twenty one

538 92 64
                                    

(Mereka kiyowo banget, sayangnya di chapter ini nggak ada yang kiyowo-kiyowo huhu 😭😭)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Mereka kiyowo banget, sayangnya di chapter ini nggak ada yang kiyowo-kiyowo huhu 😭😭)


"Yoobin,"

Aku menyeka sisa air mata, lalu mendongak menatap Sicheng. Selama hampir sepuluh menit kami hanya diliputi keheningan—aku sibuk mengatur nafas dan air mata sementara Sicheng hanya diam sambil sesekali menyugar rambutnya dengan penuh rasa frustasi.

"Wanna hear a story?" tanyanya sambil menatapku. "Tentang si brengsek ini."

Aku mungkin kecewa sama Sicheng, tapi aku nggak mau dia memanggil dirinya sendiri si brengsek. Mungkin dia brengsek dimata orang lain, tapi dimataku dia orang paling baik yang pernah aku temui. Dan si ganteng ini adalah orang yang aku sayangi saat ini.

"Kalau kamu butuh waktu, mungkin saya bisa—"

"Nggak," ujarku sambil menggeleng. "Sekarang aja, biar semuanya jelas."

Sicheng mengangguk, tangannya menyentuh tanganku dengan penuh keraguan—mungkin dia takut aku menepisnya—tapi nyatanya aku membiarkan tangan hangatnya untuk menarik tanganku supaya aku kembali duduk di atas pasir pantai.

"Setelah kamu dengar cerita saya..." ujarnya dengan suara berat. "Its up to you; mau tetap sama saya atau mau pergi. But one thing that you should know; I love you, Yoobin, I really do. Saya beneran sayang sama kamu, dari awal kita ketemu ada perasaan dimana saya pengen lindungin kamu. Tapi saya sadar, orang setulus dan sebaik kamu nggak pantas sama orang sebrengsek saya."

Aku menoleh menatapnya, lalu menatap tangan kami yang masih saling bertaut.

"Aku nggak suka kamu manggil diri kamu brengsek," ujarku pada akhirnya—suaraku tercekat, berusaha keras menahan air mata untuk nggak kembali keluar. "Mungkin kamu brengsek di mata si dia, tapi kamu orang baik di mataku."

Sicheng tersenyum samar mendengarnya, ia mengeratkan genggaman tangannya di tanganku.

"I've ruined someone's life, Yoobin."

Aku menoleh lagi. Sicheng menengadah, menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya. Kalimat pertamanya saja sudah separah ini, bagaimana dengan isi ceritanya?

"Itu lima tahun yang lalu, tahun kedua kami kuliah..." ujar Sicheng memulai cerita dan aku mau tidak mau harus siap mendengarnya. "Dia sahabat saya dari SMA. Kita satu kampus cuman beda jurusan, kita bahkan tinggal di apartment yang sama, intinya kita ketergantungan satu sama lain."

"Apartment? Yang di Shanghai itu?"

Sicheng mengangguk. "Sebelah unit saya, itu punya Shuhua."

Dadaku agak sesak membayangkan betapa dekatnya Shuhua dengan Sicheng di masa lalu (atau mungkin juga sekarang?), dan satu hal yang aku yakini; apartment Sicheng itu dikawasan elite, dan begitu tahu Shuhua tinggal disebelahnya, itu artinya Shuhua juga dari kalangan orang kaya, kan?

Acrasia [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang