Kulitku merasakan dingin secara intensif. Hingga terpaksa setibanya di bandara Gimpo aku membeli serta mengganti kausku dengan baju rajut leher tinggi lengkap dengan mantel daripada membongkar isi koper.
Pukul setengah sembilan malam, mobil yang dikendarai Jeongmin tiba di jalan Namchang. Baru melewati kantorku. Riuh bising tak ayal berbeda dari sebelum kami pergi. Masih seputar gemelip ibu kota. Namun sejauh ini aku bersyukur kami belum menjumpai kemacetan.
Roda mobil berhenti total di lampu merah. Sepanjang perjalanan, aku tidak banyak bicara. Jeon juga urung bertanya. Tampaknya dia memang tidak kasihan dengan rasa penasaranku. Sialnya, rasa penasaranku bisa lebih parah ketimbang sakit pinggang datang bulan.
Aku gelisah, tak tenang, dan ingin segera mendengar kisah Han Taejoon darinya. Tetapi aku tahu, ditodong dengan cara apa pun Jeon tidak bakal memberikan jawaban sekarang.
Sampai detik ini aku masih belum mengerti apa yang salah dari Han Taejoon. Kenapa pria itu berlutut? Kenapa wajahnya lesu? Kenapa semua orang memandangnya dengan cara yang berbeda.
Sejujurnya, sekali lihat aku bisa memafhumi seperti apa Han Taejoon. Di mataku dia bukan pria yang punya kemungkinan membuat skandal atau sekedar menggoda wanita sembarangan. Pria itu kelihatan sepadan dengan Jeon.
"Data kuartal tiga dari berbagai sektor sudah kau dapatkan?" Jeon bertanya dengan iras serius. Dia duduk di sampingku, tepat di belakang kursi Jeongmin. Sejak tadi tatapannya tak lepas dari layar iPad yang menyuguhkan portal Enterprise.
"Givenchy naik satu peringkat pada kuartal pertama setelah meluncurkan koleksi sneaker ditunjang berbagai selebriti papan atas. Terakhir mereka mendaulat Ariana Grande sebagai model musim dingin."
"Palm Angles?"
"Mereka masih bertahan di posisi sebelumnya dengan koleksi Under Armour."
Jeon mengangguk mengerti. Ia berkutat kembali dengan elektroniknya.
Aku masih mengamati setengah fitur wajah Jeon ketika dia kembali membuka suara. "Tahun depan aku ingin punya wajah baru untuk tema Colorism dan Devinity Essence. Bagaimana dengan Beyoncé?"
Sekarang aku bisa melihat langsung apa dia lakukan di mobil sementara Jeongmin menyetir. Melihat Jeon membicarakan pekerjaan membuatku terkesima. Seksi sekali. Pesona Jeon saat sedang membahas urusan kantor seolah berbading terbalik 180 derajat ketika berada di rumah. Sosoknya yang mengitimidasi dan tak banyak mengumbar senyum membuatku merinding.
Jeongmin berdeham, sekilas menoleh. "Adidas dan Beyoncé masih bekerja sama, Presdir."
Aku bisa mendengar Jeon menarik napas pasrah.
"Tapi, Presdir, untuk musim selanjutnya beberapa merek mulai mengganti dengan para penyanyi muda Billboard," ucap Jeongmin memberi masukan.
Atas saran itu Jeon membuka tab baru dan mengetikkan kata pencaharian Spotify's Global Top Lists. Dia menghembuskan napas sembari memijat ujung pelipisnya. "Baiklah. Kumpulkan semua daftar artis dan pencapaian mereka. Serahkan ke kantorku besok. Aku akan mempertimbangkannya sendiri."
Jeongmin hanya sedikit menganggukkan kepala.
"Bagaimana dengan Vogue?" tanya Jeon tanpa mengangkat kepala. "Mereka setuju memberi kita dua editor?"
"Mereka akan memberikan kita editor terbaik. Menganalis sembilan belas tahun terakhir mereka juga setuju terkait konsep warna kulit beragam."
"Berapa peringkat kita hari ini?" Jari tengah Jeon menggilir layar. Membalik halaman web, mencari-cari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Océanor
FanfictionBagaimana jika kau menikah dengan pria yang sulit disentuh meski dia adalah milikmu? • Aku mengalaminya. Aku sedang menjalaninya. Aku menikahi pria yang tidak tersentuh. Sering sekali aku bertanya, mengapa kami tidak bisa melakukan kontak fisik sepe...