[end] twenty nine

970 96 72
                                    

Time to say goodbye to this story, thank you for everything guys 💔💔

***

"Noona, you okay?"

Aku terlalu fokus memikirkan kondisi Sicheng, juga memikirkan kenapa bisa cowok itu berakhir memukuli Wonwoo sampai masuk rumah sakit. Aku ingat betul kalau aku sama sekali nggak membahas masalah ini ke siapapun. Termasuk Sicheng.

Apa jangan-jangan Sicheng punya indera keenam? Atau dia anak indihomesorry, indigo maksudnya.

"Noona..."

"Hm?"

"Ngomong dong!" Jeno yang berada dibalik kemudi berseru sambil menatapku melalui rear-view mirror. "Kalo diem gini kan serem. Mana udah jam setengah empat."

Jaemin yang duduk disamping Jeno mengangguk. "Apalagi ngelamun gitu, kan serem."

"Lagi mikir," sahutku singkat. "Eh, kalian pernah denger nggak kalo Sicheng bisa lihat setan atau masa depan?"

Jeno dan Jaemin sontak menoleh kearahku. Alisnya berkerut, menatapku bingung.

"Jen, fokus! Lihat depan!"

Jeno kembali fokus ke depan sementara Jaemin masih menatapku. "Maksud noona apa, sih? Sicheng-ge anak indigo gitu?"

Aku mengangguk. "Bukan indigo, sih. Kayaknya dia punya bakat cenayang."

"Kok gitu?"

"Aku nggak pernah cerita kalo Wonwoo bikin ulah, tapi kok tiba-tiba dia ngamuk sampe mukulin Wonwoo. Aneh, kan?"

Jaemin nampak berpikir, tangannya sibuk mengusap dagu. "Masa, sih? Kalo ternyata Sicheng-ge itu bisa ngeramal, harusnya aku tanyain istriku di masa depan siapa."

"Ih, kenapa sih malah pada halu?" tanya Jeno yang mulai kesal mendengar pembicaraan absurd antara aku dan Jaemin. "Sicheng-ge kan pinter, ahli IT. Bisa aja dia pasang penyadap suara, atau CCTV, atau apa kek."

Aku terdiam. Dalam hati menyetujui apa yang diucapkan Jeno. Iya juga ya. Tapi masa Sicheng masang CCTV dan penyadap suara tanpa persetujuanku, sih? Itu kan privasi, harusnya dia bilang dulu. Kalaupun tujuannya untuk melindungiku, tapi seengaknya dia harus bilang dulu, kan?

Creepy amat pacaran sama ahli IT.

"Sicheng bakalan dipenjara?" tanyaku dengan nada khawatir.

Jaemin menggeleng dengan yakin. "Bentar lagi juga dibebasin. Kan ada ayahnya Jeno."

Aku baru ingat kalau ayahnya Jeno itu kepala kepolisian. Well, as long as you have privilege and money; hidup itu emang bakalan terasa mudah. Tuh kan, makanya aku pengen jadi orang kaya supaya seisi dunia ini berpihak padaku. HUAHAHAHAHA.

Mobil yang dikendarai Jeno berbelok memasuk area parkir kantor polisi. Dadaku kembali berdegup kencang membayangkan Sicheng ada dibalik jeruji dengan wajah tertunduk kayak di sinetron. Apalagi kalau tangannya diborgol, terus kita cuman bisa ngobrol dengan dibatasi kaca. OH NOOOOO.

Tapi sepertinya bayangan menyeramkan itu buyar saat aku keluar dari mobil Jeno. Aku melihat Sicheng berjalan keluar dari kantor polisi, dengan belasan orang lainnya yang juga keluar bersamaan. Buset, tinggal pasang lagu Almost Paradise aja nih...

Satu orang yang punya masalah. Tapi pendukungnya banyak banget.

"SICHENGGGG!"

Aku berlari menghampirinya yang nampak linglung. Aku hendak memeluknya sebelum akhirnya tersadar kalau dia jauh dari kata baik-baik saja. Sudut mulutnya robek dengan darah yang mulai mengering, pelipisnya membiru dan luka lebam di beberapa bagian wajahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Acrasia [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang