"Sebenarnya ayah sama Pak Khalid, memang berniat menjodohkan kalian. Rencana itu sudah tersusun sebelum Sahira masuk ke pesantren ini. Alih-alih mau dojodkan, eh ... malah dekat dengan sendirinya. Jadi niat kita gak ada yang sia-sia," jelas Pak Akhmad.
Gus Reyhan dan Sahira semakin dibuat malu. Pipi keduanya pun sudah memerah bak kepiting rebus.
"Han, bapak tunggu kedatangan kamu ke rumah untuk benar-benar meresmikan hubungan ini."
"Nggeh Pak, secepatnya Reyhan akan kerumah," jawab Gus Reyhan tegas.
"Ummi bahagia sekali. Kalau yang jadi menantu ummi itu, Sahira. Pokoknya kalau Sahira gak jadi menantu ummi, pasti ummi sedih," tutur Bu Fatimah.
Sahira tersenyum. "Ummi, bisa saja."
"Loh, ini beneran. Doa ummi cuma satu, semoga kelak kalian bahagia."
Kebahagian kedua keluarga sangat dapat dirasakan. Apalagi Gus Reyhan ia sangat bahagia karena akan segera menghalalkan Sahira.
Namun tak selamanya bahagia itu ada. Disamping kebahagian karena akan memiliki pasangannya. Hati kecil Sahira pun menangis karena ia pasti akan berjauhan dengan ayahnya setelah menikah kelak.
Itulah kuadrat wanita harus rela meninggalkan keluarganya untuk menjalin hubungan keluarga yang baru. Dan kini ia hanya mampu berdoa agar kelak kebahagiaan selalu memenuhinya dan ayahnya.
Setelah dirasa sudah larut malam, Sahira berpamitan untuk kembali ke asrama, dan untuk kesekian kalinya Gus Reyhan kembali mengantarnya. Setelah lelah mengantar Sahira Gus Reyhan segera masuk kamarnya.
Matanya sangat ingin terpejam namun rasa gerah pada tubuhnya membuatnya sedikit tidak nyaman untuk tidur.
Ia pun bangkit dari tidurnya lalu segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Tidak butuh waktu lama hanya untuk sekedar membersihkan diri dan menyegarkan nya. Setelah selesai dengan ritual mandinya Gus Reyhan segera mengganti pakaian.
Wajahnya kian bertambah bersinar, dengan rambut basah khas orang selesai mandi. Ia mendekat ke arah nakas dengan cermin besar yang ada di samping almarinya. Lalu tangan kekar itu mencoba mencari benda bernama sisir yang biasa ia simpan di dalam laci.
Namun nihil, benda tipis itu tak ia temukan. Lelah mencari akhirnya ia putuskan untuk membiarkan rambutnya yang basah tak disisir. Namun ia merasa tak nyaman dengan rambutnya yang awut awutan.
Gus Reyhan pun pergi ke kamar Gus Reffan berniat untuk meminjam sisir. Langkah demi langkah ia tempuh sampai akhirnya ia sampai di depan pintu kamar adik tercinta. Tanpa mengetuk pintu ia mencoba masuk karena takut adiknya terbangun dari tidur ia membuka pelan-pelan pintu kayu bercat coklat itu.
Setengah pintu sudah terbuka. Namun mata tajam Gus Reyhan membelalak kaget, menatap ke arah ranjang Gus Reffan. Disana, di ranjang dengan sprai putih itu. Terbaring sosok Gus Reffan dengan kedua tangan memegang sebuah foto.
Betapa kagetnya Gus Reyhan melihat itu. Foto gadis yang ia dambakan. Yang hendak ia nikahi dan bahkan semua restu keluarga sudah ada untuknya. Kini Gus Reffan tengah menatap dalam wajah gadis cantik itu walau hanya dalam foto, dengan iringan air mata.
"Assalamualaikum," ucap Gus Reyhan. Merasa mendengar salam Gus Reffan terduduk kaget. Dengan cepat tangannya mencoba menyembunyikan lembaran putih dengan gambar wajah Sahira. Lalu secepat mungkin menghapus jejak air matanya.
"Wa-waalaikum salam, Mas, sudah lama?" tanyanya gugup.
Air mata Gus Reyhan turut terjatuh membasahi pipi bersinarnya. Ia duduk di samping adiknya lalu mengambil Gus Reffan ke dalam pelukan. Gus Reffan masih belum faham dengan perlakuan saudara tercinta.
![](https://img.wattpad.com/cover/216031752-288-k53171.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
RomanceDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...