Bagian 5

185 15 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 07.15, diiringi sinar mentari yang mulai menusuk tubuh, menganti hawa dingin yang tercipta dengan kehangatan. Gadis dalam balutan mukenah itu masih setia dalam mimpinya, terbaring di atas sajadahnya dengan sangat nyaman. Pagi tadi ia melaksanakan solat subuh, lantas memilih berbaring sejenak setelah membaca Al-Quran. Namun matanya perlahan tertutup, di tambah hawa dingin yang membuat ia semakin terletap.

"Ra ...!" Pak Akhmad mencoba membangunkan Sahira dengan sedikit mengguncang tubuhnya. Namun nihil, gadis itu tak kunjung bangun.

"Huahhh...." Sahira menguap membuat Pak Akhmad dengan cepat menutup mulutnya.

"Masih pagi tau, Yah," keluhnya dengan setengah nyawa yang belum terkumpul dan matanya yang setengah terbuka.

"Masih pagi kamu bilang? Ini udah jam tujuh lebih!" seru Pak Akhmad.

Sahira yang mendengar pernyataan ayahnya. Dengan sigap ia bangkit lalu melepaskan mukenanya. Lari mengambil handuk yang biasa ia gantung di balik pintu. Lalu lari secepat mungkin ke kamar mandi.

"Cepetan kasian Mita udah nunggu didepan!" teriak Pak Akhmad dari luar.

Gadis itu menepuk keningnya. Bagaimana bisa ia lupa kalau ia akan keluar bersama Mita hari ini, dan tertidur dengan nyaman saat sahabatnya sudah menunggunya.

"Iya...." balas Sahira.

•••••••••••••••••••••

"Maaf ya mit, tadi aku...."

"Ketiduran," potong Mita. Sahira hanya cengengesan lalu turut duduk bersama Mita.

Kini Sahira sudah siap untuk pergi. Hari ini ia mengenakan celana Levis putih dan dres berbahan katun berwarna biru muda yang menutupi tubuhnya hingga betis. Sangat cocok dengan warna kulit Sahira yang terang. Ditambah dengan hijab pasmina panjang yang ia kenakan semakin membuatnya tampak anggun.

"Yaudah yuk! yang lain udah nunggu tuh," ajak Mita setelah menatap sejenak jam ditangannya.

"Emang kita keluar sama siapa aja?" tanya Sahira karena sebelumya Mita mengatakan bahwa mereka pergi berdua saja.

"Ada deh ... yang penting kamu gak usah kepo," jawab Mita dibalas pelototan Sahira.

Sebuah mobil hitam terparkir tepat dihalaman rumah Sahira. Mungkin keduanya akan naik mobil itu untuk pergi menghabisakan waktu. Sahira dan Mita masuk lalu segera meninggalkan halaman luas dengan aroma khas mawar itu. Setelah mobil yang ditumpangi Sahira dan Mita pergi. Kembali sebuah mobil hitam turut memasuki halaman rumah pak Akhmad.

Didepan pintu terlihat pak Akhmad berdiri dengan wajah sumringah. Lalu mendekat kearah sepasang suami istri yang baru saja keluar dari mobil itu.

"Pak Khalid Albar." Begitulah pak Akhmad menyambutnya. Lalu memeluk pria yang ia panggil Khalid tadi.

Wajah istri pak Khalid menunjukkan rasa kebingungan. Entah apa yang ia pikirkan. Sejak ia keluar dari mobil ia celingukan melihat rumah keluarga Akhmad. Rasanya rumah itu sudah tidak asing lagi dipenglihatannya.

Pak Akhmad mengajak mereka masuk. Lalu mereka berbincang bersama di ruang keluarga, dengan ditemani secangkir teh dan roti kering yang di suguhkan. Entah sedang membahas apa, namun beberapa kali nama Sahira sempat di sebutkan.

°°°°°°°°°°°°°°°

Kini Sahira dan Mita sudah sampai ditempat tujuan. Mereka sempat berjalan beberapa menit mencari tempat yang akan mereka singgahi. Mereka memilih untuk berjalan-jalan di pantai.

Akhirnya mereka sampai disebuah taman yang tak jauh dari bibir pantai. Lalu duduk di meja yang lengkap dengan hidangannya dan juga empat kursi tertata rapi disana. Sepertinya sudah disiapkan dengan baik oleh Mita.

Udara di sini sangat sejuk, Sahira menyukainya, duduk di bawah puluhan bahkan ratusan pohon kelapa. Dengan pemandangan air laut yang biru, membuat matanya menjadi lebih fresh. Mita sangat pandai memilih spot untuk duduk.

"Duduk dulu yuk! Sambil nunggu yang lain," ajak Mita.

"Nunggu siapa lagi sih Mit, kemarin kamu bilang kalo kita jalan-jalannya berdua aja." Akhirnya Sahira menanyainya. Karena sejak tadi pertanyaan itu terus melintas di pikirannya.

"Nah tu, mereka udah sampe," ujar Mita menunjuk dua pemuda yang melangkah mendekat padanya.

Rico? Batin Sahira. Bagaimana bisa Mita mengajak Rico, namaun pemuda itu tidak sendiri ia bersama seorang pemuda yang sama tingginya dengannya namun sedikit lebih kurus. Namanya Angga dia adalah pacar Mita. Mereka sudah menjalin hubungan sejak masih SMA, dan masih bertahan hingga kini.

"Hay, Ra!" sapa Rico, dibalas senyuman manis Sahira.

"Sebelum jalan-jalan kita makan dulu yuk. Udah laper tau!" ajak Mita.

Mereka pun menyantap makanan dengan sangat lahap. Selesai menyantap makanan mereka pun menyempatkan untuk berbincang sedikit. Udara sejuk pantai membuat perut yang kenyang berubah jadi rasa kantuk.

"Yang, kita jalan kesana yuk! cari udara segar gitu, biar gak ngantuk," ajak Angga dengan nada yang sedikit di buat manja.

"Yuk," jawab Mita mengiyakan. "Kamu mau ikut gak?"

"Gak deh aku disini aja kepalaku sedikit pusing," jawab Sahira sambil memijat-mijat pelan pangkal hidungnya.

"Yaudah kalau gak mau. Kalau kamu, Co, ikut gak?" Rico yang ditanya malah kebingungan sendiri. Ia seperti sedikit kaget mendengar pertanyaan Mita entah dia sedang memikirkan apa.

"Gak ah, males jalan."

"Dasar pemales, yang kaya gini-nih gak pantes jadi calon imam," ejek Mita lalu sedikit menonyor kening Rico. Sedang Sahira dan Angga hanya mampu tertawa kecil melihat Mita dan Rico berdebat. Pemuda itu hanya melirik sinis Mita, lalu memgelus keningnya.

Lantas Mita dan Angga meninggalkan Sahira dan Rico. Mereka tampak menikmati hari ini dengan bahagia. Sedang Sahira hanya duduk terdiam sambil memengangi kepalanya yang dirasa sedikit ngilu.

"Kamu ngga mau jalan kaya mereka?" tanya Rico.

"Kamu sendiri kenapa gak ngikut mereka?" tanya balik Sahira.

Pemuda yang asik menikmati keripik singkong pedas itu menghentikan aktivitas menyantapnya. "Gak, males aja. Ngapain coba mondar-mandir gak jelas. Mending disini nemenin kamu."

"Kalo kamu mau jalan ya jalan aja. Aku disini sendirian juga gapapa kok. Aku bukan anak kecil yang harus dijaga setiap waktu."

"Kamu tuh kenapa sih, kalau ngomong nunduk terus, jangan-jangan nggak berani natap mataku yang indah ini ya," goda Rico dengan senyum miringnya. Sahira hanya tersenyum tipis melihat tingkah Rico.

"Bukan gitu. Tapi ... godaan setan itu biasanya datang dari mata yang saling bertatapan," jawab Sahira, Rico sedikit mendecak.

"Bisa aja kamu. Lagian mana ada setan di siang bolong," ucapnya cengengesan. Sahira hanya menggeleng lalu tertawa kecil mendengar pernyataan Rico.

Entah mengapa Sahira merasa sedikit nyaman berbicara dengan Rico. Ternyata berbincang dengan Rico tak segaring itu, pikirnya. Pemuda itu cukup pandai mencari topik, dan pembicaraan mereka cukup ringan. Tapi tentu Sahira tahu batasan, mereka bukan mahram jadi tetap harus menjaga diri.

"Kamu gak bosen apa duduk terus, jalan ke sana, yuk!" ajak Rico.

"Sebenernya bosen sih."

Heppy reading
••••




••••
Awali Kegiatan Mu Dengan Bacaan Basmalah 🍁

[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang