Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada seorang munafik.
Ia yang tertawa dan menutup matanya atas segala kerusakan yang ia buat.
Surat kabar masuk kerumahnya, tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa ia akan selalu mendapatkan surat-surat kabar yang mulai membuatnya muak.
Kepalanya pening.
"Bisa tolong ambilkan aspirin?"
Lelaki itu ingin rasanya untuk menyerah, ia tidak terbiasa dengan segala hal yang tengah terjadi dihidupnya.
Namun, ini baru permulaan.
Juga, dia tidak akan bisa menyerah mungkin sampai darah terakhir menetes dari tubuhnya.
-fullsun, Chapter 10.
---
Setelah semalaman tidak bisa tidur karena kejadian itu, aku memutuskan untuk tidur bersama Mama. Aku masih merasa mereka seakan-akan ada di belakangku, aku seakan merasakan mereka menatap punggungku dan bersiap memasukan kepalaku kedalam tudung hitam seperti saat itu.
Semuanya masih kuingat dengan sangat jelas.
Sejak saat itu, aku selalu awas ketika sendirian. Bahkan ketika mandi tadi, tubuhku tiba-tiba bergetar dan aku merasakan ketakutan hebat yang sebelumnya tidak pernah kurasakan."Yakin mau ke sekolah?" Mama membuatkanku sarapan pagi.
French toast dengan telur mata sapi matang, "Kalau mau izin dulu, biar Mama izinkan"
"Tidak apa-apa, hari ini ada kegiatan praktik, aku harus masuk"
Mama menganggukkan kepalanya, "Kalau kamu perlu pulang lebih dulu, telfon Mama, ok?"
"Siaap"
"Jihyo-ya" Mama duduk disampingku, menatapku dengan lekat, kemudian mengelus rambutku, "Mama tahu kamu tidak mungkin menyakiti orang lain, Mama harap bisa segera berbicara dengan orang-orang yang berani menyentuhmu" Mama menggenggam tanganku erat, matanya berkaca-kaca.
Melihat Mama seperti ini, rasanya menyakitkan.
"Mama tidak bisa melindungimu, maaf"
Kemudian Mama memelukku dengan erat, tubuhnya bergetar dan tangisnya pecah.Mama, ketahuilah bahwa aku juga ingin mengetahui apakah gelang yang ada di sakuku ini bisa membuktikan siapa pelakunya hari itu.
---
"Pagi, Jihyo" Doyoung melewati bangku Jihyo, berhubung kursi Doyoung tepat dibelakang kursi Jihyo.
Jihyo terdiam, dia hanya menganggukan kepalanya canggung. Rasanya aneh setelah tiga tahun sekelas, ini adalah kali pertama Doyoung menyapanya –bahkan mungkin lelaki itu baru menyadari selama ini seseorang yang duduk didepannya adalah Jihyo– Jihyo hanya mampu menundukkan kepalanya dan bersembunyi dari tatapan anak-anak kalas yang tidak kalah kaget dengan apa yang baru saja Doyoung lakukan.
Doyoung hanya meletakkan tasnya, kemudian berjalan keluar dari kelas tanpa memerdulikan tatapan anak-anak kelas yang mengikutinya.
Tatapan itu kini bergantian menyorot tubuh Jihyo yang kemudian membuatnya merinding.
Masalahnya, seisi kelas bukan hanya berasal dari kelasnya. Ia kini sedang berada di Lab.
Kimia sekolah dan terdapat tiga kelas yang dikumpulkan. Itu artinya, terlau banyak orang yang melihatnya saat ini.
"Aih" desis Jihyo.
Dia bahkan tidak bisa belajar dengan tenang sebelum praktik dimulai karena ia bisa merasakan semua tatapan menusuk punggungnya dengan tajam.

KAMU SEDANG MEMBACA
SIMONS SAYS: PLAY THE GAME
Fanfiction[Jihyo Twice X NCT 127] [COMPLETE] Permainan yang mereka mainkan berujung pada petaka yang mengejar mereka. Johnny, Yuta, dan Jaehyun tidak tahu bahwa langkah mereka untuk memainkan Jihyo merupakan gerbang neraka bagi mereka, bahkan untuk teman-tema...