Bermaksud menenangkan Sahira dengan memeluknya. Kini gadis dua puluh tahun itu hanyut dalam pelukan Sarah. Dielusnya perlahan punggung Sahira membuatnya semakin terisak dalam hening angin sore.
Merasa hari semakin petang Sahira dan Sarah memilih kembali ke asrama.
••••••••••••••••••••
"Assalamualaikum," ucap Sahira dan Sarah bersamaan lalu masuk. Disambut dengan jawaban salah hangat dari kedua kawannya yang tengah bersantai.
Sahira duduk di ranjang Sarah, menatap lekat seorang gadis yang tengah terbaring di ranjangnya. Dengan badan tertutup selimut.
"Dia siapa?" Penasaran menyelimuti hatinya membuat ia menanyakan siapa gerangan gadis sang sedang meringkuk tubuhnya di dalam selimut.
"Dia Rumi! pemimpin geng sombong." ucap Vivin berbisik.
"Huss.....! ngomong apaan sih? ntar dia denger bahaya loh," omel Sarah.
Perdebatan kecil itu berakhir. Sembari menunggu azan magrib tiba mereka memilih untuk berbaring sebentar. Diam dalam pemikiran masing-masing.
Suara azan dari masjid pesantren terdengar nyaring membangunkan mereka dari lamunannya. Mereka pun segera bersiap pergi ke masjid untuk salat Magrib berjamaah.
"Udah siap, Ra?" tanya Sarah sambil menenteng mukenah pada tangannya.
"Ini udah kok." Sahira meraih mukenah yang ia letakkan di meja samping ranjang.
"Vin! cepetan dong lama banget," seru Putri.
"Iya bentar lagi!" ucap Vivin masih fokus dengan cermin yang ada ditangannnya.
"Lagian mau ke masjid, apa mau kondangan sih? Pake acara dandan segala!" gerutu putri karena merasa kesal pada kawannya yang tak kunjung menyelesaikan urusannya dengan kaca.
"Assalamualaikum, Rumi!" Suara dari luar membuyarkan perdebatan mereka.
Sarah membukakan pintu, ternyata dua orang gadis, tengah berdiri di ambang pintu. Mereka adalah sahabat dekat Rumi. Namanya Alisa dan Wina.
"Kalian! cari Rumi?" tanya Sarah.
"Iya, mana dia?" jawab gadis berkerudung hijau muda.
Belum sempat Sarah menjawab Rumi sudah datang mmenghampiri kedua gadis.
"Apaan!" ucap Rumi ketus dengan membuang muka tak mau menatap wajah kedua temannya.
"Kita ke masjid barengan yuk!" ajak gadis berkerudung putih.
"Aku halangan, kalian aja." Rumi memutar badannya dan kembali ke ranjang. Kedua gadis itupun pergi dari ruangan dengan wajah kesal.
Ke empat gadis yang menyaksikan kelakuan Rumi itu hanya bisa saling pandang satu sama lain. Karena bingung dengan sikap tiba-tiba Rumi.
••••••••••••••••••
Hari itu udara sangat sejuk. Sahira, Sarah, Putri dan Vivin memilih duduk di halaman depan kamar mereka. Duduk diatas bangku kayu tua yang tersedia di depan halaman kamarnya. Tepat dibawah pohon mangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
RomanceDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...