Denirarga | Part 14

637 28 4
                                    

Pengaruhnya terlalu besar, bisa-bisa gue gila karnanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pengaruhnya terlalu besar, bisa-bisa gue gila karnanya.

Happy Reading..

***

Waktu menunjukan pukul 10 malam dan Arga masih berada di distronya bahkan saat kedua pegawainya berpamitan untuk pulang, Arga masih tetap di sana, duduk di balik meja dengan laptop yang menyala dan juga buku laporan.

"Bos, ga balik?" Tanya Dani yang bersiap untuk pulang. Lelaki itu berdiri di ambang pintu ruangan Arga sembari melipat kedua tangannya di dada.

"Lo duluan aja, gue masih check laporan." Arga melirik Dani sebentar lalu kembali pada laporan yang di berikan oleh Marissa, teman kampus Arga yang bekerja part time menjadi kasir di distro milik Arga.

"Yaudah, gue balik ya. Hati-hati bos, jangan begadang." Kekeh Dani yang di respon sebuah acungan jempol oleh Arga.

"Hati-hati, Dan." Ucap Arga saat Dani berjalan ke pintu keluar.

Arga kembali berkutat dengan laptop dan juga buku laporan, ada banyak sekali pelanggan yang membeli hoodie yang di desain oleh Arga sendiri. Responnya sangat positif, untuk itu Arga memutuskan akan memperbanyak produksi.

Ketika Arga fokus pada layar buku laporan, tiba-tiba ponselnya bergetar. Arga mengambil ponsel tersebut lalu menatap layarnya, Lebih tepatnya menatap beberapa digit angka yang ia kenali. Ya, Arga tau itu adalah nomor ponsel Adrian, papinya.

Arga menghela napas perlahan, kata-kata Denira terngiang di kepala nya.

Tuhan aja maha pemaaf, Ga.

Arga memejamkan kedua matanya, tidak lama karna ia memutuskan menggeser icon hijau pada layar ponselnya lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga.

"Hallo, akhirnya Arga.. Papi senang sekali kamu mau mengangkat telepon papi."

Arga menghela napas perlahan, sebenarnya semua ini terasa berat sekali untuknya, sejak kecil Arga terbiasa tanpa Adrian. Namun mendengar suara Adrian yang terdengar exited sekali, membuat Arga tidak tega untuk memutus sambungan teleponnya.

"Arga, kamu masih di situ kan?" Suara bariton milik Adrian kembali terdengar.

"Ada apa? To the point aja." Ucap Arga akhirnya membuka suara.

"Kamu bersedia bertemu papi kan, Nak?"

"Sebutkan dimana tempatnya dan kapan saya harus menemui anda."

"Arga, jangan seperti itu. Papi rin.."

Arga berdecak, membuat Adrian menghentikan kalimatnya. "Dimana dan kapan Arga harus menemui papi?"

Senyum Adrian mengembang, pria paruh baya itu tidak bisa menutupi rasa bahagia yang membuncah dalam hatinya. "Papi yang akan menemui kamu, kamu kirimkan saja alamatnya."

DENIRARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang