twenty three

546 92 53
                                    

"Yoobin, happy graduation!"

Aku tersenyum cerah saat beberapa temanku datang sambil memberikan buket bunga, aku sampai kewalahan untuk membawanya. Hari ini, setelah menunggu selama hampir dua bulan setelah thesis defence akhirnya aku resmi dinobatkan sebagai sarjana.

"Makasih, guys," ujarku sambil memeluk mereka satu per satu.

"Udah ada rencana mau lanjut kerja apa kuliah?" tanya Mimi—salah satu temanku, dia baru mau thesis defence bulan depan jadi kayaknya ikut wisuda gelombang berikutnya.

"Mau kerja dulu kayaknya," sahutku sambil memeluk buket bunga yang memenuhi kedua tanganku. "Capek kalo lanjut kuliah. Otak aku udah over capacity kayaknya."

Mimi tertawa mendengar jawabanku, setelah mengobrol beberapa saat mereka pamit untuk menyapa teman yang lainnya. Aku menghela nafas, kedua tanganku sampai kaku saat harus memeluk bunga sebanyak ini, belum lagi heels yang aku pakai membuat kakiku pegal.

"Wih, dapet banyak bunga nih,"

Aku tersenyum cerah saat melihat appa. Tadi eomma sama appa pergi ke toilet begitu graduation ceremonynya selesai, sementara aku bertemu teman-teman yang memberikan buket bunga. Aku sebenarnya bukan tipe mahasiswa yang populer, aku mahasiswa biasa-biasa aja tapi kaget juga ternyata banyak yang kasih bunga.

"Bunga dari pacar udah dapet belum?" tanya eomma dengan senyum menggoda.

Aku meringis pelan. Udah hampir sebulan hubunganku dengan Sicheng berakhir, dan selama itu pula aku nggak pernah berkomunikasi sama dia, no more chat, no more call, pokoknya beneran nggak ada kontak sama sekali. Kalau inget moment ketika kami putus, rasanya aku mau nangis aja.

Eomma sama appa belum tahu kalau kami udah putus, rasanya nggak tega bilang ke mereka padahal mereka happy banget pas tahu kami pacaran. Terakhir eomma sama appa ketemu Sicheng itu pas pulang dari Shanghai, si ganteng mengantarku ke rumah sekaligus menceritakan kronologi aku yang sempat diculik disana.

Sicheng menjelaskannya dengan tenang, ia berusaha membuat eomma dan appa nggak panik, ia bahkan berusaha meyakinkan kedua orangtuaku kalau aku baik-baik saja.

Mengingat moment itu cuman bikin aku sedih aja.

"Sicheng bakal kesini, kan?" tanya eomma, matanya sibuk memandangi sekitar dengan tatapan penuh harap, kayaknya eomma berharap bertemu sama Sicheng.

Aku terdiam, lalu menghembuskan nafas pelan. "Nggak. Dia sibuk, eomma."

Aku bisa menangkap raut kecewa di wajah eomma, tapi aku justru pengen nangis karena udah berbohong. Aku melirik appa yang sedang membantuku memegang buket bunga.

"Susah emang ya pacaran sama sajangnim, banyak meeting," ujar eomma seolah menghibur diri karena nggak bisa bertemu calon mantu kesayangannya—sorry eomma, kayaknya cita-cita eomma buat punya menantu sajangnim itu tinggal kenangan.

"Yoobin noona!"

Aku menoleh dan senyum cerah kembali tersungging di wajahku saat melihat Renjun, Jaemin, Jeno dan Haechan melambaikan tangan dari jarak lima meter, dibelakang mereka ada Mark dan Arin yang membawa sebuket bunga yang cukup besar—kami emang kuliah di tempat yang sama, cuman beda jurusan. Oh iya sampe lupa, Doyoung juga kuliah disini; bedanya dia postgraduate.

"Congraduation," seru Jaemin dengan ceria, ia menyerahkan sebuket bunga mawar yang cukup besar. "Selamat memulai hari baru sebagai sarjana."

Acrasia [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang