Kedekatan Gus Naufal dan Bu Fatimah amat sangat jelas terlihat. Bu Fatimah sebagai seorang nenek merasa sangat bangga dan beruntung. Bagaimana tidak, cucu setampan dan semanis Gus Naufal adalah harta terindah, siapa yang tak ingin memiliki cucu seperti Gus Naufal.
Betapa beruntungnya Gus Rayan dan Najwa, memiliki putra setampan Naufal. Pipinya yang tembam, dan mata yang bulat kian membuatnya semakin lucu.
"Ummi! Rara kembali ke asrama dulu, ya," pamit Sahira.
"Kok buru-buru, toh Nduk. Disini aja dulu!" cegah Bu Fatimah.
"Masalahnya, Rara masih ada pekerjaan, Mi."
"Yasudah! Sekali lagi terima kasih, ya." Sahira mengangguk, entah sudah berapa kali Bu Fatimah mengucap terima kasih padanya.
Sebelum keluar, Sahira terlebih dulu menyalami Bu Fatimah, dan berpamitan dengan Najwa, juga Gus Rayan.
Setelahnya, Sahira pergi segera menuju asrama. Ia baru ingat kalau ia belum mengangkat pakaian yang ia jemur. Ia berjalan dengan langkah sedikit lebih cepat.
Brukk....
Ia tak sengaja menabrak seorang gadis. Buku-buku yang dibawa gadis itupun jatuh berhamburan di lantai. Ia segera membantu gadis itu mengumpulkan kembali buku-bukunya."Saya minta maaf, ya ... saya tidak tau kalau ada kamu," ucap Sahira meminta maaf seraya meraih buku-buku itu.
"Iya! Tidak apa, saharusnya saya yang minta maaf. Tadi saya jalanya gak liat, trus nabrak, Njenengan." Gadis bertubuh sedikit lebih tinggi dari Sahira itu kembali meminta maaf. Memuat Sahira makin merasa tidak enak.
"Ini bukunya mau dibawa kemana?" tanya Sahira.
"Ke perpustakaan," jawab gadis itu pelan.
"Biar saya bantu!" tawar Sahira. Gadis itu sempat menolak bantuan Sahira. Namun karena Sahira yang cukup keras kepala. Gadis itu pun mau menerima bantuannya.
Sahira mengantar gadis itu beserta buku-bukunya. Di perjalanan Sahira banyak mengobrol dengan gadis itu. Gadis yang ia ketahui bernama Lila itu kini masih duduk di kelas dua MTs.
Begitu banyak hal yang mereka obrolkan. Mulai dari kehidupan Lila dan masih banyak lagi. Membuat sesekali hati Sahira terenyuh kala mendengar cerita tragis sang gadis.
Disisi lain, tanpa Sahira tau, Gus Reffan sedang memperhatikannya dari kejauhan. Memperhatikan semua tingkahnya lamat-lamat. Rasa kagum lagi-lagi hinggap di hatinya. Dari dulu sampai sekarang Rara gak pernah berubah batin Gus Reffan berucap.
••••••••••••••••••
"Dari mana aja sih, Ra? Baru ngangkat jemuran," tanya Sarah yang baru saja keluar dari kamar dan mendapati sahira sedang mengangkat pakaiannya.
"Abis dari rumah Ummi, Sar." jawab Sahira masih fokus dengan pakaian yang ia angkat. Sarah menganguk lalu duduk di kursi teras.
Setelah Sahira mengangkat pakaiannya ia pun masuk, bermaksud untuk melipat pakaiannya. Ia meninggalkan Sarah sendirian di luar. Ia memilih duduk di ranjang, sambil melipat pakaiannya.
Raga boleh di asrama namun pikiran gadis itu terus melayang. Membayangkan setiap kisah gadis bernama Lila itu.
Seketika rasa iba itu hinggap dalam hatinya. Sahira pernah merasa, menjadi orang yang paling tidak beruntung. Namun kisah Lila tak kalah dengan kematian ibunda Sahira. Ia hanya kehilangan Bu Aisyah, tapi Lila, dia kehilangan kedua orang tuanya.
Pernah merasakan menjadi orang yang memiliki beban terberat. Kini ia tahu bahwa kekejaman dunia tak hanya ia rasakan. Menyesal? Tentu, gadis itu merasa sangat menyesal telah mengeluh pada-Nya tanpa melihat kisah orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
Любовные романыDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...