19| I'll Stand by You

42K 4.8K 4.2K
                                    

Sorry telat!

Semoga kalian ga bosen. Thanks all masih bertahan buat Oceanor.

Aku mau update sering tapi nanti jadi males komen pembacanya 😊

Oh, Ya. Kalian bisa dengerin playlist Oceanor di akun spotify-ku. Linknya di instagram idybooks (aku ss untuk yg ga pakai spotify)

 Linknya di instagram idybooks (aku ss untuk yg ga pakai spotify)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Share track favorit dong, yang udah denger.

— — —


Pakaian kami tanggal.

Aku tidak yakin, apakah sore itu bisa menjadi lebih buruk lagi bagi fisik kami berendam dalam keadaan telanjang. Sebab, Jeon membuatku merelakan segalanya sekali lagi. Dia bahkan tidak memberikanku kekuatan melarikan diri.

Perkataan Jeon seperti komando ketika dia menjebakku di bathtub, mengurungku ketika baju kami lepas. Entah bagaimana bisa semua ini terjadi. Jeon masih mabuk, satu kenyataan yang tidak bisa kuterima dalam berhubungan badan. Kini aku tidak ingin menerka, apakah di dalam dirinya ada libido yang memuncak atau hanya hasrat sekejap.

Entahlah, aku hanya tak suka. Pernah kubaca sebuah info dari situs daring, alkohol membuat imajinasi bebas, luas, dan melupakan kompromi. Tetapi Jeon membuatku melupakan fakta bahwa dia masih dikendalikan alkohol. Tak ada yang berbeda dari sentuhannya, dia memperlakukanku sama seperti malam kemarin. Lembut dan apa adanya hingga aku kalah dan menyerah.

Sentuhannya tak berubah. Setiap kali mata Jeon terbuka, gambaran cinta, harapan, amarah, kesedihan, kepedihan, dan ketakutan berbaur menyatu dalam benakku. Karena aku yakin, bagaimana pun kondisinya, Jeon takkan pernah melukaiku.

"Aku ingin mencicipimu lagi, Sayang."

Terdengar kotor. Kata-kata yang diucapkan Jeon dua puluh menit lalu agak kotor bagiku yang belum memiliki banyak pengalaman.

Tetapi, seolah tidak membiarkanku bernapas, Jeon terus-menerus menghujamiku dengan ciuman. "Ayo, basahan-bahasan, Runa." Sambil terus mencumbu pundak dan dadaku, itulah ucapan yang dia sebut lebih dari tiga kali.

Jeon mengusap kepalaku dari puncak, memintaku berteriak jika ingin, menjerit jika memang aku membutuhkan itu, dan berusaha membuatku tidak menahan keinginan untuk mencurahkan kenikmatan, sedangkan tangan lainnya menahan pinggulku di pahanya.

Ketika dia menjepit kulit leherku dengan belah bibirnya, aku menahan kepalanya. "Jangan tinggalkan jejak apa pun, Koch," pintaku setengah tercekat.

Gaunnya, acara makan makan malam... pikiran rasionalku menjadi pengganggu, aku harus menahan diri dan mendorong tubuhnya supaya tidak meninggalkan bekas apa pun yang bisa dilihat mata telanjang.

Jeon mencoba mencium lagi sisi yang lain. Tetapi aku terus berusaha melarangnya. Beruntung dia berhenti mendesakku, kemudian berhati-hati memasukiku. Napasnya yang berat dan panas berhembus kencang di dadaku.

OcéanorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang