JIYONG menyusuri jalanan kota Seoul dengan perasaan khawatir yang terus saja menyergapnya. Suara serak Lalisa memenuhi isi kepala pria itu. Panggilan telepon yang dilakukan oleh gadis itu membuat Jiyong cemas. Lalisa terus saja mengatakan Oppa, jebal.
Deru nafas Lalisa bahkan bisa terdengar dari sambungan telepon itu. Jiyong menanyakan dimana keberadaannya, namun Lalisa hanya diam dan terus berkata Oppa, jebal, membuat Jiyong frustrasi karenanya. Hingga akhirnya Lalisa mengatakan sesuatu, sebuah tempat yang membuat Jiyong berlari dengan terburu-buru menuju tempat parkir.
Mobil Jiyong memasuki sebuah distrik padat penduduk. Sebuah gedung apartemen berlantai empat terlihat jelas dari tempat Jiyong berada.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat pria itu sampai di depan gedung apartemen itu.
"Apa ini tempatnya? Gedung ini bahkan tidak layak untuk dikatakan sebagai gedung apartemen," gumam Jiyong.
"Apa aku salah tempat? Tapi, Lalisa bilang dia berada disini. Lagipula tidak ada lagi gedung apartemen yang berdiri di blok ini selain gedung ini," ujar pria itu sedikit ragu.
Jiyong melangkah memasuki gedung apartemen itu dengan rasa ragu dan khawatir. Di ujung lorong lantai empat, Jiyong menemukan unit apartemen dengan nomor pintu 327. Nomor yang tadi Lalisa sebutkan sebelum gadis itu mematikan panggilan teleponnya.
Jiyong membuka pintu apartemen yang tidak tertutup rapat tersebut, memasukinya dan terpaku dengan pemandangan di hadapannya.
Apartemen kecil itu tampak berantakan. Pecahan vas bunga berserakan. Kantung belanjaan dengan isi yang berhamburan di depan pintu masuk. Sebuah sepatu tergeletak di lantai dapur, entah kemana pasangannya yang lain. Kursi makan yang sudah tidak berdiri di tempatnya.
Jiyong beralih ke ruangan yang lain. Tidak banyak ruangan di apartemen itu. Hanya ada dapur di sisi kiri dan sebuah ruangan lain di sisi kanan.
Jiyong melangkah memasuki ruangan yang merupakan sebuah kamar. Disana, di atas karpet tubuh Lalisa tergeletak. Potongan rambut berserakan di sekitarannya.
"Lalisa?!" seru Jiyong seraya menghampiri tubuh gadis itu.
"Sayang? Lalisa?" panggil Jiyong pelan.
Pria itu menelan ludahnya paksa, wajah cantik itu penuh luka. Dahinya mengeluarkan darah, bahkan darah itu sudah mengalir di sisi wajahnya.
Jiyong meringis saat menghapus noda darah di sisi wajah Lalisa. "apa yang terjadi, Sayang? Kenapa kau bisa seperti ini?" tanya Jiyong.
Kelopak mata gadis itu bergerak. Perlahan-lahan Lalisa membuka kedua matanya. Senyum terkembang di wajahnya.
"Don't smile! Senyummu tidak ada manis-manisnya dengan wajah lebam seperti itu, Lalisa."
Kekehan kecil terdengar. Gadis itu tersenyum tipis. "Kupikir kau tidak akan datang," ujarnya dengan suara serak.
"Mana mungkin aku tidak datang saat tahu kau meminta pertolonganku, Sayang," sahut Jiyong sembari mengusap rambut Lalisa yang bentuknya kini sudah berantakan. Kedua sisinya tidak seimbang.
"Rambutku jelek sekali 'kan, Oppa?" tanyanya.
"Anniya- rambutmu masih sama bagusnya, Sayang. Aku akan merapihkannya nanti. Aku akan membuatnya jauh lebih indah dari yang sekarang. Okay?"
"Dia melakukannya. Dia melakukannya lagi. Apa salahku? Kenapa dia begitu membenciku? Bukan salahku, jika dia pergi. Aku-aku tidak pernah meminta untuk-untuk-aku-aku-"
Lalisa meracau. Gadis itu mengatakan hal-hal yang sama sekali tidak Jiyong ketahui.
Pria itu memeluk Lalisa, menenangkan gadis yang tengah kacau itu. "sstt! Tenanglah, Sayang. Aku ada disini. Aku janji, dia tidak akan berani menyentuhmu lagi," ujar Jiyong berusaha untuk memberikan kenyamanan pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance (JILICE) Happy Ending Version
FanfictionIni tentang kisah cinta antara dua anak manusia. Kwon Jiyong dan Lalisa Park. Dua kepala dengan pemikiran rumit. Dua hati dengan banyak lubang mengangah di dalamnya. Dua kehidupan yang sialnya tidak sesempurna di depan kamera. "But, you plus me sadl...