Episode 15

2.9K 282 29
                                    

KEMUNCULAN Tae-hyun membuat Lalisa kembali ke kebiasaan lama gadis itu. Lalisa akan kesulitan tidur di malam hari. Gadis itu tidak akan mau berada di tempat gelap sendirian. Dia akan mengalami gangguan makan. Lalisa bahkan akan mudah terkejut dengan sentuhan dalam bentuk apapun. Seperti saat ini, gadis itu tidak sengaja menjatuhkan piring karena terkejut ketika kulit tangannya bersentuhan dengan kulit tangan Jiyong.

"Biarkan saja, Sayang. Biar aku yang membersihkannya. Sekarang duduk saja disini, okay?" tutur Jiyong sembari menuntun Lalisa untuk duduk di kursi makan.

Gadis itu memandang Jiyong yang tengah membersihkan pecahan piring kemudian menundukkan kepalanya. Lalisa merutuki dirinya yang tidak bisa mengendalikan diri.

Jiyong melirik Lalisa dari ujung matanya. Kepala Lalisa menunduk, kekasihnya itu tengah menatap lantai di bawahnya. Jemari-jemari lentik itu saling meremas. Tampak gelisah.

Satu minggu yang lalu, ya tepatnya satu minggu yang lalu. Sejak kepulangan gadis itu yang mengejutkan Jiyong dan dua teman segrupnya. Sejak kejadian dimana Lalisa menjerit histeris. Sejak dimana kekasihnya itu menangis dengan begitu pilu, sejak itu pula Jiyong sadar ada yang salah dengan kekasihnya itu.

Lalisa jadi lebih banyak diam, bahkan dua hari lalu dia mengurung diri di kamarnya. Entah apa yang dilakukan gadis itu disana. Jiyong yang khawatir tidak bisa berbuat banyak, pasalnya Lalisa tidak mengijinkan dirinya untuk masuk.

Setelah memastikan tidak ada lagi pecahan piring yang berserakan di lantai, Jiyong melangkah menghampiri kekasihnya. Pria itu berjongkok di hadapan Lalisa. Meraih tangan yang bergetar itu. Menggenggam jemari-jemari yang terasa dingin di kulit tangan Jiyong.

"Sayang...." panggilnya.

Lalisa mendongakkan wajahnya. Menatap Jiyong yang tengah memandangnya lembut. Kedua mata pria itu menyiratkan kekhawatiran dan Lalisa tahu dialah sumber kekhawatiran Jiyong.

"Apa ada yang menganggumu, Sayang?"

Lalisa menggelengkan kepalanya pelan. Gadis itu tersenyum. Senyum yang tidak sampai ke matanya dan Jiyong tidak suka itu.

"Lalisa tidak mau bercerita pada Oppa? Lalisa lebih suka melihat Oppa khawatir seperti ini?"

"Anniyo...."

"Lalu, ada apa, Sayang? Kenapa kau-"

"Aku rindu rumah. Rindu Eomma. Rindu Chae-young. Aku merindukan keluargaku, Oppa," dusta Lalisa dan sebulir air mata menetes, mengalir membasahi wajah gadis itu.

Nafas Jiyong tercekat. Pria itu baru saja sadar bahwa Lalisa memiliki keluarganya sendiri. Gadis itu masih memiliki Ibu dan saudari yang harus ia beri kabar. Selama tinggal di apartemennya, Lalisa tidak pernah sekalipun meminta ijin untuk mengunjungi keluarganya. Ya, Tuhan bagaimana aku melupakan hal itu, keluh Jiyong.

"Ssst! Jangan menangis, Baby," ujar Jiyong sembari menghapus air mata di pipi gadisnya itu.

"Kau ingin pulang? Kau merindukan Eomma, hm?" tanya Jiyong lembut, namun tangisan Lalisa semakin keras dan terdengar pilu.

Jiyong berdiri kemudian menarik Lalisa ke dalam sebuah pelukan. Gadis itu membenamkan wajahnya di perut Jiyong, memeluk pinggang pria itu erat.

"Kita akan pulang. Aku akan mengantarmu pulang hari ini. Jangan menangis, Sayang. Oppa merasa tidak berguna, jika melihatmu seperti ini,"

Maafkan aku. Maaf karena sudah membohongimu, Oppa, batin Lalisa.

.
.
.

Mobil sport Jiyong terparkir di depan sebuah rumah bergaya modern. Pagar setinggi dua meter mengelilingi kediaman itu. Jiyong menghembuskan nafasnya pelan, disebelahnya sang kekasih masih setia diam dengan kepala tertunduk dalam.

Bad Romance (JILICE) Happy Ending VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang