nine

689 105 90
                                    

Sicheng menghentikan mobilnya di depan sebuah coffee shop di daerah Itaewon. Sicheng turun lebih dulu dan aku menyusul setelahnya. Alisku berkerut menatap coffee shop didepanku—tulisan NEO COFFEE terpampang dengan jelas dibagian depan coffee shop; setahuku coffee shop ini baru aja viral bulan kemarin karena baristanya ganteng-ganteng.

Sicheng berjalan lebih dulu dan aku mengikutinya dari belakang, masih berusaha keras untuk memahami situasi. Begitu masuk, suasananya masih lumayan ramai meskipun sudah hampir jam sembilan malam—Itaewon semakin malam semakin ramai.

"Oh, Sicheng-ge?"

Aku menoleh, seorang barista yang emang beneran ganteng—tapi Sicheng lebih ganteng menurutku—melambaikan tangan dari arah counter. Sicheng tersenyum lalu melambaikan tangannya. Barista itu langsung keluar dari counter dan menghampiri Sicheng.

Ada dua barista lain di counter dan mereka juga melambaikan tangan ke arah Sicheng dengan senyuman hangat. Aku pusing; baristanya emang beneran ganteng semuanya. Pantas aja sampai viral.

"Apa kabar?" tanya barista ganteng itu sambil memberikan pelukan hangat.

"Baik—baik," sahut Sicheng dengan senyuman lebar. "Kamu gimana?"

"Totally fine," ujarnya dengan senyum yang bikin wajahnya kelihatan makin ganteng. Pandangan barista itu beralih padaku. "Ini—"

Aku menjulurkan tangan sambil tersenyum ramah. "Aku Bae Yoobin, nice to meet you."

"Hai, aku Xiaojun," ujar barista itu dengan ramah, lalu pandangannya kembali beralih pada Sicheng. "Pacar, ge?"

Sicheng menggeleng namun ada seulas senyum dibibirnya. "Bukan. Teman."

Ada yang retak tapi bukan kaca; hatiku. Mungkin belum. Lihat aja nanti, EHEHE.

"Mau minum dulu?" tanya Xiaojun dengan ramahnya.

"Boleh," ujar Sicheng lalu beralih menatapku. "Kamu mau apa?"

Aku mendongak untuk menatap deretan menu, sejujurnya aku kurang suka kopi, tapi untungnya disini ada menu milkshake. "Strawberry milkshake."

"Saya hot americano," ujar Sicheng.

"Okay, silahkan duduk dulu," ujar Xiaojun sambil menunjuk meja yang masih kosong. "Sekalian aku panggilin Lucas. Katanya mau adopsi kucing, ya?"

Sicheng mengangguk. Xiaojun sudah kembali ke counter sementara aku dan Sicheng langsung duduk di meja yang letaknya agakpojok. Aku sibuk memperhatikan design coffee shop yang emang cozy banget untuk jadi tempat nongkrong atau ngerjain tugas.

"Kamu mau adopsi kucing?" tanyaku pada Sicheng, agak kaget begitu tahu cowok itu mau adopsi kucing.

Sicheng mengangguk. "Kamu alergi bulu kucing?"

Aku menggeleng. "Justru seneng liatnya. Tapi masih suka takut kalau harus megang, hehe. Kenapa mau adopsi?"

"Kalau nanti kamu pulang ke rooftop house—" ujar Sicheng sambil menatapku, ada ekspresi yang tidak terbaca di wajahnya. "Saya kesepian. Mungkin kucing bisa nemenin saya."

Aku tertawa mendengar jawabannya. Ada yang berdesir tapi bukan angin; hati ini—hahaha.

"Apa aku tinggal di apartment kamu aja terus?"

"You can stay, if you want," ujar Sicheng sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. "Jangan salah paham, saya ada spare room di apartment. Kamu bisa pakai itu jadi nggak usah mikirin biaya sewa. Mungkin uangnya bisa kamu pakai untuk mulai usaha."

Acrasia [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang