Seorang pria datang dengan baju santai miliknya. Ia langsung duduk di kursi. Menatap makanan yang dibuat Nami untuknya.
Dia memakannya dan Nami terus menatap ke arahnya. Levin sangat menyadari jika gadis itu sejak tadi menatapnya.
Nami merasa perutnya perih. Sudah dua kali hari ini telat makan. Bisa-bisa maagnya kambuh. Dia mengusap pelan perutnya.
"Khm, makan yang kamu buat terlalu banyak!" ketusnya. Padahal dia ingin mengajak Nami untuk makan. Akan tetapi, terlalu gensi untuk mengatakan.
"Maaf," lirih Nami.
Levin mengambil tissu dan melap bibirnya. Ia menatap Nami tajam.
"Buang saja makanannya. Saya sudah kenyang," ujar Levin.
"Ta--tapi 'kan, sayang makanannya mubazir," ujar Nami.
"Terserah. Kalau tidak mau buangz ya makan!" Levin berdiri dan meninggalkan Nami.
Nami menatap makanan itu dengan tatapan pengen. "Makan gak, ya?" gumamnya.
Akhirnya dia memilih untuk makan daripada membuangnya. Ia begitu lahap makan sampai tidak menyadari jika Levin melihatnya lewat CCTV.
"Ah! Apa yang dia lakukan kepadaku?!" ujar Levin dan menutup laptopnya. Ia merasa Nami brrbuat sesuatu sampai dia ingin mengswasi ketat gadis itu.
Setelah Nami makan, ia membereskannya dan ingin pamit pulang.
Ia melihat Levin duduk di sofa ruangan. Pria itu terlalu serius menatap laptopnya.
"Pak Levin," panggil Nami.
"Hm," dehem Levin. Ia tidak menatap Nami. Berusaha cuek.
"Saya ingin pulang dulu," ujar Nami, "dan terima kasih makananya."
Levin yang mendengar Nami ingin pulang seger menatap gadis itu tajam. Entah kenapa dia tidak suka jika Nami ingin pergi darinya.
"Pulang saja!" ketusnya. Nami sampai kaget. Ia merasa Bosnya terlalu sering marah.
"Mungkin dia banyak kerjaan sampai marah-marah," batin Nami.
Dalam hati Levin gelisah. Ia masih ingin Nami di sini. Dia segera mutar otak agar Nami tetap di sini
"Sudah jam 10. Biasanya para preman itu lewat di depan," ujarnya sengaja dikeraskan.
Nami yang sudah melangkah mendadak berhenti. Dia menjadi takut. Namun, tetap melangkah pergi.
Levin kesal dan mengambil ponselnya. "Halo, kalian semua mondar-mandir di depan Apartemen saya!"
Tuttt.
Dia menelepon anak buahnya. Nami, yang baru saja tiba di lantai bahwa menunu parkiran. Ia ingin mengambil sepedanya, tetapi matanya membulat menatap banyak pria berbadan kekar memakai pakaian serba hitam.
"Huwaaaaaaaa!" Dia berteriak kencang. Nami begitu polos dan langsung lari ke kamar Levin.
Tentu teriakannya membuat bodyguard Levin berlari ke arahnya. Nami yang lugu mengira ia ingin ditangkap.
Ia menangis dan berlari kembali ke kamar Levin. Dia cepat membuka kamar Apartemen Levin.
"Hiks hikss ... Pak Levin!" Nami langsung memeluk Levin yang berdiri memengan secangkir coffe.
"Hiksss," isaknya. Dada Levin sakit mendengar Nami menangis. Ia membawa Nami ke Sofa.
Setelah meletakkan gelasnya. Ia membalas pelukan Nami. Mengusap punggung gadis itu agar tidak menangis tersedu-sedu lagi.
"Hiks ... ada penjahat," adunya kepada Levin.
Sedikit rasa bersalah campur geli di hati Levin. Ia tidak menyangka gadis ini begitu polos.
"Saya sudah mengatakannya. Kamu tetap ingin pulang," ujarnya.
"Hiks aku ngantuk. Aku harus pulang," ujarnya sambil menatap Levin.
Matanya coklatnya berkaca-kaca. Hidungnya memerah karena menangis. Bibirnya cemberut. Levin sangat gemas.
"Besok saja," ujar Levin, "kalau ingin pulang sekarang ada preman."
"Hiks tidak bisakah Pak Levin mengabtarku pulang?" tanyanya.
"Tidak! Saya banyak kerjaan dan preman itu banyak," kilahnya cepat.
Nami semakin cemberut. Ia berbalik dan menatap pintu keluar dengan nanar.
Ia ingin pulang, tetapi takut dengan preman. Sementara Levin lega sekaligus kasihan.
Nami lama terdiam sampai ia hampit jatuh. Levin melihatnya, ternyata Nami tertidur.
"Maaf," gumam Levin. Ia mengecup kening dan kedua kelopak mata Nami. Lalu, membawa gadisnya ke kamar. Bahkan sekarang dia mengklaim Nami sebagai gadisnya.
TBC
Jejak :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Bos! (TAMAT)
FanfictionBacaan mengandung unsur 🔞⚠️ Levin Aldrick adalah seorang CEO di Aldrick Company. Sosoknya yang dingin, tegas dan sukses di usia muda membuat pria berusia 25 tahun itu dikenal publik. Berawal dari rasa amarah yang dimiliki Levin. Datang seorang OG b...