20

34.5K 1.8K 9
                                    


Happy Reading

Nami bersiap-siap untuk pergi ke wisata yang dijanjikan Levin kepadanya. Dress setengah lutut berwarna biru langit membalut tubuhnya.

"Hummm wangi," ujarnya setelah menyemprotkan banyak parfum di tubuhnya.

"Jangan terlalu cantik. Aku berencana mengurungmu di kamar saja," bisik Levin sambil melingkarkan tangannya di pinggang istrinya.

"Lev-" Nami teringat permintaannya dikabulkan dengan satu syarat. Suaminya meminta ia agar memanggilnya dengan sebutan 'sayang' kepadanya.

"Sayang," panggil Nami dengan wajah malu-malunya. Wajahnya sudah merah jambu.

"He'em," sahut Levin. Ia mengendus bau Nami yang memabukkan.

"Sebaiknya kita pergi sekarang," ujar Nami menahan desahannya. Bagaimana tidak, tangan Levin sudah berada di depan dadanya.

"Bagaimana kalau satu ronde sebagai ganti malam pertama kita." Levin membalikkan tubuh istrinya.

"Kita bisa melakukannya setelah pulang," elak Nami. Dia tidak mau rencana jalan-jalannya batal karena kemesuman suaminya.

"Apakah kamu sedang menolakku, Baby?" rajuk Levin. Nami gelagapan.

"Tidak." Levin mengulum senyum melihat istrinya yang polos mudah sekali digoda.

"Hahaha, aku bercanda, Baby. Aku akan mengajakmu jalan-jalan. Sekarang berikan aku satu ciuman ... tuk ... tuk ... tuk." Levin mengetuk kecil bibirnya.

"Emm ... baiklah." Levin yang tinggi dari Nami, membuat istrinya berjinjit untuk menciumnya.

Menggoda Nami adalah kesenangan Levin. Ia sengaja ikut berjinjit membuat Nami susah meraihnya.

"Yakkk!" Nami cemberut saat tahu Levin ikut berjinjit. Dia memalingkan wajah. Bibirnya sudah cemberut.

"Hahaha." Levin tertawa dalam hati. Ia menunduk dan mencolek pipi Nami. Membuat Nami menoleh dengan erangan kesalnya.

Cup.

"Aku munggumu di depan, Baby." Levin pergi setelah mencium bibir istrinya.

Raut wajah kesal Nam berubah menjadi bahagia. Ia menutup wajahnya.

"Suami menyebalkan." Dia mengambil tas kecilnya. Lalu, keluar kamar dan menutupnya rapat.

***

Deru ombak yang saling berkejaran membuat Nami menatap berbinar-binar.

"Apakah kamu tahu cara bermain ombak?" tanya Levin kepada Nami.

Nami menoleh, matanya membulat melihat suaminya hanya mengenakan boxer tanpa atasan. Dada bidang dan perut six packnya membuat kaum hawa mencuri pandang ke arah Levin.

"Jangan meremehkanku. Aku bisa bermain dengan ombak," ujar Nami dan berlari. Ia melelepkan lidah ke arah suaminya.

"Kamu akan membayarnya, Baby." Levin berlari ke arah Nami.

"Sebaiknya kamu ganti baju dulu." Levin meminta istrinya mengganti pakian. Tidak mungkin Nami berenang dengan dressnya.

"Tunggu aku," ujar Nami. Dia pergi ke tempat teduhnya. Mengambil baju ganti yang ia bawa. Tidak lupa mengambil botol kecil berisi harapan-harapannya.

"Aku akan mengantungnya di dekat batu kerang," ujarnya semangat. Ia menyisir bibir pantai sampai menemukan batu kerang besar.

"Ah, kelak aku akan datang ke sini bersama anak-anakku bersama Levin," ujarnya. Dia bergegas pergi dan mengganti pakaiannya.

***
Levin POV

Aku merasa beruntung memiliki istri seperti Nami. Meski dia bisa kelewatan polos, tetapi ia begitu menghormatiku, menghargaiku dan menuruti kata-kataku.

"Apa kamu ingin minum kelapa?" tanyaku. Dia mengangguk dan mengangkat kepalanya. Kami sedang bersantai setelah bermain ombak.

"Aku juga lapar." Dia memang tidak pernah lupa makan. Tubuhnya kecil, tetapi pola makannya besar.

"Aku akan membelikan makanan untukmu istriku." Pipinya memerah. Aku suka sekali membuat dia blushing.

"Cepat belikan aku suamiku, hehehe." Dia menyengir membuatku mengacak rambutnya.

Aku meninggalkannya. Mencari kelapa mudah. Setelah mendapatnya, aku membeli dua. Tidak lupa membeli ikan bakar dan juga makanan lainnya.

"Taraaa!" ujarku membuat dia bertepuk tangan. Dia memperbaiki duduknya.

"Eummmm ... ahhhhhh~ segerr." Aku tertawa melihat kelakuannya. Kehadiran Nami membuatku mudah tertawa.

"Ayo kita makan, Baby. Perutmu nanti meronta-ronta," ujarku. Tidak aku sangka dia menyodorkan ikan yang ia sudah pilah-pilah.

"Aaa ...." Aku masih tertegun dengan sikapnya.

"Aku akan menyuapimu. Kamu sudah capek membelinya," ujarnya. Aku membuka mulutku. Aku sama sekali tidak jijik meski dia menggunakan tangannya.

"Eummm lezat. Disuapi istri nyatanya lebih enak," pujiku. Dia tergelak tawa.

"Aku tidak tahu jika menyuapi suami bisa sesenang ini," ujarnya polos.

"Kamu ingin merasakan disuapi sama suami sendiri?" tanyaku yang dianggukinya.

Aku menyuapinya dan dia menatapku memicing. "Aku merasa tetap sama," ujarnya. Aduh, Nami sepertinya salah tangkap. Bukan rasa makanannya yang berubah. Ah, sudahlah. Dia tidak mengerti.

"Setelah di sini, kamu akan pulang ke Seoul," lirihnya.

"Aku hanya ke kantor dan-" Tidak sanggup aku melanjutkan ucapanku. Meski dia telah menjadi istriku yang pertama. Tetap saja, menjadikan wanita lain sebagai istri kedua, menyakiti hatinya.

"Menikah dengan Heize," lanjutnya. Dia menatapku dengan teduh.

Heize-aku sangat membencinya. Dia membuat wanitaku merasakan sakit. Mengacaukan hubunganku bersama istriku.

"Akan aku buat hidupmu menderita, Heize," batinku.

***
TBC

Yuhuuu maaf, ya. Aku belum sempat update dari kemarin-kemarin karena aku tidak punya ponsel. Sekali pinjam juga buat update dan gak tertentu kapan dipinjamkan. Aku sangat senang membaca semua komentar kalian.

Borahe reader.

Posesif Bos! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang