'Kamu tuh bisa gak sih, sekali aja jadi kayak anak tetangga yang baik banget itu'
'Jadi anak tuh yang pinter, jangan kebanyakan bercanda kalau sekolah nilai kamu jadi jelekkan'
'Makanya sekolah tuh belajar jangan main terus, kelayapan terus. Udah tau ujian malah main aja sampai gak inget pulang. Lihat tuh anak temen mama dia bisa juara 1, karna apa? karna dia belajar gak kayak kamu main terus yang kamu tau, punya otak tuh buat apa, buat mikir yang penting-penting bukan buat mikir main'
'Kamu sehari gak bikin orang tua kesel bisa gak sih, kakak-kakak kamu gak pernah tuh bikin kesel, kamu malah bikin kesel setiap hari. Capek tau gak, capek. Jadi anak bukannya bikin bangga malah bikin susah'
Setiap hari, kata-kata itu selalu ku dengar. Mamaku selalu membandingkanku dengan anak orang lain. Kadang, aku berniat mengakhiri hidupku dengan cara yang gila. Pernah sekali saat sekolah, aku mengores pergelangan tanganku dengan cermin yang dibawa teman perempuanku ke sekolah.
"Ma, hari ini aku pulang agak larut bolehkan?" tanyaku meminta izin pada mama yang sedang mengoleskan selai coklat pada roti milik kakak keempatku. Oh ya, aku anak kelima dari lima bersaudara.
"Ngapain?" tanyanya tanpa menghentikan kegiatan dan menatapku. "aku ada tugas kelompok, karna aku gak mungkin pulang dulu trus pergi lagi, jadi aku langsung pergi aja" ujarku menjelaskan. "Alah bohong paling ma, jangan percaya sama Zeyu dia-kan tukang bohong, paling-paling juga main sama temennya ke game center kayak waktu itu" kata gegeku mencoba membuat mama tidak mengizinkanku.
"Enggak ma, aku gak bohong, kalau mama gak percaya, mama bisa telfon Hanyu" ujarku menyakinkan kalau aku tidak berbohong. "Sama aja paling kalian udah kerja sama" kata kakakku lagi. "Ge, gege tuh kenapa sih gak pernah percaya sama aku? kenapa gege selalu jelek-jelekin aku di hadapan mama?" ujarku sedikit emosi, "karna kamu itu memang jelek, gak perlu dijelekin juga kamu itu memsng udah jelek. Ayo ma, berangkat dari pada ngurusin anak gak guna kayak dia".
Lima belas tahun, lima belas tahun sudah aku hidup dalam kesendirian dan kebencian. Seluruh keluargaku membenci diriku, papaku, mamaku, ke-empat kakakku, bahkan nenekku yang sudah pikun juga benci diriku.
Satu-satunya yang tidak membenciku dan menganggap kehadiranku adalah kelima temanku, Hanyu, Zihao, Xinlong, Mingrui, dan Shuyang. Kelima temanku yang menyebut diri mereka Boy Story. Mereka selalu mendukung dan memberiku semangat, mereka alasan aku ingin bertahan, aku ingin bahagia bersama mereka, aku ingin membuat kisah yang indah bersama mereka, tapi mungkin itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini.
Setelah menghabiskan sarapan dan membagi keluh kesahku aku berangkat ke sekolah. Berbeda dengan kakak yang berangkat dengan diantar mama, aku berangkat sendiri naik bis dengan menggunakan uang saku kemarin.
Aku memang jarang mendapat uang saku dari mama, karna itu aku harus pintar-pintar menhemat uang, kalau tidak, aku tidak bisa berangkat ke sekolah.
Sampai sekolah aku bertemu Shuyang, seperti biasa anak itu memberiku senyuman khas anak kecil miliknya, benar-benar manis.
"Good morning, Yu Zeyu" sapanya yang tidak pernah ku dapat dari keluargaku, "morning Ren Shuyang, are you happy today?" balasku, "sure".
Setelah itu kami masuk ke kelas kami dan bertemu yang lain, "dimana Zihao?" tanyaku pada temanku yang berkumpul di bangkuku dan Xinlong, "seperti biasa dia telat, mentang-mentang rumahnya dekat dengan sekolah dia tidak mau berangkat pagi" jawab Xinlong yang iri dengan lokasi rumah baru Zihao karna hanya berjarak 200 meter dari sekolah.
"Morning everybody!!" nah kan yang dibacarakan datang. "tumben kau datang pagi, ini lima menit lebih awal dari biasa-nya kau datang" seru Xinlong, "hehe hanya ingin saja".
KAMU SEDANG MEMBACA
boy story | love story (oneshoot)
De TodoBerisikan oneshoot fanfiction dari boygrup termuda JYPentertaiment, Boy Story dg segala romansa manis atau pahit dari sebuah hubungan. ~Hiatus sampai dapat inspirasi