Selesai makan malam bareng-bareng dengan segala kehebohannya. Saatnya untuk menentukan siapa yang akan mencuci semua piring kotor ini yang ternyata ditentukan dengan rock, paper, scissors. Maka yang sial hari ini dan harus mencuci puluhan piring kotor adalah Jeno, Doyoung dan Mark.
Ketiga orang itu berjalan ke wastafel sambil misuh-misuh sementara yang lain sudah siap posisi di karpet atau sofa sambil menyiapkan berbagai macam cemilan dan minuman tentunya.
"Aku ke kamar ya," ujarku sambil berbisik pada Sicheng yang sudah memposisikan dirinya di karpet sambil bersandar ke sofa.
Sicheng mengangguk. "Jangan lupa kunci kamarnya!"
Aku mengangguk kemudian berdiri. Selama makan malam tadi aku emang duduk di sebelah Sicheng, cowok itu kelihatan lebih bahagia bareng teman-temannya. Sicheng senyum-senyum atau kadang ketawa sampai terbahak-bahak kalau ada celotehan lucu. Percaya atau nggak, senyuman atau tawanya Sicheng itu menular loh. Aku jadi diam-diam ikutan senyum kalau dia lagi senyum.
"Yoobin, mau kemana?" tanya Yuta yang sudah rebahan di karpet sambil makan kripik.
"Ah, ka—kamar," ujarku yang entah kenapa jadi gelagapan.
"Ngapain buru-buru?" tanya Johnny. "Disini aja. Kita mau nonton film."
"Aku nggak mau ganggu kalian," ujarku sambil tersenyum. "Kalau ada aku, takutnya kalian malah canggung. Have fun."
"Ganggu apanya? Nggak kok," ujar Taeyong sambil memainkan remote TV. "Karena kamu ehem—temannya Sicheng—itu artinya kamu teman kita juga."
"Lagian kita cuman nonton kok," sahut Taeil yang sudah duduk manis di sofa dengan biskuit di tangannya. "Kita nggak akan mulai minum-minum sebelum bocah-bocah pada tidur."
Aku menatap Sicheng seolah minta persetujuan sementara Sicheng hanya berdeham lalu mengangguk. Aku dengan ragu-ragu kembali duduk disamping Sicheng, sebenarnya aku orang yang mudah bergaul sama siapa aja tapi entah kenapa hari ini aku berubah jadi orang yang kikuk.
Mungkin demi jaga image di depan calon pacar dan teman-temannya, EHEHEHE.
"Nonton film apa?" tanyaku begitu duduk disamping Sicheng.
Sicheng menggedikan bahunya. "Nggak tahu, tuh. Kayaknya sih film horror soalnya Chenle sama Jisung udah nyiapin selimut."
Aku melirik kearah Jisung dan Chenle yang masing-masing sudah menyiapkan selimut untuk mengerubungi wajah mereka seandainya si hantu muncul di layar TV. Mereka berdua juga sengaja memilih spot di tengah yang terhalangi tubuh Jaemin sama Renjun.
"Kamu takut?" tanya Sicheng begitu menyadari perubahan ekspresi wajahku—aku emang agak takut nonton film horror. Lagian siapa sih yang nggak takut hantu?
Aku mengangguk sambil meringis. "Tapi nggak apa-apa deh, kan ada kamu disini."
Sicheng menatapku dengan wajah datarnya seperti biasa. Untung aja suaraku pelan jadi teman-temannya pasti nggak akan dengar.
"Bercanda, hehe," ujarku sambil tertawa canggung. Aku melepas melepas jaket denim milik Sicheng lalu memilih menggunakannya sebagai selimut—sekaligus tempat perlindungan kalau si hantu tiba-tiba muncul di TV.
Setelah trio yang ketiban sial selesai mencuci piring. Semuanya bersiap di posisi masing-masing; di sofa ada Taeil, Taeyong dan Johnny. Sementara sisanya duduk di karpet, ada juga yang rebahan—pokoknya posisinya acak gitu.
Lampu sudah dimatikan yang membuatku semakin tegang, apalagi film udah mulai dan suasananya langsung menyeramkan. Tidak ada suara apapun kecuali suara grasak-grusuk kunyahan kripik. Aku sudah siap-siap dengan jaket di depan, mencengkramnya dengan kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acrasia [✔]
Фанфик"Sicheng-ssi, kan?" "Jangan pakai ssi, saya nggak suka." "Terus manggilnya apa? Sicheng sayang?" Sicheng tidak seharusnya jatuh cinta pada Yoobin, begitu pun sebaliknya. Mereka terlalu berbeda; bagai dua kutub yang bersebrangan. Tapi baik Sicheng ma...