Setelah membuatkan Levin sarapan. Dia memanggil pria itu.
"Pak Levin!" panggilnya membuat Levin kaget.
"Iya," sahut Levin cuek.
"Sarapan sudah jadi," ujar Nami. Levin mengangguk dan ke dapur. Seperti biasa, Nami akan berdiri tak jauh darinya.
Levin menikmati sarapannya sabil memikirkan cara untuk mengajak Nami ikut.
"Ck, kamu terlalu lama memanggangnya sampai rasanya pahit!" Nami menyertikan kening. Rasanya tidak terlalu.
"Makan!" Nami cemberut dan berjalan mendekat. Ia duduk dan memakan roti panggang itu.
"Enak, kok gak pahit," batinnya.
Levin sendiri melanjutkan sarapannya. Ia membuat Nami terheran-heran. Jika pahit kenapa juga Levin masih menikmatinya?
Nami POV
Setelah sarapan dan membersihkan Apartement Pak Levin. Aku segera ke kantornya.
Sepedaku kuparkir di tempat biasa. Aku mengambil alat pembersih dan pergi ke ruang Pak Levin.
Di sini masih terjaga kebersihannya. Tidak sama seperti awal aku masuk dulu.
Setelah membersihkan aku ke ruang dapur. Membuat minimuman seperti biasa.
"Nami! Kamu kenapa tidak membersihkan ruangan di bawah?" tanya Jung Rere. Seniorku di sini.
"Sa--saya membersihkan di ruang Pak Levin," ujarku takut. Dia sangat galak dan terbukti sekarang matanya hampir saja keluar.
Ia menatapku seperti aku adalah mangsa. Aku menunduk takut.
"Ekhm!" Deheman seorang membuat kami menoleh. Di sana, seorang pria berdiri dengan gagah menatap kami dengan tatapan datarnya.
"Hanami, silakan ikut dengan saya." Aku bingun siapa pria ini? Meski kebingunan aku tetap mengekori langkahnya.
"Pak Levin meminta agar kamu ikut dengannya," ujarnya.
"Ke mana?" tanyaku bingung. Sesat surat perjanjian itu terlintas dalam benakku.
Mungkin aku harus berada 24 jam di dekatnya? Pria aneh.
"Cepat. Pak Levin tidak suka menunggu," ujarnya. Aku mengangguk dan masuk ke dalam.
"Pak Levin," panggilku.
Brak!
Aku terperanjat kaget. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Saat masuk aku hanya melihat Pak Levin duduk memangku seorang wanita.
Aku tak mengerti apa yang terjadi. Wanita itu kini terjembab di lantai.
"Astaga!" Wajah Pak Levin terlihat pucat menatapku. Aku berlari ke arah wanita itu dan menolongnya.
Dia terjatuh sampai kancing baju atasnya terbuka. Pasti dia malu sekali sekarang.
"Gwenchana (Apakah kamu baik-baik saja)?" tanyaku.
"A--aa--Ne!" Dia berdiri dan mengancing bajunya. Pipinya terlihat memerah. Pasti sakit sekali jatuh di lantai sampai pipinya memerah.
Dia pergi dari sini hanya dengan menatap Levin.
"Pak Levin," panggilku. Wajahnya begitu datar. Aku merasa ia semakin dingin.
Tak ada wajah pucat, tetapi terlihat sekali ia begitu tak tersentuh. Aku mulai merasa takut.
"Akh!" Aku menahan napasku. Dia tiba-tiba menarik dan memeluk pinggangku.
Degdegdeg.
Aku begitu takut. Tatapannya begitu tajam. Mungkinkah dia marah karena aku mengagetkannya?
"Itu tidak seperti yang kamu lihat," ujarnya dengan tenang.
"Ak--aku ...." Apa yang aku lihat selain dia memangku wanita dan wanita itu jatuh.
"Kamu ... 3 kali membuat ia bangun dan tidak bertanggung jawab," ujarnya dengan penuh penekanan. Aku tidak membangunkan siapa-siapa.
"Aku tidak membangunkan siapa pun," ujarku takut dan pelan, "siapa yang aku bangunkan, Pak?"
***
Levin tentu kaget melihat kedatangan Nami yang muncul tanpa mengetuk pintu.
Disaat dia bercumbu dengan wanita jalang bayarannya. Meski dia merasa bosan dan bergairah. Akan tetapi, ia mencari pelampiasan.
Tentu saja dia sontak mendorong wanita itu. Tak bisa menguasai ekspresinya.
Levin tidak tahu, tetapi ia takut Nami marah. Meski ia pun gak tahu alasan Nami marah kepada.
Mencoba mebuat dirinya berlindung dalam ego. Nyatanya, saat gadis itu bertanya, 'siapa yang saya bangunkan, Pak?' dengan mata polosnya yang menatapnya menanti jawaban.
Levin baru sadar. Gadis di depannya begitu polos dan tak mengerti apa yang baru saja ia lakukan.
Lega. Kepolosan Nami membawa berkah untuknya. Meski tak bisa Levin pungkiri, ia gemas sekali dengan Nami.
"Tidak ada," ujar Levin.
"Emm, katanya Bapak meminta saya ikut. Ikut ke mana?" tanya Nami.
"Ikut ke ranjang," batin Levin. Tentu saja ia tak akan mengucapkannya.
"Ke luar kota," ujarnya membuat Nami membuka mulutnya lucu.
"Sial! Hanya dengan membuka mulut saja. Suatu hari nanti akan kubukam mulutnya dengan mulutku," batin Levin kesal.
TBC
Jejaknya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Bos! (TAMAT)
Hayran KurguBacaan mengandung unsur 🔞⚠️ Levin Aldrick adalah seorang CEO di Aldrick Company. Sosoknya yang dingin, tegas dan sukses di usia muda membuat pria berusia 25 tahun itu dikenal publik. Berawal dari rasa amarah yang dimiliki Levin. Datang seorang OG b...