Episode 24

3.7K 348 184
                                    

BANDARA Incheon tampak riuh sekali pagi ini. Pemuda pemudi berlarian masuk ke dalam bandara. Mereka bahkan berteriak histeris dengan kamera ponsel yang menyala.

Beberapa wartawan lokal pun sama hebohnya dengan para pemuda pemudi itu. Kamera mereka menyorot pada segerombolan pemuda-pemuda yang baru saja keluar dari terminal kedatangan.

Mereka adalah Treasure. Boy Grup YG Entertainment yang sedang sangat naik daun. Dua belas pemuda tampan yang mampu mengalihkan dunia para gadis-gadis. Baru tiga tahun debut, tapi Treasure sudah mendapatkan popularitas dan prestasi yang tidak bisa diremehkan begitu saja. Mereka adalah idol generasi keempat paling bersinar.

Lalisa berjalan keluar dari terminal kedatangan bersamaan dengan Boy Grup tersebut. Ia dapat melihat puluhan manusia dengan berbagai spanduk dari kejauhan. Bibirnya terangkat ke atas. Lalisa jadi merindukan masa lalu. Dia pernah ada di posisi ini dahulu, orang-orang meneriaki namanya. Menyambut kedatangan dimanapun Ia berada.

Waktu begitu cepat berlalu, pikirnya. Sudah satu tahun sejak kepergiannya dan Lalisa kembali lagi ke tanah kelahirannya. Gadis itu berjalan mantap keluar dari dalam bandara. Meninggalkan kerumunan yang menyesakkan di belakangnya itu. Tidak ada satu orang pun yang menyadari kedatangannya dan Lalisa bersyukur atas itu.

Taksi yang Lalisa tumpangi berhenti di sebuah hotel bintang empat. Lalisa sudah melakukan check in jauh-jauh hari, jadi gadis itu tidak perlu repot-repot mengisi data. Gadis itu hanya menghampiri meja resepsionis, menunjukkan bukti transfer dan kartu identitasnya, lalu wanita dibalik meja resepsionis itu memberikan sebuah kunci dengan nomor 188 padanya.

"188, huh? Kenapa hal-hal tentangmu masih begitu melekat di hidupku?" bisik Lalisa pada dirinya sendiri.

Gadis itu kemudian masuk ke dalam lift dan menekan nomor delapan di tombol angka. Hotel tempat Lalisa menginap hanya terdiri dari sepuluh lantai dan kamar Lalisa berada di lantai delapan. Di lantai delapan, di ujung lorong sebelah kanan. Gadis itu menempelkan key card pada sensor pintu, lalu meraih knop pintu dan masuk ke dalam.

Sedikit peregangan lalu Lalisa membaringakan tubuhnya di atas kasur. Perjalanan dari Swedia ke Seoul benar-benar menguras tenaganya. "Sebaiknya aku istirahat sebentar, setelah itu aku akan mampir ke rumah- ah, tidak! Aku harus mengunjungi Appa lebih dahulu," ujarnya, dan tidak beberapa lama kemudian gadis itu sudah terlelap.

.
.
.

Lalisa terbangun di pukul dua belas siang. Gadis itu langsung bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit berlalu, Lalisa keluar dari dalam kamar mandi dengan dress hitam selututnya. Surai hitamnya Ia biarkan tergerai bebas tanpa hiasan apapun.

Sebuah taksi online sudah menunggu Lalisa di depan gedung hotel tempatnya menginap. Tanpa membuang-buang waktu lagi. Gadis itu langsung bergegas masuk dan meminta sang supir taksi untuk membawanya ke sebuah area pemakaman di Tenggara kota Seoul.

Tiga puluh menit berlalu dan taksi yang di tumpangi oleh Lalisa mulai memasuki kompleks pemakaman. Lalisa turun dari dalam taksi. Pandangannya menyapu ke sekeliling. Apa tidak ada pengunjung lain yang datang? tanyanya dalam hati.

Area pemakaman terlihat sepi, tapi begitu tenang dan terawat. Bunga-bunga tumbuh subur dengan pohon rindang yang luar biasa banyak. Dedaunannya pun berguguran.

Di kompleks pemakaman itu, kesunyian menyambut dirinya. Ya, sejauh mata memandang, yang ada hanyalah nisan kelabu berderet rapi. Beberapa dihiasi dengan bunga sedangkan banyak lainnya kosong, menandakan nisan itu tak dikunjungi oleh siap apun.

Lalisa membelai salah satu nisan saat Ia lewat, membayangkan betapa sepinya sendirian dan terlupakan. Rasa bersalah mencengkeram hatinya, membuat langkah wanita muda itu terhenti.

Bad Romance (JILICE) Happy Ending VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang