LALISA mengernyit dalam saat mendapati dirinya kini berjalan tanpa alas kaki, menyusuri jalan setapak dengan hamparan rumput hijau sejauh mata memandang. Gadis itu mengenakan sebuah gaun berwarna putih berenda dibawah lutut yang melekat pas ditubuhnya. Rambut hitam berponinya terurai indah sebatas punggung. Dimana aku? Batinnya bingung.
"Eomma?!"
Suara merdu itu terdengar manis ditelinganya. Membuatnya berpaling ke semua penjuru angin untuk mencari sumber suara. Nihil. Selain hamparan padang rumput tak ada hal lain yang bisa ditemukannya ditempat ini.
"Eomma?!"
Panggilan itu kembali terdengar, membuat napas Lalisa memburu dan tanpa disadarinya ia berlari kencang tak tentu arah untuk mencari sumber suara.
Apa ini? Kenapa air matanya mengalir tanpa sebab? Tanyanya di dalam hati saat air matanya turun, lalu menghilang bersama tiupan angin yang menyapu wajah cantiknya. Lalisa berhenti berlari saat tiba-tiba pemandangan di depannya berubah seketika. Kini ia berada disebuah taman yang di pagari oleh pagar emas berukiran rumit. Bunga-bunga yang bermekaran ditaman ini terlalu indah untuk disebut nyata. Berwarna-warni, mengundang kumbang serta kupu-kupu untuk menghisap sarinya. Wanginya begitu harum, membuat Lalisa untuk sesaat terhipnotis dan lupa akan tujuan awalnya.
Kedua matanya mengerjap saat ia mendengar suara tawa gadis kecil dari kejauhan. Seolah disadarkan, ia pun kembali berjalan, semakin cepat dan cepat hingga akhirnya ia berlari kencang untuk mencari sumber suara itu.
Lalisa meremat gaunnya, dadanya bergemuruh, ada perasaan aneh saat kedua iris gelap matanya menangkap sosok gadis kecil berambut hitam berponi yang tengah berlari riang diantara hamparan bunga tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
"Kau, siapa?" pertanyaan itu meluncur dari tenggorokannya yang terasa kering.
Gadis kecil berusia lima tahun itu berhenti berlari, namun wajahnya masih berekspresi riang. Rambut panjang berponi gadis kecil itu seolah menari oleh tiupan angin, kedua iris matanya yang gelap terlihat bersinar saat menatap sosok Lalisa yang berdiri mematung tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
"Eomma tidak mengenalku?" gadis cilik itu balik bertanya sembari memiringkan kepalanya ke satu sisi. Kaki gemuknya bergerak lincah, dengan ekspresi lucu ia berlari ke arah Lalisa lalu memeluk kedua kaki Lalisa dengan lembut.
"Aku putrimu," tambahnya sembari mendongakkan kepala. Mulutnya tersenyum, begitu cantik, begitu murni.
Tubuh Lalisa bergetar seketika. Dengan gerakan pelan ia berlutut, mensejajarkan tubuhnya dengan gadis cilik yang mengaku putrinya. "Putriku?" tanyanya tercekat. Ditatapnya penuh cinta sosok gadis kecil itu yang tengah asyik memainkan rambut milik Lalisa. Suara tawa menyenangkan itu kembali terdengar, membuat hati Lalisa mencelos.
"Kau putriku?" tanyanya lagi, memastikan. Bagaimana bisa seorang malaikat kecil dihadapannya ini menjadi putrinya?
"Kau tidak boleh berbohong, Sayang," ucap Lalisa dengan mulut bergetar. Ia mengecup kedua pipi tembam milik gadis itu, lalu merengkuh tubuh puterinya ke dalam pelukannya.
"Aku memang putrimu," jawab gadis kecil itu riang. "Tapi Eomma harus pulang," tambahnya membuat kening Lalisa mengernyit dalam.
"Appa akan sedih jika Eomma terus disini," ujarnya membuat degup jantung Lalisa bertalu hebat. "Aku akan menunggu Eomma dan Appa disini. Jika sudah tiba saatnya kita akan kembali bertemu," tukasnya yang terdengar seperti sebuah janji. "Pulanglah, Eomma. Aku akan mengantar Eomma untuk kembali."
* * *
Perasaan hampa dan kosong memenuhi Lalisa saat Ia terbangun pagi ini. Samar Ia mendengar suara jeritan tertahan seorang wanita muda yang amat dikenalnya. Chae-young Eonnie. Kenapa kakaknya bisa ada disini? Ada dimana dia sekarang? Pertanyaan itu berputar di dalam kepalanya yang masih berdenyut sakit. Lalisa mengerjapkan mata, mencoba membiasakan diri dengan sinar terang yang terasa menusuk indra penglihatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance (JILICE) Happy Ending Version
FanfictionIni tentang kisah cinta antara dua anak manusia. Kwon Jiyong dan Lalisa Park. Dua kepala dengan pemikiran rumit. Dua hati dengan banyak lubang mengangah di dalamnya. Dua kehidupan yang sialnya tidak sesempurna di depan kamera. "But, you plus me sadl...