"Tuh kan bosen, yaudah yuk jalan kesana!" ajak Rico. Sahira tampak berfikir sejenak, hal itu dapat terlihat dari kerutan di dahinya.
"Boleh, tapi...," ucap Sahira ragu-ragu. Rico mengangkat dagunya bermaksud meminta jawaban. "Tapi jaga jarak ya, kan kita bukan mahram," jawab Sahira dengan nada sedikit berbisik, dia takut Rico merasa tersinggung dengan permintaannya. Namun lain hal nya dengan Rico iya justru tampak tersenyum lalu mengiyakan permintaan Sahira. Meskipun terlihat urakan tapi Rico paham betul bagaimana caranya menghormati perempuan apalagi Sahira adalah satu-satunya anak perempuan yang begitu di jaga oleh ayahnya.
Mereka akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan di tepian pantai. Sembari berbincang-bincang beberapa hal random mengenai masa depan. Dengan ditemani merdunya suara ombak, dan sejuk nya angin pantai. Suasana tenang khas pesisir, memang selalu menyenangkan. Lalu lalang manusia yang juga turut menikmati pesona pantai hari ini pun menambah keramaian.
"Emang kamu mau pergi ke pesantren ya, Ra?" tanya Rico di tengah-tengah obrolan mereka.
"Iya bener, pasti Mita ya yang cerita?"
Sebelum menjawab pertanyaan Sahira, mulut Rico tiba-tiba tersumpal, saat melihat Sahira secara tiba-tiba menghentikan langkahnya. Matanya menatap lekat warung Es Degan yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
Warung kecil dengan tiang-tiang bambu itu ternyata berhasil menyita perhatian Sahira. Melihat buah kelapa muda yang tertata rapi diatas meja, berhasil membuat matanya tak berkedip. Membayangkan minum es kelapa muda di tengah terik matahari sepertinya tak begitu buruk.
"Kenapa berhenti, Ra?" tanya Rico keheranan.
"Beli itu yuk!" ajak Sahira, jarinya menunjuk ke arah warung yang di tungguin ♡
"Pak es kelapa mudanya dua, ya!" seru Rico.
Sementara penjual menyiapkan pesanan. Rico dan Sahira duduk disisi kanan warung, disebuah kursi kayu, sambil melanjutkan obrolan mereka yang sempat terhenti. Tak lama pelayan warung mengantarkan dua buah es kelapa muda lengkap dengan kulit buahnya.
"Monggo, Mas, Mbak, diminum!"
Kini mereka menikmati minuman segar itu dengan rasa syukur, meski sederhana tapi tak semua orang bisa menikmati kesegarannya. Ditambah dengan pemandangan indah pantai pasir putih ini. Begitupun hembusan angin yang menambah rasa sejuk.
Dari kejauhan Mita dan Angga berdiri memandang kearah Sahira dan Rico. Mereka memperhatikannya dengan seksama.
"Cepet banget mereka deketnya?" ucap Angga.
"Jodoh kali, makanya cepet deketnya," balas Mita memutar bola mata malas.
"Woy!" seru Mita dan Angga, lalu mendekat kearah Sahira.
"Dasar! katanya pala lagi pusing lah, apalah. Eh.... malah enak-enakan minum es disini berduaan," ucap Mita sambil menirukan gaya Sahira yang memegangi kepalanya.
"Kita gak berduaan, Mit!" Sahira menyangkal lalu menyeruput kembali minumannya dengan sedotan.
"Terus kaya gini apa namanya kalo bukan berduaan? Hah..." oceh Mita.
"Kamu gak liat, ya? itu kan ada Abang tukang bakso, Abang jual es, terus ada Mbaknya tuh sama pacarnya," terang Sahira dengan menunjuk satu persatu orang yang ia sebutkan.
"Kayanya aku harus pake kacamata kuda deh, kalo mau jalan sama Sahira lagi." Mita mengerutkan keningnya, ucapan Mita membuat semua yang mendengarnya terawat lepas.
Bersamaan dengan dikumandangkannya azan Zuhur. Sahira sejenak menghentikan aktivitasnya. Lalu menjawab satu persatu lantunan kalimat azan itu dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
RomansaDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...