Episode 23

3.2K 331 103
                                    

Melepasmu, bukan keinginanku.
Tetapi ditetapkan menjadi takdir.
Menjadi tegar bukan pilihanku.
Tapi, itu menjadi satu-satunya jalan keluar.


HARI ini Jiyong diundang di sebuah talk show. Pria Kwon itu duduk di sebuah kursi dengan menghadap kamera. Di sisi kanan dan kirinya tiga orang pembawa acara dan seorang bintang tamu lain juga turut menghadap ke arah kamera.

Jiyong terus menerus menebar senyuman di sepanjang acara. Menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan pembawa acara padanya. Tersenyum geli saat salah satu pembawa acara menjahili bintang tamu satunya dengan pertanyaan jebakan.

"Jiyong-ssi," panggil salah satu pembawa acara dan Jiyong menoleh ke arahnya. "Sudah satu tahun berlalu sejak kau mengalami kecelakaan itu. Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanyanya.

"Hyung, bagaimana bisa kau bertanya di saat akhir seperti ini? Seharusnya kau bertanya di menit-menit awal. Kau seperti pembaca acara amatiran saja," cibir Kim Heechul, salah satu pembawa acara disana.

Jiyong tersenyum kecil, dia tidak mempermasalahkan perihal baru ditanyakannya pertanyaan itu saat diakhir seperti ini. Karena sesungguhnya Ia masih sedikit enggan membahas mengenai kecelakaan yang terjadi tahun lalu itu. Namun, entah mengapa hari itu Jiyong dengan lancar mengatakan setiap detail soal kejadian buruk yang menimpanya tersebut.

"Aku sudah baik-baik saja. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Jadi, untuk para penggemarku mari kita lupakan tentang insiden itu. Karena sejujurnya, aku juga sudah tidak mengingatnya lagi," ucapnya setelah menjelaskan kronologi kecelakaan tersebut.

Beberapa saat kemudian salah satu pembaca acara yang paling senior mengajukan sebuah pertanyaan untuk para bintang tamu yang datang di acara tersebut.

"Untuk mengakhiri acara ini, adakah hal-hal yang ingin kalian sampaikan? Untuk para fans, teman, keluarga atau siapapun yang saat ini begitu ingin kalian dengarkan suaranya," ucapnya.

Salah satu bintang tamu lain yang seorang wanita itu mengatakan, jika dia sangat merindukan Ibunya. Ibunya sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Dia sangat ingin mendengarkan suara Ibunya.

Bintang tamu itu menangis, tidak sampai terisak namun membuat suasana di studio itu menjadi haru. Merindukan seseorang yang sudah tidak ada adalah sebuah kerinduan yang luar biasa menyakitkan. Kau tidak bisa menemuinya. Kau hanya bisa mengenang kebersamaan kalian. Hanya kenangan-kenangan bersamanya yang bisa membuat rindumu terobati sedikit demi sedikit.

Jiyong menyodorkan beberapa lembar tisu, lalu menepuk pelan punggung wanita itu. Dia tahu bagaimana rasanya merindukan seseorang. Dia sangat paham bagaimana sesaknya menahan sebuah kerinduan itu.

Kini giliran Jiyong yang harus berbicara. Awalnya Jiyong bingung harus mengatakan apa, hingga sebuah ide muncul begitu saja di dalam kepalanya.

"Ada seseorang yang begitu kurindukan. Aku tidak tahu dia ada dimana sekarang. Tapi, aku harap dia mendengarkan ini," ucapnya diawal perkataannya.

"Aku tahu, sangat berat dan sulit untuk kembali padaku. Dan aku tahu benar, ketakutanmu yang tidak ingin terluka lagi. Aku membuatmu menangis dengan semua kata-kata kasarku. Aku membuatmu terluka dengan semua perbuatanku. Tapi, sungguh aku menyesal. Maafkan aku," Jiyong terdiam. Mendadak dadanya terasa sesak.

Pria itu memejamkan kedua matanya. Orang-orang yang melihatnya dapat merasakan keputusasaan pria itu. Jiyong menelan ludahnya dengan susah payah. Tenggorokannya terasa kering. Dengan suara serak, pria itu kembali berucap, "Kau tahu, Sayang? Di setiap malam aku berharap kau datang di mimpiku. Berharap kita bisa saling mencintai seperti dahulu. Tolong, sekali saja, aku ingin melihatmu. Tidak apa-apa, jika aku harus kehilangan segalanya,"

Bad Romance (JILICE) Happy Ending VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang