four

723 127 102
                                    

"Yoobin? Kamu di dalam?"

Aku mendengar seseorang menggedor pintu dengan panik. Aku masih menangis, sibuk menenangkan jantung—beneran jantungan karena kaget, bukan karena dibaperin si ganteng. Aku terlalu lemas untuk sekedar bangun, makanya aku cuman duduk aja di tengah rungan yang gelap gulita.

Kemudian aku mendengar keributan kecil di depan pintu kamar, nggak lama aku mendengar suara pintu yang dibongkar paksa. Kalian mengharapkan Sicheng yang datang? Bukan, itu ahjussi sama ahjumma—pemilik kost yang tinggal di lantai bawah.

"Yoobin, kamu nggak apa-apa?" tanya ahjumma, flash ponselnya menyorot tepat diwajahku. "Ayo, keluar dulu!"

Aku pasrah saat ahjumma merangkul bahuku dan membantuku berdiri, sementara ahjussi berusaha mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ahjumma kemudian mendudukanku di tempat duduk lesehan yang ada di depan kamar.

"Bentar ya, ahjumma bawa minum dulu."

Aku hanya diam, masih sibuk mengendalikan jantung yang masih berdetak terlalu cepat. Aku masih menangis saking kagetnya, suara ledakan tadi cukup keras dan masih untung aku nggak kenapa-napa.

"Nih, minum dulu!"

Aku menerima air putih hangat dan meminumnya dengan perlahan. "Makasih, ahjumma."

"Sama-sama, Yoobin," ujar ahjumma sambil mengusap punggungku. "Kamu nggak kenapa-napa, kan?"

Aku mengangguk. "Cu—cuman kaget aja."

Ahjumma mengangguk paham, ia tidak menanyakan apa-apa lagi dan sibuk mengusap punggungku. Ahjumma ini udah seperti ibuku, baik banget. Ahjussi juga baik banget, kadang mereka suka ngasih makanan, nggak pernah marah kalau aku bayar telat, yang paling penting sih mereka perhatian banget.

Ahjussi keluar dari kamarku, flash ponselnya masih menyala.

"Yoobin, kayaknya ini—"

"Yoobin!"

Aku menoleh. Ahjussi dan ahjumma juga menoleh. Sicheng ganteng berdiri beberapa langkah dari tempatku duduk. Nafasnya terengah-engah seolah habis lari marathon, wajahnya kelihatan panik—tumben, biasanya si ganteng mukanya lempeng banget.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Sicheng ganteng begitu berdiri di sebelahku. "Ada luka?"

Aku menggeleng. Sicheng menghela nafas lega. Sicheng lalu menoleh kearah ahjussi yang masih kaget karena tiba-tiba ada cowok ganteng yang nyamperin aku—biasanya kan yang nyamperin aku cuman rentenir yang berusaha nawarin pinjaman karena tahu aku butuh duit.

"Kenapa, ya?"

"Hah?" tanya ahjussi yang masih shock dengan ketampanan Sicheng—dulu juga aku gitu kok. "Oh ini, kayaknya korsleting listrik. Untung nggak sampai kebakaran."

"Penyebabnya?"

"Teko elektrik," ujar ahjussi. "Kayaknya overheat, jadi meledak akhirnya bikin listriknya korslet. Sama kulkasnya ikutan rusak, plafonnya juga runtuh—ledakannya emang cukup kuat tadi."

Sicheng menoleh kearahku, wajahnya sudah lebih tenang. "Kamu nggak kena runtuhan plafon?"

Aku menggeleng.

"Saya boleh masuk?" tanya Sicheng pada ahjussi.

Ahjussi mengangguk. "Masuk aja. Biar tahu separah apa kerusakannya."

Aku menatap Sicheng dan ahjussi yang masuk ke dalam rumah sementara aku dan ahjumma masih duduk di luar. Aku menunduk, ada-ada aja cobaan hidup; kalau rusaknya parah aku harus tinggal dimana? Belum lagi biaya perbaikan pasti mahal padahal aku lagi berusaha berhemat karena yeah mahasiswa tingkat akhir banyak pengeluaran.

Acrasia [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang