Chapter 13

321 9 0
                                    

Author POV

Ari memasuki area pekarangan rumahnya. Ya, tepat pada hari ini rumahnya selesai di perbaiki. Meskipun bayang-bayang kebakaran masih tersimpan di dalam ingatannya, ia tetap memamerkan senyuman yang semakin menambah ketampanannya.

"Assalamu'alaikum," Ucap Bi Imah yang masuk mendahului Ari dan Arvan.

"Wah, alhamdulillah ya Den. Rumahnya tambah cakep," Syukur Bi Imah.

Ari dan Arvan hanya dapat tersenyum lalu mengangguk bersamaan.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ari pun mengantarkan Bi Imah beserta barang-barangnya menuju ke kamarnya. Dia juga menyuruh Bi Imah untuk beristirahat terlebih dahulu. "Bi, istirahat dulu ya. Jangan masakin Ari sama Bang Arvan dulu, entar kita berdua pesen aja."

Tapi Bi Imah membantah, "gak lah den, masa Bi Imah gak masak..." Sebelum melanjutkan kalimatnya, Ari segera memotong.
"Udah lah Bi, istirahat dulu. Jangan bantah!" Ari mewanti-wanti.

Dan akhirnya Bi Imah menurut juga.
Lanjut, Ari melangkah keluar dari kamar Bi Imah. Jangan lupa, pagi ini dia juga harus berangkat ke sekolah.
Terbukti Ari langsung memakai seragam dan atribut sekolah lainnya, lalu menggendong tasnya.

Ari sampai di meja makan, dan melihat Arvan sedang menelepon seseorang. Nah loh, apa-apaan nih Bang Arvan? Batin Ari, penasaran.

"Oh, tanggal 20 Agustus ya? Boleh kok. Pas banget Kakak gak lagi sibuk pas hari itu."

"Ya, makasih ya Ka. Pokoknya tiada kesan tanpa kehadiran Kakak lah."

"Haha, lebay kamu Ca. kesan tanpa kehadiran kayak undangan ulang tahun aja."

Apaan tiada kesan tanpa kehadiran?! Lebay!!! Argh! Dasar Abang penikung adek sendiri! Amarah Ari sudah tersulut bak sebatang lilin yang dibakar. Bahkan bila dapat digambarkan, mungkin sudah ada asap mengepul di kanan kiri telinganya. Sumpah mungkin ini terlalu lebay.

"Eh, elo Ri. Cepetan sarapan! Ntar lo telat lagi, kan lucu gitu."

"Diem lo Bang! Gue lagi badmood nih. Mau gue gigit lo?!"

Mendengar ancama adiknya, Arvan jadi bergidik ngeri. Dia pun mengikuti apa perintah adiknya. Diam. Selesai menyantap setengah roti yang sudah diolesi selai kacang sebelumnya, Ari pun bergegas menuju pangkalan angkot guna berangkat ke sekolahnya.
Sebelum itu, tak lupa ia memakai penyamarannya sebagai Udin.

"Bang!" Panggil Ari, saat ada angkot lewat di depannya.

Setelah angkot berhenti, Ari pun masuk ke dalamnya dan duduk manis sambil menunggu sampai ke tujuan.

***

Byurr

"Bwahahahahahhahahahaha....!!!!"

Kesialan menimpa Ari, pagi ini saat dia melewati lorong sekolah seperti biasanya. Bukan kerumunan cewek-cewek, melainkan seember air yang menimpanya. Kerjaan siapa lagi, kalau bukan geng cap kaki tiga?

Ari hanya dapat mengusap seragam sekolahnya yang kini telah basah kuyup tersiram air.

"LO SEMUA NANTANGIN GUE LAGI YA?!"

"Mau ngelawan lagi anak momy? Entar kalah kek kemaren mau apa?" Ledek Deanda.

"Ya, entar lo mewek lagi." Tambah Ucup.

Dengan segala perasaan dongkol yang naik ke ubun-ubun, Ari pun tetap mencoba menjadi sabar dan berjalan ke kelasnya dengan keadaan basah kuyup. Persetan dengan malu, bahkan sekarang Ari tak merasakannya sama sekali.

The Most Wanted[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang