23

29.5K 1.6K 78
                                    


Happy Reading

Seorang wanita menatap menyalang pria di depannya. Matanya membara. Air mata menetes di kelopak matanya.

Levin yang tak lain adalah suaminya datang dan mendorongnya. Makian pria itu membuat ia menutup mata.

“Aku sama sekali tidak menyentuh Hanami!” teriaknya.

“Berhenti berbohong! Kau makhluk tidak tahu diri.” Levin mengeraskan rahangnya.

Pipi Heize membiru. Tamparan Levin tidak main-main. Kepalanya berdenyut sakit. Heize ingin terisak dengan hidup yang ia jalani.

Semua menghakiminya. Membuat ia menderita. Ingin Heize membalas semuanya, tetapi selalu gagal.

“Kamu akan merasakan akibatnya. Tidak ada cinta untukmu. Aku hanya mencintai istriku Hanami.” Levin menyeret Heize ke kamar mandi. Heize memberontak.

“Hiks ... hiks ... lepaskan aku! Hikss lepaskan! Levinn hikss sakittt,” rintih Heize.

Plak!

“Akh!” Sudut bibir Heize berdarah. Levin menciptakan neraka untuknya.

Byurrr! Levin menyiram tubuh Heize dengan air dingin. Tubuh Heize begitu kedinginan. Air matanya tidak pernah berhenti mengalir. Pikirannya tertuju pada Nami. Ia mengertakkan rahangnya.

Bugh!

“Kamu akan mati di tanganku,” ujar Levin sambil mencengkeram rahang Heize. Gadis itu tidak bergeming. Tidak ada tenaga melawan suaminya.

***

Seorang gadis menyeringai. Bibirnya tersenyum puas. Ia telah menyusun rencananya matang-matang.

Di bangkas rumah sakit Nami masih berbaring lemah. Tubuhnya kehilangan banyak cairan hingga dia membutuhkan banyak cairan infus.

“Kamu tidak boleh banyak pikiran. Suamimu akan membawa donor ginjal untukmu,” ujar Rea sedih. Mengetahui sahabatnya masuk ke rumah sakit, ia pergi menjenguknya.

“Aku hanya merasa menunggu waktu,” ujar Nami membuat Rea menggeleng sedih.

“Kamu tidak boleh berkata begitu. Levin akan sedih jika mendengarnya,” lirih Rea.

Ceklek.

Levin masuk dengan buah-buah segar di tangannya. Ia tersenyum hangat kepada istrinya. Berbeda saat bersama Heize.

“Bagaimana keadaanmu, Baby?” tanyanya.
“Sudah mendingan.” Meski begitu Levin tidak percaya karena suara istrinya terdengar lirih dan bergetar.

Rea menggeser dirinya. Membiarkan Levin duduk di kursi. Tangan Levin terulur menyentuh tangan Nami. Menggenggamnya dan mengecupnya.

“Cepat sembuh, Sayang.” Nami tersenyum lemah. Ia pun berharap sembuh.

“Kamu ingin sesuatu?” tanya Levin. Nami menggelengkan kepalanya. Ia tidak menginginkan sesuatu.

“Aku akan keluar dulu,” sela Rea. Levin dan Nami mengangguk.

***
Rea menatap ponselnya yang berkedip. Air matanya jatuh. Sahabatnya terluka parah. Ia merasa berada di atas jurang.

“Hiks ... hiks ... kenapa harus mereka berdua,” isak Rea.

Ia berlari ke parkiran. Ia tidak melihat wanita yang berdiri sejak tadi menatapnya dengan sinis.

“Wanita bodoh! Dia ingin mencari mati!” Wanita itu menelepon anak buahnya untuk menghabisi nyawa wanita yang berada di pikirannya.

“Bunuh wanita itu.” Bibirnya menyeringai. Satu tujuannya saat ini adalah menghabisi Nami juga. Gara-gara wanita bodoh itu, dia harus mengeluarkan banyak rencana.

Posesif Bos! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang