Happy ReadingSetelah operasi yang dijalani Nami, Levin semakin posesif kepadanya. Bahkan bergerak sedikit saja membuat Levin langsung menghampirinya dan memberikan sederet pertanyaan.
Perlahan kondisinya sudah membaik. Kandungnya juga tidak apa-apa. Hanya saja tetap ia diminta untuk istirahat total karena kandungannya masih rentang dan bekas operasinya membuatnya tidak boleh beraktivitas seperti biasa.
“Kamu ingin sesuatu?” tanya Levin ke sekian kalinya kepada Nami. Bibir Nami tersenyum geli.
“Aku tidak ingin sesuatu. Bisakah kamu berhenti beratanya. Aku sampai hafal dengan pertanyaanmu,” ujarnya membuat Levin tersenyum malu. Dia hanya terlalu mencintai wanitanya.
Ngomong-ngomong soal donor ginjal yang istrinya dapatkan, Levin belum tahu. Rea menyembunyikannya. Enggang menjawab dan untuk itu Levin hanya menitip ucapan terima kasih.
Andai ia tahu siapa yang memberikan ginjalnya, masihkah sikapnya sama kepada Heize? Pemikirannya telah mendarah daging tentang kejam dan jahatnya Heize.
Di tempat lain Heize sedang terbaring di bangkasnya. Ditemani oleh Dokter Tio. Mereka berbincang-bincang karena Rea belum pulang. Ada jadwal pemotretan membuat model cantik itu harus meninggalkan Heize.
“Sejak kapan kamu menikmati dirimu menjadi pelakor?” Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibir dokter Tio. Kecewa mendengar dari mulut Heize sendiri menjadi istri kedua dari pria yang tidak mencintainya.
Heize tertawa pelan dan meringis karena perutnya terguncang. Membuat bekas operasinya terasa nyeri. Matanya tidak menutup sorot terluka.
“Aku melakukan semua karena ada alasan. Alasanku pun tidak perlu kamu tahu. Bukan inginku menjadi orang kedua. Takdir seolah membawaku untuk bertemu dengannya dan terikat dalam pernikahan yang tak diinginkan.” Sudut matanya berair. Pedih mengingat pernikahannya. Selama menikah hanya ada siksaan yang ia dapatkan dari Levin.
Dokte Tio mengusap sudut mata Heize. Tidak tega melihat Dokter manis itu menangis. Di Rumah Sakit Heize terlihat tertawa tanpa beban. Bermain dengan anak kecil yang sedang sakit. Menghibur keluarga pasien yang sedang dilanda rasa cemas tinggi.
Bahkan ia pernah ikut ke rumah duka. Bagi Heize setiap pasiennya harus ia selamatkan. Walau kenyataannya ia pun sadar jika kesembuhan hanya kehendak Tuhan.
“Apakah kamu yang menangani Nami?” tanyanya. Dokter Tio mengangguk.
“Apakah dia baik-baik saja?” tanyanya. Ia tahu betul kondisi Nami kritis. Jawaban Dokter Tio membuatnya lega meski hanya bertahan sesaat. Karena selanjutnya dia merasakan oksigen di sekitarnya menipis.
“Sejauh ini baik. Kamu tahu, ia menderita gagal ginjal sejak lama. Ditambah dengan kondisinya yang tengah berbadan dua. Dia harus menjaga dirinya sebaik mungkin,” ujar Dokter Tio sambil menerawang jauh. Semua bisa fatal jika Nami teledor sedikit saja.
“Tangani dia sebaik mungkin,” pinta Heize. Matanya menatap Dokter Tio penuh harap.
Dokter Tio menunduk. Tidak sanggup membalas lama tatapan Heize. Dadanya terasa ditikam belati. Mengapa di dunia ini ada namanya satu hati dua cinta? Benci dengan dunia yang semakin dipenuhi dengan drama-drama yang mulai nyata. Mengiris hati karena bukanlah drama TV. Drama yang mempertaruhkan kebahagiaan Heize sendiri.
“Setidaknya jika dia sembuh, aku akan mencari cara menyelesaikan semua masalahku. Termasuk berpisah dengan Levin,” kata Heize begitu pelan. Lirih katanya membuat Dokter Tio kaget.
