Sebaik-baik manusia adalah mereka yang berkata jujur
______________
Sang Surya kembali menyinari bumi ini. Udara sejuk menembus hingga ke tulang manusianya. Tetes air sisa hujan semalam masih nampak membasahi dedaunan. Burung-burung ikut meramaikan sepinya pagi.
Selepas melaksanakan salat Subuh, Bu Fatimah segera membereskan rumahnya. Tanpa rasa lelah. Keadaan Mbok Minah yang sedang sakit, membuatnya harus bangun lebih pagi lagi dan memulai mengerjakan tugas rumah.
Selesai dengan tugas membereskan rumahnya, kini ia bersiap dengan alat masaknya. Membuat sarapan untuk keluarga tercinta.
Disamping keadaan Mbok Minah, Bu Fatimah sebenarnya lebih suka menyiapkan makanan sendiri. Karena memasak adalah salah satu hobinya.
Ia meraih pisau lalu memotong sayuran segar di meja makan.
Tak lama Kyai Khalid datang menghampirinya setelah sebelumnya mengakat telepon entah dari siapa.
"Mi!" panggilnya, membuat Bu Fatimah menghentikan sejenak aktivitasnnya.
"Nggeh, Bi, wonten nopo?"
"Nanti sore, Dik Hilda mau kesini, sama keluarganya. Nanti kamu siapkan makanan ya, buat mereka." Hilda itu adik perempuan Kyai Khalid yang paling muda, umurnya baru dua puluh lima tahun.
Ia sudah berkeluarga, menikah dengan ustad muda asal Jombang. Dan memiliki seorang putri berusia dua tahun, buah dari pernikahannya.
"Abi serius? Ya sudah kalau begitu, nanti ummi buatakan makanan kesukaannya, Dik Hilda. Nanti biar ummi minta bantuan Sahira."
Bu Fatimah tampak bahagia mendengar bahwa saudari iparnya itu akan tiba. Di dalam pikirnya sudah terancang ia akan memasak apa saja untuk ipar bungsunya itu.
"Kenapa mesti Sahira toh, Mi. Kan kasian dia," larang Kyai Khalid. Karena ia merasa takut Sahira terganggu dengan permintaan Bu Fatimah.
"Lah, mau bagaimana lagi, Bi. Wong, Mbok Minah, juga kan lagi tidak enak badan. Lah, Najwa, dia juga lagi keluar sama Rayan. Boleh ya, Bi, ummi minta bantuan Sahira," bujuk Bu Fatimah.
"Lagi pula, di pesantren ini yang pinter masak itu cuma Sahira, kan." Kiyai Khalid pun terpaksa mengiyakan, tak tega rasanya melihat istri tercinta memohon-mohon.
••••••••••••••••••••
Udara siang yang tidak terlalu panas, membuat Sahira merasa betah berlama-lama di kamar. Ia memilih menggambar setelah salat Dzuhur. Sembari mengisi waktu senggang.
Sedangkan ketiga kawannya tengah mengobrol di halaman depan kamar. Sambil membicarakan kebaikan Gus Reyhan, yang meminjamkan payung pada Sarah semalam.
"Gus Reyhan itu emang idaman banget, udah ganteng, baik, sopan lagi. Yang paling penting dia itu berpendidikan," puji Vivin.
Sarah dan Putri hanya menggeleng mendengar penuturan kawan tergemuk nya itu. Lalu melanjutkan membahas masalah yang lain.
Sementara di dalam kamar. Belum genap satu jam Sahira sudah menyelesaikan gambarnya. Sebuah gaun indah yang ia warnai dengan warna merah muda itu tampak indah. Ia lalu menyimpan gambarnya itu di laci.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
Roman d'amourDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...