin sih. Mentang-mentang dia dingin pilih cewek dingin sembarangan... Eh kok

Episode kembali tayang Ges.. satu Minggu kerasa satu bulan yakk 😂😂 Mian ya kalo nunggu lama hehe

Untuk Melihatmu, Untuk Bertemu Denganmu~ Yoongi

Sweet Season (Yoongi X Jennie)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang