Gus Reffan menganguk. "Memangnya ada apa? Kok, Mas, nanya begitu?"
"Gak, kok. Gak apa-apa, mas cuma pengen tau aja."
Gus Reffan hanya mengangguk. Lalu mengentikan candaan dan obrolan mereka dan bergegas tidur karena sudah larut malam.
Gus Reffan mulai menutup matanya. Namun pikirannya melayang kemana-mana. Kenapa Gus Reyhan bertanya soal Sahira? Tidak biasanya dia seperti itu? Ada apa sebenarnya? Begitu banyak pertanyaan dalam pikiran Gus Reffan. Namun ia tak mau mempermasalahkan itu dan ia pun segera tidur. Untuk menyambut mimpi-mimpi indahnya.
••••••••••••••••••••
Hari terus berganti, waktupun mulai berputar. Namun masih dengan keadaan yang sama dan waktu yang sama.
Seperti biasa Sahira sudah bangun pagi-pagi dan bersiap untuk mengajar. Setelah sebelumnya ia pergi ke kantin pesantren bersama kawannya untuk sarapan paginya.
Kesibukannya yang kian bertambah. Ditambah lagi dengan Ujian Nasional kelas tiga. Membuatnya super sibuk sekarang. Hal itu juga membuatnya sangat jarang bersama dengan kawan-kawannya.
Namun beruntung, Sahira memiliki sahabat seperti mereka. Yang bisa mengerti keadaan Sahira saat ini. Hanya mereka yang senantiasa mendukung Sahira.
Waktu yang kian berjalan. Membuat banyak perubahan. Namun masih tak merubah sikap buruk Rumi pada Sahira. Meskipun sudah tidak ada masalah lagi diantara keduanya. Namun mereka tak pernah berbincang sekalipun, terkadang bertatap muka saja Rumi seperti masih menaruh dendam.
Butuh banyak pikiran jika harus memikirkan hal itu. Namun Sahira tak lagi memikirkannya. Sekali ia memaafkan maka semua selesai. Namun otaknya selalu memutar kembali perlakuan Rumi. Ia masih merasa aneh dengan perlakuan Rumi. Apa kira-kira yang membuat Rumi membencinya.
Sahira segera mengambil tasnya, dan buku-buku untuk bahan pembelajaran juga kertas soal ujian. Lalu bergegas pergi.
"Aku pergi dulu ya, takut telat," pamit Sahira pada Sarah, Putri, Vivin. Mereka tersenyum bersamaan.
"Iya, bu guru cantik. Hati-hati," goda Vivin yang membuat pipi Sahira merona merah. Memang Sahira sangat cantik hari ini, namun jika digoda seperti itu rasanya hati Sahira akan melayang.
"Apaan sih? Yaudah aku pergi, Assalamualaikum."
Sahira pun pergi meninggalkan kamarnya dan bergegas ke sekolah.
Di pojok kamar sebuah pemandangan tak mengenakan. Apalagi kalau bukan Rumi ia menatap Sahira masih dengan wajah penuh kebencian. Setelah punggung Sahira tak lagi terlihat oleh matanya. Ia pun turut keluar dari kamar. Rumi pergi menemui kawan-kawannya.
Wajah amarah itu turut mengiringi perjalanannya menuju kamar kawan-kawannya. Namun ditengah perjalanan ia melihat sosok Gus Reffan. Melihat pemandangan itu ia segera memasang wajah bahagia dengan senyuman termanisnya.
"Assalamualaikum, Gus," sapanya saat berpapasan dengan Gus Reffan.
"Waalaikum salam," balas Gus Reffan datar tanpa mimik wajah. Lalu berlalu begitu saja.
Tentu bukan Gus Reffan namanya jika tak pernah tersenyum. Bisa dibilang Gus Reffan adalah putra pak kyai yang paling murah senyum, dan sangat ramah.
Namun senyum itu, ia rasa tak pantas untuk Rumi. Setelah kejadian beberapa bulan yang lalu, membuatnya tidak lagi menyukai Rumi. Rasa marah dan kecewa, itulah yang dirasakan Gus Reffan. Selama ini ia menganggap Rumi adalah gadis yang baik, namun semua anggapannya sirna oleh kelakuan Rumi sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
RomanceDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...