30| Locked Your Prison

24.6K 4.3K 3.2K
                                    

Aku mematung.

Sepenuhnya kehilangan kemampuan bicara.

Segala aliran darahku seperti berhenti di satu titik hingga membuatku menahan napas selama beberapa detik. Meski begitu aku berpura-pura terlihat biasa saja saat wanita di depan sana berjalan sejajar denganku.

Kini suara bising bandara yang kerap menjadi penyebab kepalaku pusing tak lagi begitu terdengar. Satu-satunya suara yang paling berisik dan bergaung di telingaku hanya dari pikiran dan benakku.

Aku tak bisa bergerak barang sedikitpun. Tubuhku mirip kertas yang diremas dan dilempar ke lantai. Aku terus memperhatikan wanita itu yang sedang tersenyum padaku. Dia memang Go Ae Jin. Berjalan dan tersenyum tepat ke arahku.

Kebetulan macam apa ini?

Senyum Ae Jin berpijar hingga mau tak mau membuatku ikut tersenyum. Senyum palsu yang kadang-kadang harus kutunjukan untuk siapa pun.

"Apa kabar?" tanya Ae Jin dengan nada yang hampir-hampir kelihatan ramah hingga aku dibuat bingung apa tujuannya menyapaku.

Aku menarik napas dan tersenyum hampir-hampir kelihatan ramah seperti yang dia lakukan barusan. "Tadi itu terdengar seperti kalimat pembuka percakapan."

Perkataanku membuat senyum Ae Jin sirna beberapa detik sebelum ia kembali tersenyum sambil menyodorkan gelas kertas minuman panas. "Untukmu."

Aku menerima minumannya. Dibanding pertama kali melihat Ae Jin, aku sadar saat ini ada yang berubah dari tatapannya. Aku tidak tahu apakah itu sesuatu yang baik atau buruk.

Aku membaui aroma kopi itu ke bawah lubang hidung dan menutup gelas kopinya lagi, lalu berjalan mencari tempat sampah terdekat dan menceburkannya ke sana sebelum kembali lagi ke depan Ae Jin.

Ae Jin menyambutku dengan senyum kecil dan menunduk seraya berbisik lirih, "Apa yang sudah kulakukan hingga kau semarah ini padaku?" Dia mengangkat wajahnya. Masih ada bentuk senyum yang lebih mirip senyum sendu. "Tidak ada apa-apa di dalam kopinya. Aku tidak akan melukaimu, Shin Runa. Tidak akan pernah bisa."

"Go Ae Jin-ssi, kau tentu masih ingat apa yang kukatakan pada hari itu, kan, untuk tidak datang lagi. Jika kita tidak berhenti sekarang, keadaan akan bertambah tidak menyenangkan."

"Aku tahu," katanya. "Tetapi yang kau katakan hari itu terus mengusikku. Semua tuduhanmu, perkataan bahwa aku membuang Jeon, meninggalkan mantan suamiku karena kepedihannya, itu semua tak benar." Suaranya berubah mendalam. Kemudian ia menggeleng pelan. "Semuanya salah. Tuduhanmu salah, Shin Runa, semua ini semakin tidak menyenangkan untukku."

"Bukankah kau seolah-seolah mengatakan mantan suamimu seperti barang masa habis pakai yang kau buang?"

Ae Jin menarik napas. Kelihatan tak berdaya dengan ucapanku. Percuma saja dia mengubah suaranya semanis madu, atau membuat ekspresi selembut mentega. Aku tidak akan terpengaruh dengan wanita seperti ini.

"Kau menuduhku sama seperti keluarganya yang menghancurkanku. Aku tidak bercanda kalau Jeon punya banyak masalah yang belum kau tahu, Shin Runa."

Aku tidak menyukai kalimat itu. Aku ingin Ae Jin menarik kata-katanya kembali, karena aku merasa perkataannya tadi seperti mengirisku. Sudah kukatakan, aku lebih memahami siapa suamiku daripada ucapan wanita ini.

"Katakan saja tujuanmu."

"Bisa kita bicara di tempat lain?"

"Aku harus pergi sebentar lagi," ujarku dingin dengan separuh keyakinan wanita ini sedang merencanakan sesuatu dalam kepalanya.

Ae Jin tidak mengatakan apa-apa lagi. Tatapan kami masih saling mengunci, saling menunggu di seseorang di antara kami mengisi kesunyian yang kembali tercipta.

OcéanorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang