Happy Reading
~Posesif Bos~Di perjalanan Nami hanya menatap jalanan dengan raut wajah cemas. Levin tidak mau makan karena masakannya asing~itulah yang mengganggu pikirannya. Nami polos mengira ia akan membuat Levin sakit perut dan berakhir bisa dituntut. Ia tidak mau dituduh meracuni Bosnya.
“Sampai,” ujar Yoongi. Dia menoleh melihat Nami. Gadis yang membuat sahabatnya terlihat uring-uringan.
“Terima kasih, Pak Yoongi,” ucap Nami dan turun. Dia membungkukkan badannya. Dia segera berlari masuk ke Apartemen Levin.
Tap ... tap .. tap ... bunyi sepatunya menggema. Ia berlari menaiki tangga darat. Tidak peduli keringat membasahi jidatnya. Bahkan gaun yang kenakan menjadi basah. Rambutnya terlihat acak-acakan. Nami sangat terlihat seksi.
Tok-tok!
“Pak Levin!”
“Pak Levin!” Nami mengedor pintu Levin karena tidak membawa kunci atau kartu akses masuk ke dalam. Pintu di hadapannya terbuka membuat Nami mengerjapkan mata.
“Pak Levin,” lirihnya. Manik mata Levin menatap tajam Nami. Gadis polos nan lugu itu membuat ia tidak bisa mengendalikan diri.
“Masuk.” Levin membuat Nami bergetar ketakutan. Ia semakin dibanjiri keringat. Tangannya saling bertautan. Kakinya bagai jelly.
Brak!
Pintu ditutup kasar oleh Levin. Nami berjingkrak kaget. Ia menunduk takut. Matanya berkaca-kaca. Apa yang harus ia lakukan?
“Untuk apa kamu datang kemari?” tanya Levin dingin. Ia memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Suaranya yang terdengar tenang malah lebih mencengkam dari malam ini.
“Ak—aku—“ Nami tidak tahu menjelaskannya. Ia datang untuk menebus kesalahannya atas makanan asingnya. Padahal ia sudah memastikan semua takaran garamnya sudah pas. Ternyata masih asing. Ia juga sudah mencicipi.
Kemarahan Levin bukan karena makanan Nami. Akan tetapi, kemarahannya karena terbakar rasa cemburu. Melihat Nami secantik ini makan bersama dengan pria lain menambah rasa amarah di dalam hatinya.
Levin anak tunggal. Semua keinginannya dari kecil selalu terpenuhi. Bahkan pria ini memang terkenal mandiri meski ia berasa dari keluarga kaya raya.
“Aku butuh jawabanmu!” desaknya membentak. Bentakan Levin membuat Nami kaget kembali. Air mata yang menumpuk di pelupuk mata Nami jatuh seperti hujan.
“Hiks ... hiks ... hiks,” isaknya. Nami memberanikan diri mengangkat wajahnya. Menyatukan tangannya di depan dada. Tatapannya begitu tulus dan bersalah.
“Hiks maafkan aku, Pak Levin. Aku hiks ... hiks tidak tahu makanannya asing,” isaknya. Levin merasa napasnya hilang dari raganya. Ia kira Nami peka terhadap perasaannya. Ternyata gadis itu malah berpikir ia marah karena makanan yang bahkan sebenarnya sangat lezat itu.
“Hiks ... maafkan aku,” isaknya. Lama-kelamaan Levin tidak tega melihat Nami menangis. Ia mendekat dan mengangkat tangannya. Nami memejamkan mata mengira Levin akan menamparnya.
Tidak ada yang ia rasakan kecuali usapan lembut di pipinya. Ia membuka matanya dan melihat Levin hanya berjarak lima senti meter darinya.
“Apa kamu hanya memikirkan makananmu yang asing? Kamu sama sekali tidak memikirkan perkataanku padamu. Aku sudah melarangmu berdekatan dengan P-R-I-A mana pun,” ujar Levin mengeja kata ‘pria’ dengan penuh penekanan. Ia menatap Nami dengan tatapan terluka.
“ak—aku hikss—“ Cup—Levin memotong ucapan Nami dengan sebuah ciuman. Bibirnya bergerak dengan ritme pelan di ats bibir Nami. Nami dibuat mematung. Hampir tubuhnya jatuh lunglai, tetapi Levin menahannya.
Tangan Nami memegang erat baju Levin. Ia memejamkan mata saat lidah Levin mengekspor semua rongga mulutnya. Membelit lidah Nami.
Nami pasrah saat Levin menggendong tubuhnya menuju kamar Levin. Ia tidak bisa menahan tubuhnya sendiri. Sentuhan Levin membuat tubuhnya seperti jelly. Sentuhan Levin membuat akal sehatnya dikalahkan.
“Aku menginginkanmu,” ujar Levin serak saat membaringkan tubuh Nami di ranjang king size miliknya. Tangannya menyingkat anak rambut Nami. Gadis ini membuat ia bergairah. Di bawah kakukannya, Nami basah akan keringat dan terengahan napas yang terdengar serak basah. Mengatur debaran jantungnya tidak teratur.
“Menginginkanku?” tanya Nami bingung. Levin mengangguk. Ia mengusap bibir Nami dengan jempol tangannya.
“Aku ingin semua ini menjadi milikku. Hanya aku yang menyentuhnya. Aku ingin memilikimu,” ujar Levin. Nami diam membisu. Sudah dua kali Levin mengklaim dirinya sebagai milik pria itu.
“Apa aku budaknya? Aku memang OG, tetapi apakah aku harus menjadi budak pemuas nafsunya?” batin Nami sedih. Kenapa Levin tidak pernah memberikan kejelasan mengenai dirinya. Siapakah dia di mata Levin?
“Apakah aku sama seperti budak pemuas nafsu?” tanya Nami tanpa sengaja. Levin terenyak. Tak suka dengan pertanyaan yang baru saja gadisnya keluarkan.
“Bukan. Kamu bukan budak pemuas nafsu. Aku menginginkanmu bukan menjadikanmu sebagai pemuas nafsu. Aku menginginkanmu seperti aku membutuhkan oksigen untuk tetap bertahan hidup,” ujarnya membuat semburat merah di pipi Nami. Nami tidak bisa mengelak jika ia mencintai pria yang mengurungnya.
“Aku tidak tahu ini adalah kesalahan atau bukan. Aku menyerahkan diriku. Mungkin aku bodoh ... aku juga tidak bisa menampik kalau hatiku berkata kau adalah pria yang baik meski kau belum menunjukkan kebaikan itu padaku,” batin Nami. Ia memejamkan mata. Lalu, membukanya. Tangannya terulur membentuk rentangan. Levin yang mengerti tersenyum tipis.
TBC
Jejaknya, Guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Bos! (TAMAT)
FanfictionBacaan mengandung unsur 🔞⚠️ Levin Aldrick adalah seorang CEO di Aldrick Company. Sosoknya yang dingin, tegas dan sukses di usia muda membuat pria berusia 25 tahun itu dikenal publik. Berawal dari rasa amarah yang dimiliki Levin. Datang seorang OG b...