"Dia siapa?"
Aku kembali menoleh kearah Wonwoo. Cowok itu menatapku dengan tidak nyaman—tatapan Sicheng emang cukup megintimidasi sih, Wonwoo pasti bingung kenapa ditatap kayak gitu sama orang yang tidak dikenal.
Aku menghela nafas. "I'll call you later."
"Ah, okay," ujar Wonwoo dengan canggung. "Aku pulang dulu."
Aku mengangguk lalu diam-diam kembali mendongak untuk menatap Sicheng. Cowok itu masih berdiri sambil memegang railing, tapi wajahnya sudah jauh lebih rileks dibanding beberapa menit yang lalu.
"Bye, I'll call you," Ujar Wonwoo begitu menurunkan jendela mobilnya, ia sedikit menundukan tubuhnya untuk melihat Sicheng sekali lagi. "Tapi cowok itu siapa?"
Aku menghela nafas, enggan menjawab pertanyaannya. "Hati-hati di jalan."
Wonwoo hanya mengangguk. Mungkin dia paham kalau ucapanku tadi memiliki arti untuk mengusirnya secara halus. Wonwoo mulai menstarter mobilnya dan tak lama mobil hitamnya pergi dari hadapanku.
Aku menghela nafas lega, lalu mendongak untuk menatap Sicheng.
"Kamu ngapain disitu?" tanyaku sambil mendongak menatapnya.
Sicheng tidak menjawab, si ganteng menjauh dari railing dan tak lama aku melihatnya menuruni tangga untuk berjalan ke arahku. Lagi-lagi aku harus mengakui betapa kerennya dia pakai celana jeans sama kaus abu-abu yang lengannya di gulung—menampilkan tattonya yang menurutku keren.
"Hai," sapaku dengan ceria begitu Sicheng sudah berdiri dihadapanku. "Kamu ngapain disini?"
Sicheng hanya menatapku dengan datar. "Yang tadi siapa?"
"Cuman teman," ujarku dengan santai.
"Tapi kamu kelihatan nggak nyaman sama dia," ujar Sicheng sambil menjejalkan kedua tangannya ke saku celana jeans. "I mean, kalau teman kan harusnya kelihatan akrab."
"Males ah ngomongin orang itu," ujarku sambil merapihkan rambut yang berterbangan karena angin sore. "Kamu kok disini?"
"Ah, tadi ahjussi telepon saya," ujar Sicheng sambil menunjuk rooftop house-ku dengan rahang seksinya. "Katanya kulkas kamu ikutan rusak. Harus diperbaiki."
"Serius?" tanyaku panik. "Padahal cuman itu barang berharga yang aku punya."
Sicheng menatapku dengan wajah datarnya. "Saya udah beli yang baru."
Aku melotot sementara Sicheng hanya menatapku dengan wajah gantengnya. "Kenapa nggak bilang? Aku belum punya uang buat gantinya."
"Nggak usah," sahut Sicheng dengan santai.
"Nggak mau, nanti aku ganti," ujarku meskipun dalam hati mau menangis membayangkan berapa banyak uang yang harus aku keluarkan untuk biaya perbaikan dan kulkas baru.
"Jangan keras kepala!" ujar Sicheng sambil menatapku. "Anggap aja hadiah dari saya."
"Hadiah apa? Aku nggak ulang tahun."
"Kemarin kamu udah menyelamatkan saya dari blind date," ujar Sicheng sambil melepas lipatan di lengan kausnya, membuat tattonya kembali bersembunyi dibalik kausnya.
Aku tertawa mendengarnya. "Emang blind date semenyeramkan itu ya? Justru aku malah penasaran."
"Bagi saya ketemu orang baru itu—" Sicheng ganteng menggantungkan ucapannya, sibuk memilah kata yang tepat untuk melanjutkan kalimatnya. "Bikin nggak nyaman."

KAMU SEDANG MEMBACA
Acrasia [✔]
Fanfiction"Sicheng-ssi, kan?" "Jangan pakai ssi, saya nggak suka." "Terus manggilnya apa? Sicheng sayang?" Sicheng tidak seharusnya jatuh cinta pada Yoobin, begitu pun sebaliknya. Mereka terlalu berbeda; bagai dua kutub yang bersebrangan. Tapi baik Sicheng ma...