“Kamu tidak bisa membohongi perasaanmu jika tidak mencintainya?” Heize tersenyum tipis. Bagaimana juga dia memang mencintai Levin. Akan tetapi, bukankah mencintai tak harus memiliki? Jika di sini, Levin bisa menemukan kebahagiaannya, biar dia berkorban untuk pergi.
Ia yakin di luar sana dia akan menemukan cinta untuknya. Menerima setiap kekurangannya. Meski ia sendiri pun tidak yakin, bisa menghapus bayangan Levin.
“Aku lelah,” gumamnya seraya menutup matanya. Membiarkan napasnya perlahan teratur. Mungkin tidur bisa membuatnya sejenak lupa pada bebannya.
***
“Hey! Kau mengambil manggaku!” teriak gadis bersurai coklat itu. Matanya menatap tajam laki-laki yang memanjat pohon mangganya. Dia sudah di bawah dan berkacak pinggang.
“Aku tidak mengambil manggamu. Aku sedang mengambil layang-layangku yang putus!” kesal laki-laki itu. Tangannya memamerkan layang-layang miliknya yang sudah sobek.
“Maaf,” ucap si gadis kecil. Ia salah di sini.
Pria kecil itu mendekat. Menatap gadis itu hanya berdiam diri. Rumahnya juga terlihat sepi.
“Siapa namamu?” tanyanya.
“Heize,” ujarnya senang. Ada yang mengajaknya berkenalan. Ia dengan malu-malu mengulurkan tangan.“Levin Aldrik,” ujarnya tegas. Sungguh masih kecil, tetapi aura berwibawanya sangat kental.
Sejak saat itu Heize dan Levin selalu bertemu. Mengajak Heize bermain layang-layang dan mengejarnya jika terputus.
Tidak sekali pun Levin menemu orang tua Heize. Rumahnya terlihat sepi sekali. Mungkin orang tuanya sibuk karena dilihat dari wajahnya, Heize seperti bukan orang Korea asli.
“Aku merasa tidak punya orang tua. Mom dan Dad selalu pergi mencari uang. Mereka hanya meninggalkanku di sini bersama Ahjuma. Aku tidak tahu rasanya makan bersama dengan orang tua,” ujarnya menahan tangis. Kasiha—Levin merasa hidup Heize sangat menyedihkan.
“Kamu bisa ikut denganku ke rumah. Di sana ada Eomma dan Appaku,” ujarnya membuat Heize berbinar seketika.
Heize merasa disayangi. Kedekatannya dengan Levin perlahan terjalin sampai beranjak kanak-kanak SD. Sungguh pasti Levin tidak akan memang bisa mengenal Heize.
Gadis bersurai coklat itu telah tumbuh menjadi gadis arogan, ketus, dan berkata kejam. Sayangnya, itu hanya cover belaka untuk menghentikan aksi jahat kedua orang tuanya.
Sampai Heize pergi dan membuat Levin perlahan lupa. Levin juga menaruh hati kepada Heize, tetapi semua perlahan sirna saat bertahun lamanya tak ada kabar tentang Heize.
Untuk sekadar nama, Levin tidak ambil pusing. Toh, nama bisa sama. Tak hanya satu atau dua yang menggunakannya. Banyak sekali.
Apalagi sikap Heize yang sekarang berbeda dari waktu kecil. Heize yang dulu penolong dan murah senyum. Heize sekarang hanya tahu berkata kasar dan kejam. Padahal itu hanya sikap belaka yang mencoba Heize gunakan. Topeng kejam yang digunakannya membuat Levin semakin sulit mengenalinya.
Jika saja Heize seorang aktris mungkin dia akan memenangkan piala begitu banyak. Aktingnya sangat bagus untuk mengelabui siapa dia yang sebenarnya.
***
Setelah lama akhirnya up heheh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Bos! (TAMAT)
FanfictionBacaan mengandung unsur 🔞⚠️ Levin Aldrick adalah seorang CEO di Aldrick Company. Sosoknya yang dingin, tegas dan sukses di usia muda membuat pria berusia 25 tahun itu dikenal publik. Berawal dari rasa amarah yang dimiliki Levin. Datang seorang OG b...