Baru saja kakinya melangkah keluar dari rumah. Sudah banyak mata memandang penuh takjub. Rumah Bu Fatimah cukup dekat dengan asrama putri. Jadi tak jarang banyak para santriwati yang berkeliaran disekitar rumahnya.
Entah sekedar mencari udara sejuk. Atau hanya ingin berkumpul dan menyaksikan keindahan pesantren.
Setelah sekian lama, kini mereka bisa melihat kembali ketampanan Gus Reyhan. Mereka juga memuji-muji ketampanan Gus Reyhan. Ketiga putra Kyai Khalid memang tampan. Tapi Gus Reyhan lebih tampan lagi diantara mereka.
Tubuhnya yang tinggi semampai, dan berotot. Hidung mancung. Pipi tirusnya ditambah bibir yang tebal pada bagian bawah, dan warnanya yang merah merona. Kulitnya yang bersih, putih dan tampak begitu halus.
Banyak hati para santriwati yang jatuh padanya. Menjadi istri Gus Reyhan adalah suatu impian besar bagi semua gadis disini. Apalagi keramahanya, kepada semua orang. Benar-benar sosok idaman.
••••••••••••••••••••
Disisi lainya Rumi masih sibuk dengan hukumannya, ia masih setia dengan pulpennya. Dua Minggu sudah hampir berlalu, namun ia tak kunjung menyelesaikan tugasnya, menyalin surat Al Baqarah. Ditambah dengan tugas membantu para khadimah membuatnya sulit membagi waktu antara di dapur dan menulis.
Mulutnya tak henti-henti menggerutu, sambil menulis. Rasanya hukuman ini tak membuatnya jera. Hatinya malah diselimuti oleh dendam yang kian menjadi semakin kuat.
"Awas aja ya, kalau anak itu udah balik ke pesantren. Gua bikin gak betah, dia," gumamnya.
Mengingat waktu Dzuhur sudah tiba, ia segera mengambil air wudhu dan menyegerakan shalat.
Rasanya, percuma ia salat jika hatinya masih diselimuti rasa dendam. Sungguh pandai setan membujuk umat manusia, untuk menaruh dendam pada manusia yang lainya.
••••••••••••••••••••
Mendengar bahwa Gus Reyhan pulang hari itu. Gus Rayan dan sang istri bergegas menuju rumah sang ibu. Ba'da Ashar mereka berangkat menuju pesantren.
Kebahagian dapat terlihat di wajah Gus Naufal---anak Gus Rayan. Anak itu sangat penasaran dengan wajah pamannya itu. Karena sang ummi yang sering menceritakan tentang ketampanan pamannya.
"Naufal, penasaran deh sama paman Reyhan, Mi," celoteh Gus Naufal saat dalam perjalanan dengan suara khas anak-anak.
"Nanti juga ketemu kok, Fal."
Setelah berkendara, akhirnya mobil yang dikemudikan Gus Rayan sampai di halaman. Dan segera memarkirkan diri. Di teras rumah tampak Bu Fatimah dan Gus Reyhan sedang mengobrol, menikmati suasana senja. Ditemani dengan dua cangkir teh hangat.
Setelah mobil benar-benar terparkir. Gus Rayan dan istri langsung menghampiri kedua orang itu.
"Reyhan!" panggil Gus Rayan membuyarkan obrolan Gus Reyhan dengan Bu Fatimah. Gus Reyhan langsung menoleh padanya, diikuti senyum manis yang terukir indah diwajahnya tirusnya itu.
Dengan sedikit berlari Gus Reyhan menghampiri kakak sulungnya itu, lalu memeluk erat kakak tercintanya. Entah berapa lama mereka tak bertemu, dan kini mereka bisa bertemu kembali. Lewat pelukan hangat itu mereka saling melepas kerinduan.
"Kamu abis pergi lama, sekarang tambah ganteng aja," goda Gus Rayan. Sembari memandang tubuh Gus Reyhan, dari bawah hingga atas. Lalu mengelus pelan pucuk kepala Gus Reyhan.
"Ya, iya toh. Adek nya siapa dulu?" celetuk Gus Reyhan dengan percaya dirinya, begitupun celetukannya mengundang gelak tawa.
Masih dengan rangkulannya, mereka berdua masuk ke dalam rumahnya. Lalu sama-sama duduk di kursi ruang tamu. Sembari menunggu minuman yang dibuatkan Mbok Minah, mereka juga saling berbagi cerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
Lãng mạnDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...