Setelah semua diketahui oleh Levin, keadaan mulai membaik. Tidak ada lagi rahasia antara Heize dan dirinya. Saat Levin meminta waktu untuk berbicara dengannya.
Ia memeluk Heize begitu mendengar semua kepahitan yang dijalani cinta pertamanya ini. Pelukan Levin memberi kelegaan luar biasa dalam hati Heize.
Sejak saat itu Levin sering mengunjungi Heize. Membawakannya makan dan bertutur lembut. Mereka mulai seperti biasa. Sesempat mungkin Levin akan datang ke rumah sakit karena hari di mana ia tahu juga merupakan hari Nami boleh kembali ke rumah.
***
“Sayang, kamu sudah makan?” tanya Levin saat masuk ke dalam kamar. Dia memberikan kecupan singkat di kening istrinya.
Nami tersenyum tipis dan bangun, mulai bersandar di kepala ranjang. “Aku sudah makan,” jawab Nami pelan.“Aku akan mandi dulu. Lalu, bergabung denganmu,” ujar Levin membuat istrinya mengangguk.
Helaan napas Nami berembus pelan saat suaminya pergi. Ia mengelus perutnya dengan sayang. Ia tidak mau bayi dalam kandungannya ikut berpikir sepertinya.
“Jika memang Levin ingin kembali pada Heize, aku akan melepasnya dengan tulus. Di sini, aku yang hadir di tengah-tengah mereka. Heize sudah cukup menderita dan berkorban untukku,” batin Nami.
Nami yang begitu fokus merenung sampai tidak sadar suaminya datang. Levin mengelus rambut Nami. Ia tersenyum melihat ekspresi terkejut istrinya.
“Kamu kenapa begitu terkejut, Sayang?” tanya Levin menarik Nami agar berada di atasnya dengan posisi bertumpu. Nami menggeleng kecil.“Apa kamu masih merasakan sakit?” tanya Levin. Ia sesekali mencuri cium ke arah istrinya. Nami, menahan air mata. Ia merasa sesak padahal perlakuan suaminya baik-baik saja.
Air matanya mulai menetes membuat Levin mendekapnya dan membisik begitu banyak kata penanang untuk istrinya. “Apa yang aku pikirkan benarkah dipikirkan istriku?” batin Levin.
***
Nami menyiapkan sarapan dengan semangat. Ia begitu labil. Mendadak sedih dan ceriah. Mungkin karena hurmon ibu hamil memang susah ditebak.“Pagi, Sayang,” sapa Levin. “Hm,” sahut Nami bgitu sibuk menggoreng. Ia mengabaikan tangan suaminya yang melingkar di pinggangnya.
Levin merengut kesal melihat istrinya mengabaikannya. Padahal dia sudah berniat untuk bermanja-manja hari ini karena melihat perubahan istrinya semalam membuat ia tida tega untuk meninggalkannya meski hanya untuk ke kantor.Setelah Nami tidur di atas dekapannya, ia mengirim email kepada sekretarisnya untuk mengosongkan jadwalnya besok.
“Kamu lebih memilih memasak daripada menatap wajah suamimu?” tanya Levin membuat Nami memutar bola matanya mendengar ucapan tak wajar suaminya. Ia berbalik dan mengelus rahang suaminya.
“Kamu bahkan belum mandi dan ke sini, hum?” tanya Nami. Levin semakin kesal. Entah, ia hanya ingin Nami menatapnya hari ini.
“Aku tidak lapar, Sayang,” rajuknya. Nami tertawa melihat sikap manja suaminya yang tidak biasanya.
“Kalau kamu tidak lapar, biarkan sarapannya untukku dan baby kita,” ujar Nami kembali berbalik badan membuat Levin menarik tangannya dan mencium Nami gemas. Istri mungilnya tertawa keras karena digelitiki.“Levin!” teriak Nami sudah tidak tahan tertawa. “Hahaha, Levin ... aku mohon,” rengeknya membuat Levin berhenti karena melihat sudut mata istrinya berair.
Nami menyandarkan wajahnya di dada suaminya karena kelelahan. Ada rasa bersalah di hati Levin melihat wajah lelah istrinya. Mereka berdua saling memandang. Lalu, menoleh.
“Yahhhh ... gosong,” rengek Nami melihat ikannya sudah berubah warna menjadi hitam. Ia cemberut membuat Levin tertawa kaku.
“Tuhh, ‘kan. Kamu, sih,” ucap Nami kesal. Levin mematikan kompor dan mengajak istrinya ke meja makan. Ia segera menarik kursi agar istrinya duduk.
Lalu, ia mengambil roti dan membakarnya untuk Nami. Seumur hidup Levin, ia yang selalu dilayani. Namun, ini pertama kalinya ia melayani seorang wanita dengan memasak sendiri.
Ia tidak percaya OG yang begitu olos di kantornya berakhir menjadi istrinya. Bahkan ia memanjakan dan mencintainya begitu dalam.
Tok-tok!
“Sebentar, aku buka pintunya dulu,” ujar Levin. Nami mengangguk. Selang beberapa menit suaminya datang bersama mertuanya. Nami sontak berdiri karena gugup.
Ia sangat tahu ketidaksukaan orang tua suaminya kepadanya. Sejak dulu dan mungkin sampai sekarang. Ia bahkan tidak mampu berucap sepatah kata untuk menyambut mertuanya yang datang secara tidak terduga di sini.
“Ada apa mereka ke sini?” batin Nami mulai takut.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Bos! (TAMAT)
FanfictionBacaan mengandung unsur 🔞⚠️ Levin Aldrick adalah seorang CEO di Aldrick Company. Sosoknya yang dingin, tegas dan sukses di usia muda membuat pria berusia 25 tahun itu dikenal publik. Berawal dari rasa amarah yang dimiliki Levin. Datang seorang OG b...