16🥀

132 7 0
                                    

Tak lama pintu kembali diketuk, mendapati sosok Pak Akhmad masuk membawa makanan pesanan Sahira. Senyum kembali terukir di bibir pucat gadis dua puluh tahun itu.

"Loh, Mita."

"Iya, Om." Mita cengengesan.

Pak Akhmad memasukkan mie ayam itu dalam mangkuk. Beranjak dan duduk di kursinya dan bersiap menyuapi Sahira. Suapan demi suapan dilahap habis oleh Sahira. Bak memutar ulang masa kecilnya. Ia ingat betul masa-masa saat ayah dan bundanya berebut ingin menyuapinya.

♥️♥️♥️♥️♥️

"Kamu sarapan dulu ya, Sayang!" Bu Aisyah siap dengan sendok di tangan yang sudah terisi makanan.

"Hari ini ayah yang suapi, Rara, ya!" sahut Pak Akhmad dengan posisi yang sama memegang sendok.

Mereka sama-sama berebut ingin menyuapi Sahira. Sahira yang menyaksikannya hanya bisa tertawa lepas. Melihat perdebatan ayah dan bundanya hanya karena suapan makanan.

"Rara, gak mau makan," rengek Sahira. Pak Akhmad dan Bu Aisyah langsung menoleh pada Sahira dengan wajah kecewa.

"Kenapa gak mau makan?" tanya Bu Aisyah heran. Entah apa sebab anaknya tak mau makan.

"Abis Ayah sama Bunda rebutan makanan. Sampe makanannya berantakan." Setelah mengatakan itu Sahira keluar dari rumah dengan selembar uang kertas. Ia hendak pergi untuk makan mie ayam Bu Tumini.

Pak Akhmad dan Bu Aisyah membulatkan mata melihat langkah putrinya, yang perlahan meninggalkan ruang makan. Menatap lesu langkah yang kenyang tertelan pintu itu.

♥️♥️♥️♥️♥️

Azan Dzuhur berkumandang, Pak Akhmad dan Rico pergi ke masjid dekat rumah sakit untuk shalat berjamaah. Sedangkan Sahira dibantu Mita dan suster turut menegakkan kewajibannya.

Setelah shalat, Sahira meminta agar Mita mengambil mushaf Al-Qur'an untuk dibaca. Ia ingin membaca Al-Qur'an, sekaligus menambah hafalanya. Karena rasa sakit tidak menghalangi umatnya untuk beribadah.

Selama tiga puluh menit lantunan ayat suci itu tak berhenti ia lantunkan. Walau dengan nada suara pelan karena memang Sahira masih lemas. Sampai ia mengakhirinya, bersamaan dengan kedatangan Bu Fatimah.

"Assalamualaikum!" Bu Fatimah, Gus Reffan dan ketiga kawan Sahira masuk. Sahira menjawab salam, lalu segera melepas mukenahnya dibantu Mita.

Saat masuk mereka tampak kaget dengan keberadaan Mita. Bukan karena keberadaannya tapi karena pakainya yang digunakan Mita. Sebuah kaos putih ditutup jaket kulit hitam, celana sobek-sobek dan rambut yang digerai. Mereka tidak terbiasa melihat penampilan yang seperti ini.

Mereka mencoba untuk menghapus raut wajah kaget itu. Bu Fatimah duduk di samping Sahira dengan raut wajah penuh kegembiraan. Karena melihat keadaan Sahira yang lebih baik dari sebelumnya. Meski masih terlihat sedikit lemas.

Sementara Sarah berdiri disamping Sahira. Dan Vivin juga Putri memilih duduk di sofa bersama Gus Reffan.

"Gimana, Nak? Udah mendingan?" tanya Bu Fatimah.

"Nggeh sampun, Mi." Bu Fatimah kembali mengulas senyum mendengar perkataan lembut Sahira.

Gus Reffan nampak bahagia melihat orang yang ia kasihi sudah membaik keadaanya. Ia terus mengucap syukur dalam hati.

"Assalamualaikum!" Suara berat itu terdengar mengucap salam. Pak Akhmad datang diikuti Rico, setelah selesai melaksanakan shalat di masjid terdekat. Mereka yang ada disitu menjawab salam secara bersamaan. Menatap kedua pria yang perlahan melangkah masuk ke kamar rumah sakit ini.

[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang