Di ruangan kecil bernuansa serba putih gadis itu duduk di kursi belajarnya, tangannya tak berhenti bergerak, membuat garis-garis indah di kertas kosong dengan pensilnya. Menggambar sudah menjadi hobinya sejak kecil, entahlah rasanya menggambar juga menjadi media healing terbaik untuknya.
Karena bakat menggambarnya itu, dia memilih untuk melanjutkan studinya di Fakultas Desain Fashion. Selain ingin menjadi desainer hebat, ia juga ingat tentang impian ibunya yang belum tercapai. Setidaknya kelulusannya adalah hadiah untuk ibunya.
Tak berapa lama suara mobil terdengar cukup keras menyapa telinganya. Ya ayahnya sudah pulang dari bekerja seharian ini. Tanpa pikir panjang gadis itu menyambar kerudung nya yang ia gantung di samping Almari. Lalu bergegas berlari keluar untuk menyambut ayahnya. Salah satu kebiasaan yang ia lakukan sejak kecil.
"Ayah ...!" teriaknya setelah pintu kayu itu terbuka, memperlihatkan sosok Pak Akhmad yang tengah berbincang dengan sopir pribadinya. Pak Akhmad tersenyum mendengar suara yang selalu menyambut nya setiap saat itu, matanya beredar, melihat putrinya yang mengenakan kerudung coklat itu berlari kecil dan memeluknya dengan erat. Pak Akhmad tersenyum lalu membalas pelukan putrinya, keduanya pun berjalan masuk ke rumah. "Rara buatkan kopi ya Yah?" tawar Sahira. Pak Akhmad hanya mengangguk mengiakan.
Pak Akhmad pergi meninggalkan ruang tengah dan masuk ke kamar untuk membersihkan diri. Sedangkan Sahira bersiap membuatkan kopi di dapur, ia juga sekalian memasak untuk makan malam ini.
Rumah besar hanya dengan satu pembantu itu tak menyulitkan Sahira. Karena ia cenderung lebih senang membereskan rumahnya dibanding menyuruh orang. Biasanya ia akan memasak dan mencuci pakaian miliknya dan ayahnya sendiri. Sedang sisanya pembantulah yang akan mengurus, seperti menyapu dan mengepel lantai rumahnya. Namun tak jarang gadis bertubuh manggil itu juga ikut membantu, terlebih jika ia tak sedang mengerjakan apapun.
Sejak kecil Sahira memang diajarkan hidup tanpa menyusahkan orang lain. Dan sejak itu juga kedisiplinan tertanam dalam jiwanya. Membuatnya tumbuh menjadi gadis kuat, disiplin dan tentunya tegas. Pula tak mau merepotkan orang lain, baginya jika ia bisa melakukannya sendiri maka ia tak memerlukan orang lain.
"Ini Yah, kopinya," ucap Sahira sambil menyodorkan segelas kopi panas untuk ayahnya. Setalah melakukan ritual bersih-bersihnya. Pak Akhmad memilih untuk duduk santai di ruang tengah, sembari menonton tayangan di televisi nya.
"Makasih, Nak."
"Yah... nanti malam, Rara mau kerumah Mita boleh ngga?" tanya Sahira ragu. Karena selama ini Pak Akhmad jarang memberinya izin jika harus keluar malam. Ada rasa khawatir sebagai seorang ayah, jika harus membiarkan putrinya keluar sendirian
"Mau ngapain kerumah Mita?" Dari tahapan mata Pak Akhmad, gadis itu sudah menduga bahwa ayahnya tak akan memberikannya izin untuk pergi kali ini.
"Mita hari ini ulang tahun, Yah, dan Rara diundang. Masa Rara ngga dateng sih, kan Ayah tau kalau Rara sama Mita itu sahabatan dari kecil," bujuk Sahira dengan mengedipkan matanya memohon karena jarang-jarang ia bisa bersama Mita. Keduanya sekarang mulai disibukkan dengan dengan kegiatannya masing-masing.
"Huh... yang kaya gini-nih yang nggak bisa ditolak," jawab pak Akhmad, tangannya mengulur mencubit pipi putrinya. Entahlah ia selalu lulus dengan tatapan memohon putrinya. Rasanya ia ingin memberikan seksi dunia jikalau Sahira yang memintanya.
"Makasih, Ayah sayang," teriak Sahira kegirangan. Huh.. sifat manjanya keluar lagi.
••••••••••••••••••••
Waktu menunjukkan pukul 19.25, Sahira tengah bersiap untuk menghadiri pesta Mita kawannya. Ia pun masih terheran-heran kenapa gadis itu harus mengadakan pesta ulang tahun, saat umurnya bahkan sudah kepala dua. Tak lupa sebelum pergi ia menyempatkan shalat Isya terlebih dulu. Kali ini ia akan pergi di antar supir nya. Pak Akhmad, ia tak akan membiarkan putrinya pergi sendirian malam-malam begini. Ditambah berita pembegalan yang marak akhir-akhir ini.
Setelah bersiap ia lantas bercermin di depan meja riasnya, mentap dirinya sendiri dengan balutan hijab pasmina hitam yang menutup rapat rambut serta dadanya, cukup cantik pikirnya. Saat ini ia mengenakan rok hitam dan blouse berwarna merah muda. Lantas melenggang meninggalkan kamarnya, dan menemui ayahnya untuk berpamitan. Setelah berpamitan ia pun keluar dari kediamannya, terlihat sang supir sudah berdiri di samping mobilnya, menunggu dirinya.
"Mau berangkat sekarang, Non?" tanya sang Supir. Sahira mengangguk lalu masuk ke mobil nya, tanpa pikir panjang sang sopir segera menyalakan mesin mobil, dan bergegas meninggalkan halaman rumah. Sahira hanya duduk diam sembari mengamati ponsel yang ia genggam, hingga hanya menyisakan keheningan, dengan desus suara mesin mobil.
Merasa sedikit bosan, gadis itu membuka kaca mobil, menikmati udara malam yang begitu sejuk menerpa wajah ayunya yang seterang bulan. Matanya mengedar memandangi pesona kota Surabaya di malam hari, dengan sedikit penerangan sangatlah indah. Serta beberapa manusia yang berlalu lalang, mulai dari penjual kaki lima, hingga orang-orang yang hanya duduk menikmati suasana di bangku taman.
Lima belas menit berlalu, akhirnya gadis itu sampai, ia meminta supir untuk menunggumu. Sebab ia tak akan lama berada di sini, mungkin hanya sekedar memberi ucapan, melepas rindu, dan memberi hadiah, itu saja. Ia pun keluar dari mobilnya, melihat sahabat kecilnya berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan penuh kerinduan.
"Rara...!" teriak kencang Mita mengampiri Sahira yang baru saja keluar dari mobil, dengan sedikit berlari kecil.
Sebuah pelukan hangat datang pada Sahira. Dua sahabat yang telah lama berpisah ini saling melepas kerinduan sekarang. Tepatnya empat tahun lalu Mita pergi keluar negeri dan tinggal disana, sebab ayahnya mendapat pekerjaan disana. Sejak itu pula Sahira jarang berkomunikasi dengan Mita, hanya bisa berkabar lewat pesan, meski begitu tak membuat kerinduan keduanya menyusut.
"Kangen banget," ucap Sahira, masih dalam pelukan.
"Masuk yuk!" ajak gadis berambut hitam panjang, yang di ikat dua itu.
"Tambah cantik aja temenku ini, gimana kuliah, lancar?" goda Sahira.
"Bisa aja kamu. Alhamdulilah sih lancar banget, seneng banget tau kuliah disana tu cowoknya ganteng-ganteng, baik-baik ngga kaya disini, pokonya seru deh," cerocos Mita. "Kamu sendiri gimana kuliahnya," tambahnya.
"Alhamdulilah sih, aku lulus dengan nilai ya, lumayan," jawab Sahira. Keduanya terus mengobrol, mungkin itu salah satu cara mengikis kerinduan. Kedekatan yang terjalin sejak kecil itu kembali hangat setelah lama tak bersama, keduanya yang sering berbagi cerita harus menahan ceritanya karena jarak. Hingga dikesempatan kali ini, mereka membicarakan banyak hal, mulai dari pengalaman kuliah, dan langkah kedepan apa yang akan mereka ambil.
"Aku tinggal bentar ya Ra!" Mita beranjak pergi meninggalkan Sahira.
Sahira kini duduk sendiri ia asik menikmati minuman yang disuguhkan Mita padanya. Mata Sahira tak henti-hentinya memandang sekitar, memandang wajah-wajah asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dekorasi serba biru, kesukaan Mita, banyak pula balon-balon yang menghiasi.
Sejujurnya Sahira tidak terlalu suka menghadiri pesta ulang tahun, bahkan saat ulang tahunnya tiba pun ia tak pernah mengadakan pesta. Yang ada hanya syukuran bersama keluarga terdekat. Karena setiap kita menginjak tanggal lahir, bukan umur kita yang bertambah, namun umur kita yang berkurang. Lantas untuk apa merayakan kehilangan waktu hidup kita.
Karena bosan duduk sendiri, Sahira meraih benda pipih dari dalam tasnya, ia mulai menggeser layar ponselnya. Membuka beberapa aplikasi seperti instagram dan lain lain, menggeser beranda tanpa henti, yang hanya menyuguhkan quotes para remaja. Meski begitu ia sangat suka membacanya, tak jarang banyak juga quotes yang memberinya inspirasi.
"Ra...!" panggil Mita. Sahira mendongak menatap kawannya, tubuh mulus yang hanya di tutup dres biru setinggi lutut, sangat disayangkan, bagian pahanya terekspos begitu saja. Entah sejak kapan gadis lugu itu mulai menyukai dress yang membuat auratnya terlihat jelas.
"Iya kenapa?" tanya Sahira.
"Ada yang mau kenalan tuh sama kamu," jawab Mita diiringi senyum nakalnya, ia seperti sedikit menggoda Sahira, namun gadis itu tak menyadarainya.
"Siapa?" tanya Sahira kebingungan.
Heppy reading
••••
•
•
•
•
••••
Awali Kegiatan Mu Dengan Bacaan Basmalah 🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah
RomanceDunia memang selalu seperti ini, menyuguhkan kebahagiaan dengan mudah, lalu memberikan luka yang teramat dalam hingga membuat seseorang tak mampu lagi untuk berharap. Mengharap pada dunia sama halnya seperti mengemis pada pelitnya manusia, sekuat ap...