six

706 117 85
                                    

"Sicheng,"

Sicheng menoleh. Aku memberinya tanda agar cowok itu mendekat kearahku yang sudah bersiap di depan wastafel dengan tumpukan piring kotor bekas makan malam. Sicheng berjalan mendekat kearahku.

"Gimana, nih?"

"Gimana apanya?" tanya Sicheng.

"Mama—," ujarku sambil diam-diam melirik Mama yang sedang bersantai sambil nonton TV. "Mama ngiranya aku pacar kamu."

Sicheng hanya menatapku datar seperti biasa. "Nggak apa-apa."

"Aku udah berusaha jelasin, tapi momentnya selalu nggak pas," ujarku merasa nggak enak.

"Nggak usah."

"Hah?"

"Nggak usah jelasin apa-apa ke Mama,"

"Tapi—" ujarku sambil menatap Sicheng ragu-ragu. "Mama tuh kesini mau nyuruh kamu ikut blind date sama anak temannya, tapi acaranya batal karena nyangkanya aku pacar kamu."

Sicheng merapatkan bibirnya, namun sudut bibirnya terangkat—aduh susah jelasinnya, jadi dia tuh kayak mau senyum gitu—tapi tipis banget—tapi ganteng banget—tapi cuman gitu doang rasanya aku udah mau pingsan. Kalian ngerti kan maksudnya?

"Bagus, dong."

"Loh, bagus apanya?" tanyaku bingung. "Kamu baru aja melewatkan blind date sama anak orang kaya."

Sicheng menggelengkan kepalanya. "Ini bukan pertama kalinya Mama nyuruh saya ikut blind date. Saya nggak suka."

"Kenapa?" tanyaku penasaran, sejenak melupakan spons cuci piring dan tumpukan cucian di wastafel.

"Males aja," ujar Sicheng ganteng sambil menggedikan bahu. "Saya males ketemu orang kalau nggak penting."

Aku berusaha mengulum senyum. "Kalau ketemu aku males nggak?"

Sicheng menatapku. "Biasa aja."

Aku menyenggol lengannya. "Masa sih biasa aja? Padahal kan kita ketemu setiap hari. Berarti aku orang penting, kan?"

Sicheng berdeham, ia mengabaikan pertanyaanku. Tangannya beralih untuk menyalakan kran air kemudian mengambil piring kotor dan mulai mencucinya. Aku masih menatapnya sambil merapatkan tubuh kami sehingga nggak ada jarak yang memisahkan kita—cieelaahh.

"Sini aku yang bilas," ujarku mengambil alih piring yang sudah dicuci pakai sabun.

Sicheng hanya pasrah saja sementara aku sibuk membilas piring sambil memandangi wajah gantengnya. Sicheng melirikku sesekali dan aku semakin melebarkan senyum setiap Sicheng melirikku melalui sudut matanya.

"Ganteng banget sih," komentarku yang langsung mendapat cipratan air di wajah. Sicheng baru saja menyipratkan air ke wajahku—wah, udah bisa bercanda nih patung ganteng.

"Fokus. Nanti piringnya pecah," ujar Sicheng, ada senyum tipis yang tersungging di wajahnya.

Iseng. Aku balas menyipratkan air ke wajahnya. Sicheng menatapku seolah marah namun aku hanya menjulurkan lidah ke arahnya. Sicheng kemudian geleng-geleng kepala.

Aku masih berusaha fokus mencuci piring saat—

Ckrek. Suara kamera ditambah flash dari belakang.

Aku dan Sicheng otomatis menoleh. Mama sedang tersenyum lebar, tangannya masih mengarahkan ponsel ke arah kami.

"Hehe," Mama hanya tertawa.

Acrasia [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang