14🥀

132 7 0
                                    

Brukkk......

Sahira terjatuh. Seketika riuh disana, berubah menjadi hening. Semua orang menatap kearah Sahira. Gus Reffan yang melihatnya langsung berlari mendekat. Ia menyuruh Sarah dan Putri untuk membawanya ke ruang perawatan.

Wajah panik Gus Reffan, dapat terlihat jelas. Gimana bisa dia pingsan ucap batinnya. Dan ia segera pergi, memanggil ummi-nya.

Setelah sampai di ruangan, Sarah membaringkan Sahira. Tak lama Bu Fatimah, juga sampai disana. Begitupun Gus Reffan datang bersama Ustazah Afifah, pengajar sekaligus dokter disini.

"Biar saya periksa dia," ucap Ustazah Afifah. Sebelumnya ia menyuruh mereka keluar dari ruangan. Mereka pun menurut, lalu keluar.

"Kenapa bisa begini, Sar?" tanya Bu Fatimah pada Sarah setelah mereka sampai di teras ruangan. Sarah hanya menggeleng sebagai tanda tak tahu.

"Saya nggak tau, Mi. Tadi Rara baik-baik aja kok. Tapi ... tiba-tiba dia pingsan," jelas Sarah.

"Apa perlu, ummi, telpon ayahnya Rara."

"Menurut, Reffan. mending jangan dulu, Mi. Kita lihat kondisi Rara, kalau dia baik-baik saja, ya gak usah dikabarin. Takutnya Pak Akhmad, syok," cegah Gus Reffan. Bu Fatimah mengangguk mengiyakan.

Semuanya panik. Masih terheran dengan apa yang terjadi pada Sahira. Semula gadis itu biasa-biasa saja naik kenapa sekarang ia seperti ini.

Tak lama Ustazah Afifah keluar dari ruangan, dengan wajah pucat. Entah apa yang terjadi pada Sahira. Sampai membuatnya panik. Semoga saja bukan hal yang buruk.

"Gimana, Fah? Keadaan Rara." Bu Fatimah juga ikut panik, melihat raut wajah Ustazah Afifah.

"Sahira sepertinya keracunan," jelasnya. Sontak semua yang mendengar, merasa heran. Mereka saling bertatap muka satu sama lain.

"Sebelumnya ... apa Sahira mengkonsumsi sesuatu, makanan atau minuman?" tanyanya ingin memastikan benar atau tidak Sahira keracunan.

"Setahu saya, seharian ini Rara baru makan sekali, Ustazah. Dan, itu pun sarapan dari dapur pesantren. Kalau dia keracunan, ya pasti kita juga kan." Sarah menjawab.

"Selain itu, apalagi?"

Sarah menggeleng. "Cuma itu aja kok, Ustazah."

Ustadzah Afifah, semakin dibuat pusing. Bagaimana bisa dia keracunan tapi tidak makan apapun? Tanyanya dalam hati.

"Oh, iya! Aku ingat. Tadi Rara minum air mineral, Mi," ungkap Vivin yang melihat jelas kejadian yang tak lama terjadi.

"Nah, mungkin itu penyebabnya. Dan kondisi Sahira, sangat lemah. Kita harus bawa dia ke rumah sakit, secepatnya."

Setelah mendengar ucapan Ustadzah Afifah, Bu Fatimah bergegas memanggil Kang Ragil. Agar dia mengeluarkan mobil, untuk membawa Sahira kerumah sakit.

"Kalau boleh tau. Racun yang ada ditubuh Sahira, berbahaya gak, Ustadzah?" tanya Gus Reffan.

"Sebenarnya, racun ini tidak terlalu berbahaya. Tapi ..." Ustadzah Afifah berhenti sejenak mengambil nafas. "karena dosis yang dikonsumsi tinggi. Itu mengakibatkan, detak jantung Sahira lemah. Dan Sahira bisa saja..." Ia menghentikan uncapanya, karena ragu.

"Bisa apa, Ustazah?" tanya Gus Reffan lagi. Ustadzah Afifah menunduk, lalu kembali mengangkat kepalanya.

"Bisa saja. Dia kritis, koma, bahkan meninggal. Karena dosis ini benar-benar tinggi. Dan bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung, bisa saja meninggal secara mendadak setelah mengkonsumsinya," jelas Ustazah Azizah, membuat mereka semakin panik.

"Astagfirullah!" seru mereka bersamaan. Wajah yang hanya dipenuhi kepanikan kini berubah pucat.

••••••••••••••••••

Rumi sedang menikmati kemenangannya, menikmati keadaan Sahira saat ini. Ia merasa puas bisa membuat Sahira jauh dari Gus Reffan. Begitupun kawannya juga ikut tertawa bersama diatas penderitaan Sahira.

"Rum!" ucap Alisa sembari menyodorkan botol minuman pada Rumi. Sontak mata Rumi membelalak kaget melihat botol itu.

"Astaga!" Ia menepuk jidatnya sendiri.

"Kenapa, Rum?" tanya Wina karena merasa aneh dengan kelakuan Rumi.

Kalau botolnya disini terus botol yang tadi?! Gumamnya dalam hati, sambil sesekali menggaruk keningnya yang tidak gatal itu.

"Gawat!" ucapnya membuat Alisa dan Wina kaget dan ikut panik tanpa alasan.

"Gawat kenapa?" tanya Wina.

"Botolnya ketuker! Seharusnya yang ini yang diminum sama Rara, bukan yang tadi. Yang ini isinya obat tidur, dan yang tadi isinya ..." jelasnya dengan wajah pucat.

"Isinya apa, Rum?"

"Itu isinya racun, Bodo! Kenapa bisa salah kasih si, Lu?" Rumi yang merasa geram hanya bisa mengusap kasar wajahnya. Bagaimana bisa Wina mengambil botol yang salah.

"Apa ...!" teriak Wina.

"Kita dalam bahaya. Dan jangan sampe anak itu ngomong ke Bu Fatimah kalau kita yang kasih minuman itu, untuk Rara."

Rumi semakin panik, ia takut kelakuannya ini diketahui oleh Bu Fatimah. Apalagi Gus Reffan. Berniat menjauhkan Sahira dengan Gs Reffan, malah akan membuatunya jauh dari tujuannya.

Ia mencoba menenangkan diri, ia berfikir bagaimana cara agar kelakuannya tidak diketahui Bu Fatimah. Ia mondar-mandir di depan Wina dan Alisa. Ketiga gadis itu sama-sama berfikir dengan segala rasa takut.

Kesalahan Rumi kali ini benar-benar fatal, hingga membuat nyawa Sahira terancam.

•••••••••••••••••••

Di perjalanan menuju rumah sakit. Bu Fatimah sangat panik. Ia duduk di baris kedua mobil. Sambil memapah Sahira.

Wajah anggun Sahira, dalam hitungan detik berubah. Tangan yang kuat seketika berubah menjadi lemah. Bibirnya yang merah berubah pucat. Bu Fatimah yang melihatnya merasa kasihan. Apalagi ia sangat menyayangi Sahira. Ia sudah menganggap Sahira layaknya anak sendiri.

Ya Rabb, tolong sembuhkan Sahira, batin Bu Fatimah terus mengucap do'a. Sebelum sampai di rumah sakit, Bu Fatimah terlebih dahulu mengabari Pak Akhmad, ayah Sahira.

Suara panik, Pak Akhmad terdengar jelas di telpon. Dan detik itu juga setelah ia mematikan teleponnya, ia segera menuju rumah sakit yang dimaksud Bu Fatimah.

Air mata juga turut menemani perjalanan Pak Akhmad. Tak henti-henti ia mengucap istighfar, dan berdo'a agar Sahira baik-baik.

Berita ini membuat Pak Akhmad cemas. Ia takut kehilangan harta satu-satunya. Ia tak ingin kehilangan permata terakhirnya setelah kehilangan permata pertamanya.
Ia sedikit mempercepat laju mobilnya. Agar bisa lebih cepat untuk sampai di rumah sakit.

Dokter baru saja keluar setelah memeriksa keadaan Sahira. Pak Akhmad langsung mendekati dokter itu, untuk menanyakan keadaan Sahira.

"Bagaimana keadaan putri saya, Dok?" tanya Pak Akhmad dipenuhi rasa cemas.

Dokter laki-laki itu membuka masker yang ia pakai, lalu mengusap keningnya yang berkeringat. Wajahnya tampak sedikit cemas, entah apa yang terjadi pada Sahira. Dan jelas hal itu membuat semua orang ikut panik.

"........


Bersambung....

Heppy reading
••••




••••
Awali Kegiatan Mu Dengan Bacaan Basmalah 🍁

[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang